Mohon tunggu...
Dian Charismana
Dian Charismana Mohon Tunggu... -

Laki-laki yang mengejar mimpi. sedang menyelesaikan studi SI di universitas negeri yogyakarta dan merintis melanjutkan studi S2.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Lebih dari Jeritan Dilema

27 Oktober 2011   17:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:25 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dilema, dilema dan dilema.

kata ini lah yang biasanya menyerang virus kepada pemuda-pemuda bangsa. secercah impian sering kali sedikit ternoda dengan dilema, bahkan sampai pada dilematis.

ironis memang, tapi ini memang ada pada realita.

aku sendiri pun merasakan sebuah arti tentang dilema itu. bahkan ini sudah menghantam logika dan nuraniku.

Pada posisi menentukan, aku harus mengambil sebuah sikap keputusan antara teman yang sudah menjadi saudara dengan seorang perempuan permaisuriku. Cerita awal aku tidak tahu menahu mengenai hubungan ini. Dan aku berada diantara mereka.

cerita kenyataan berubah seketika ketika aku dihadapkan antara perasaanku sendiri dengan perasaan saudaraku. apakah aku harus mundur demi saudaraku dan apakah aku menuruti nuraniku untuk tetap mempertahankan perempuan ini?

dilematis memang, tapi aku harus memutuskan dan memberi ketegasan dengan pilihan itu. Hal ini supaya keadaan tidak semakin keruh dan merugikan para pihak itu. Tuhan, apa yang harus saya lakukan?Tuhan apa yang harus saya lakukan?tiada hal yang bisa kulakukan selain mengadu kepada Tuhan dan mengikuti petunjukNYA.

pada posisi yang menurutku salah seperti ini, aku sempat kehilangan kendali akal pikiran..Tetapi beruntung, ibuku datang disaat yang tepat untuk memberi solusi dan motivasi kepada pemuda yang dilematis ini.
"nak, ikuti nurani kamu, sampingkan dulu permasalahan saudaramu. ini hanya sebuah pre test dalam menjalin hubungan, bukan tidak mungkin kedepan akan ada tembok penghalang lebih besar dan kokoh lagi. sekokoh tembok itu hanya bisa dirobohkan dengan ke eratan hubungan kalian", jangan sampai lepas pegangan erat tangan kalian jika menemui tembok besar itu."
sekedar kata-kata pesan dari ibuku itulah yang membuat saya menjadi yakin dengan keputusan untuk lebih mempertahankan permaisuri, meskipun resikonya saudaraku itu akan berasumsi bahwa saya adalah pengecut / atau tak lebih dari sekedar pecundang.

keputusan sudah diketok dan resiko pun sudah menanti, tapi ini adalah tanggung jawab seorang laki-laki.
Dan aku menghadapi resiko itu tidak sendirian, ada permaisuriku, ibuku dan tentunya Tuhan sebagai penentu utama jawaban dilematis ini.
Tuhan, jika ini memang jalanku, berilah AKU dan PERMAISURIKU kekuatan dan ketangguhan untuk tidak goyah menerjang kaktus berduri tajam.
jadikanlah kami ini terlalu kuat menghadapi hadangan-hadangan untuk mencapai impian kebahagian bersama.

"Curahan Hati Sang Pemuda Cinta Bangsa Indonesia"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun