Mohon tunggu...
Dian Sastra
Dian Sastra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pasar Tradisional di Tengah Arus Budaya Global

27 Oktober 2023   10:47 Diperbarui: 27 Oktober 2023   11:15 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Dian sastra

Nim : 2330203030196

Dosen Pengampu: Puput Iswandyah Raysharie, SE., ME

    Secara terminologi kata, pasar adalah tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, dimana barang atau jasa dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran tingkat kerelaan pertukaran barang ditentukan berdasarkan tingkat harga barang dan jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg at al., 2003).

    Pasar dapat terbentuk dikarenakan adanya penjual  dan pembeli, adanya barang atau jasa yang diperjualbelikan dan terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pasar lahir dari keinginan beberapa orang yang ingin memperoleh bahan untuk kebutuhan hidup. Mula-mulanya transaksi di pasar dilakukan dengan tukar- menukar barang yang dimiliki dengan barang yang diinginkan (sistem barter). 

    Pasar berfungsi mendekatkan jarak antara konsumen dengan produsen dalam melakukan transaksi. Pasar berperan memperlancar penyaluran barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Pada awalnya pertukaran kepada pembeli dapat berlangsung di mana saja. Namun, lambat laun terjadi kesepakatan untuk menentukan suatu tempat untuk melakukan barter. Dalam perkembangannya transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang, sehingga orang yang tidak memiliki barang juga dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara membeli dengan mata uang yang telah disepakati. Di sini pasar berfungsi sebagai pembentuk harga atas dasar kesepakatan antara penjual dan pembeli. 

    Pasar tradisional diperkirakan sudah ada sejak zaman kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke-5 Masehi, diawali dengan sistem barter barang dengan para pelaut yang datang dari Tiongkok. Para pedagang di kala itu menggelar barang dagangannya di atas tikar, dan di situlah terjadi transaksi pertukaran barang (barter). Pada zaman itu pasar bukan hanya sebagai ruang bertemunya penjual dan pembeli, namun lebih dari itu yaitu, sebagai tempat bertemunya masyarakat dengan kaum bangsawan, bahkan pasar sering dijadikan sebagai bagian strategi politik untuk tukar-menukar informasi penting pada saat itu.

    Sekitar abad ke-12 Masehi, pasar sering digunakan sebagai media untuk berdakwah oleh para ulama/penyiar untuk kepentingan agama. Sementara itu ketika pengaruh Barat mulai hadir di nusantara, pasar telah bergeser lebih jauh menjadi komoditas politik dan komoditas ruang. Komoditas politik mengarah pada siapa yang berkuasa atas pasar pada kala itu, sementara komoditas ruang dimana pasar tidak lagi dimaknai sebagai tempat bertemunya pembeli dan penjual, namun sebagai tempat untuk mendapatkan uang. Pasar telah dieksploitasi oleh pemodal untuk meraup keuntungan semaksimal mungkin. Sesudah kemerdekaan Indonesia, pasar tidak hanya sebagai tempat transaksi ekonomi, tempat sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya, terutama pasar tradisional sering dijadikan sebagai objek politik bagi para pencari kekuasaan. Sejak lama pasar tradisional memegang peranan penting dalam memajukan dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Fungsi penting pasar tradisional di samping sebagai muara dari produk - produk masyarakat di sekitarnya (lokal), juga merupakan lapangan kerja yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Hasil-hasil pertanian yang dihasilkan petani secara langsung dapat dibawa ke pasar.

    Pada hakikatnya pasar tradisional bergerak pada sektor informal, oleh karena itu siapa saja memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan di pasar. Untuk bekerja di tempat ini tidak dibutuhkan syarat-syarat khusus.

    Dalam pasar tradisional terdapat banyak interaksi yang tidak ditemukan di dalam pasar modern. Pada pasar tradisional, para pembeli dan penjual bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi jual beli. Sebelum kesepakatan terjadi, biasanya para pedagang menawarkan barang dengan harga tertentu, sementara pembeli akan menawar dengan harga yang relatif murah atau dengan harga yang dapat dijangkau oleh pembeli. Dalam proses tawar menawar ini terbangunlah sebuah kesan akrab antara penjual dan pembeli. 

    Sebagian masyarakat menganggap pasar tradisional  identikkan dengan tempat yang kumuh, semrawut, becek, pengap, bau, dan sumpek. Pada daerah-daerah tertentu, pasar tradisional juga sering dituduh sebagai sumber kemacetan, sebab para pedagang sering memanfaatkan daerah jalanan sebagai tempat menggelar barang dagangannya akibatnya laju kendaraan menjadi terganggu. Tidak hanya itu saja, pasar tradisional juga kerap dikaitkan dengan soal pencitraan. Sebagian kalangan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke atas dan kalangan remaja, terdapat kesan menghindari berbelanja di pasar tradisional. Berbelanja di pasar tradisional bagi kalangan mereka dapat menurunkan gengsi. 

    Kondisi pasar tradisional yang demikian membuat sebagian masyarakat memilih berbelanja  di pasar modern. Memang sulit dipungkiri  bahwa masyarakat dengan gaya hidup  modern lebih suka berbelanja di pasar-pasar dengan sistem pengelolaan yang lebih tertata, bersih, nyaman, dan strategis. Berbelanja di pasar modern dianggap jauh lebih bergengsi bagi kalangan masyarakat tertentu dan kaum remaja dibandingkan dengan berbelanja di pasar tradisional. Akibatnya berbelanja di pasar tradisional menjadi pilihan kedua. Agar hal ini tidak terjadi,sangat penting dilakukan berbagai upaya terutama bagi pedagang untuk meningkatkan kualitas layanan (SDM), sementara itu keterlibatan pemerintah dalam pembinaan dan sistem pengelolaan mutlak diperlukan, sehingga citra buruk terhadap pasar tradisional dapat ditekan atau dihilangkan sama sekali.

Sumber pexels
Sumber pexels

Untuk mempertahankan pasar tradisional, sebaiknya bentuk dan orientasi tetap mengacu kepada perilaku konsumen. Konsumen dalam membeli barang dipengaruhi dua faktor yaitu eksternal ( kebudayaan, kelas sosial, dan keluarga ) dan internal ( kepribadian dan karakteristik konsumen ). Pada beberapa kelompok masyarakat, pasar tradisional masih dibutuhkan karena barang yang dijual relatif murah.

    Pada zaman ini, pasar tradisional sudah hampir kalah dengan pasar modern. Diperlukan strategi manajemen profesional pasar tradisional supaya dapat bertahan pada kondisi sekarang ini. Mengacu kepada PP No. 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional dan Permen Perdagangan RI no. 53/M-Dag/Per/12/2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional dan Permen Dalam Negeri RI no. 20 tahun 2012 tentang pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional mengatur rencana tata ruang wilayah dan zonasinya. Dengan pengaturan ini maka sebaran lokasi pasar tradisional dan pasar Modern di setiap wilayah tetap terjaga. 

    Dengan pemberdayaan terhadap pasar tradisional dapat tumbuh dan berkembangditengah perkembangan globalisasi modernitas. Khususnya tidak menjadi mati karena keberadaan pasar modern, sehingga keduanya sepatutnya saling memperkuat, saling menguntungkan, dan dapat memajukan perekonomian negara.

    Eksistensi pasar tradisional dalam kearifan budaya yang penuh akan keberagaman di Indonesia bukan sekedar tempat jual beli semata, namun lebih dari itu pasar tradisional merupakan suatu wadah atas konsepsi berkehidupan dan interaksi sosial 

budaya. Dalam lingkup pasar tradisional modernitas adalah hal yang tidak bisa dihindari namun dalam hal ini justru akan menjadi suatu tantangan bagi setiap generasi untuk mempertahankan kebudayaan dalam berdagang di pasar tradisional. Usaha terpenting adalah bagaimana cara untuk menemukan solusi terhadap permasalahan stigma negatif antara masyarakat kalangan atas dan kalangan bawah sebagai penikmat pasar tradisional melalui potensi-potensi yang dimiliki oleh pasar tradisional itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun