Mohon tunggu...
Dian Sandi
Dian Sandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Serentak 2018, 54 Juta Lembar Kertas Suara Potensi Mubazir

9 Januari 2018   15:57 Diperbarui: 9 Januari 2018   16:04 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut jadwal yang ditetapkan oleh KPU RI, Pilkada Serentak 2018 akan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2018. Suasana politik secara nasional mulai memanas hingga riuh rendah suara pendukung paslon disetiap daerah yang menyelenggarakan pilkada mulai terdengar bingar dan berbagai rangkaian dari instansi penyelenggara mulai dipersiapkan.

Pemilu didefinisikan sebagai pesta demokrasi yang juga merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dimana seluruh biaya dan hasil daripada pemilu tersebut berasal dari rakyat.

Pada Pilkada Serentak 2018 tahun ini, menurut rencana akan diikuti oleh 171 Daerah, terdiri dari 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten. Kita bisa membayangkan bagaimana sibuknya instansi penyelenggara di masing-masing daerah untuk mempersiapkan segala perangkat dan kebutuhan Pilkada tersebut.

Bila mengacu data yang dimuat pada laman resmi KPU untuk DPT masing-masing daerah maka total kebutuhan kertas suara pada Pilkada Serentak 2018 yang akan datang mencapai 212.339.717 kertas suara. Angka tersebut berdasarkan kebutuhan secara nasional yang di rinci untuk kebutuhan KPUD Provinsi pada Pemilihan Gub-Wagub, sejumlah : 146.692.303 kertas suara. Untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota : 13.569.757 kertas suara dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati : 52.077.657 kertas suara

Angka tersebut belum termasuk penambahan 2.5% dari DPT sesuai dengan NSPK PKPU dan tambahan kertas suara untuk kebutuhan pemungutan suara ulang. Bila ditotalkan bisa mencapai kurang-lebih : 217.648.209 kertas suara, kalkulasi secara keseluruhan/nasional. Pada urusan kertas suara ini, kami melihat ada potensi 54 Juta kertas suara tidak akan terpakai/mubazzir dengan asumsi ada potensi dihambur-hamburkannya uang Negara, mencapai 1.08 Triliun.

Angka 1 Triliun lebih itu belum termasuk PPn 10%. Data yang kami peroleh; menjelaskan bahwa HPS yang digunakan untuk menentukan besaran harga satuan per-eksamplar kertas suara tergantung dari jumlah paslon di masing-masing daerah, jika ada 4 paslon, maka bisa mencapai Rp. 20.000/eksamplar sesuai dengan HPS tahun sebelumnya.

54 Juta kertas suara mubazir itu terjadi akibat masih minimnya partisipasi masyarakat/pemilih dalam setiap Pilkada. Sudah partisipasi pemilih minim tapi dicetak harus lebih berdasarkan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Pendistribusian-PKPU) sehingga menurut kami; "Aturan NSPK PKPU ini sangat absurd, target mereka hanya 77% tapi aturan pencetakan kertas suara adalah DPT Plus 2,5%" - Tentu aturan ini hanya menambah besaran kebutuhan penyelenggaraan Pemilu yang biayanya tak lain adalah dari uang rakyat.

Partisipasi pemilih memang menjadi permasalahan tersendiri dalam setiap pemilu, beberapa faktor penyebabnya mungkin 'variatif' tergantung kondisi masyarakat dan kondisi politik disetiap daerah itu sendiri, kendati menjadi alat ukur sebuah legitimasi kepemimpinan (voter turn out) namun di setiap daerah faktanya partisipasi pemilih ini hanya mencapai 75% bahkan ada yang hanya mencapai 26% seperti pada Pilkada Kota Medan, Sumatera Utara, Pilkada yang lalu.

Tahun ini pada Pilkada Serentak 2018, KPU sendiri mematok target mencapai 77% rata-rata secara nasional, namun melihat perkembangan situasi politik belakangan ini serta akibat dari adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh KPU sendiri, kami menilai angka tersebut terlalu tinggi. Prediksi kami KPU hanya bisa mencapai maksimal 75%.

Banyak aturan yang dirasa sangat membatasi ruang gerak Paslon dalam mensosialisasikan diri mereka, seperti adanya UU No.8 Tahun 2015 dan PKPU tentang Kampanye Paslon, hal ini sangat mempengaruhi antusiasme masyarakat dan partisipasi pemilih. Belum lagi persoalan 'Trust' masyarakat terhadap proses dan hasil pemilu itu sendiri sampai pada permasalahan masing-masing paslon di setiap daerah yang tidak memiliki nilai jual (marketable) yang mumpuni.

KPU mestinya melakukan upaya-upaya untuk mengurangi tingginya angka Golput tersebut di daerah-daerah karena hal ini menjadi tugas penting KPU sebagai Penyelenggara Pemilu, seperti meningkatkan sosialisasi, mempertinggi intensitas pertemuan instansi dengan calon pemilih dengan pola-pola baru seperti; Komisioner KPU menjadi pembina upacara pada apel sekolah, dll. Hal ini sangat penting untuk meningkatkatkan partisipasi pemilih terutama bagi mereka para pemilih pemula.

CP Penulis - 081239377737

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun