Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak sejak anak lahir di dunia. Keluarga menjadi pondasi utama dalam pembentukan karakter anak. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Keinginan inilah yang menjadi terbentuknya pola asuh terhadap anaknya. Namun, terkadang kita menjumpai orang tua yang belum mengetahuai dampak dari pola asuh yang diterapkan. Pola asuh yang diterapkan orang tua dijadikan sebagai landasan anak dalam berkembang dan bersosialisasi dengan masyarakat luas.
Perkembangan anak yang sangat pesat dari segi sosial, emosional, dan intelektualnya terjadi saat anak memasuki usia 3-6 tahun (masa prasekolah) atau biasa dikenal dengan golden age. Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan bahwa masa golden age berada dalam rentang usia 0 sampai 6 tahun.Â
Pada masa inilah, penting sekali anak diberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, dan moral sebagai bekal anak untuk berkembang dikemudian hari. Dikutip dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang menjelaskan bahwa menurut penelitian, kecerdasan seorang anak mencapai 50 persen pada usia 0 sampai 4 tahun.Â
Hingga usia 8 tahun kecerdasannya meningkat sampai 80 persen, dan puncaknya yaitu 100 persen di usia 18 tahun. Pembentukan karakter anak dapat melalui penanaman nilai-nilai atau norma-norma yang dapat mendukung perkembangan positif anak. Pola asuh yang diterapkan bukan hanya berpengaruh pada perkembangan anak saat itu saja, tetapi dapat berpengaruh pula sebagai dasar perkembangan dan pembentukan karakter anak di masa depan.
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Interaksi sehari-hari antara orang tua dan anak menciptakan lingkungan yang memengaruhi perkembangan anak dalam berbagai aspek. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi korelasi antara pola asuh orang tua dan pembentukan karakter serta kepribadian anak.
Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa pola asuh dapat beragam, dan setiap pola asuh memiliki implikasi yang berbeda terhadap perkembangan anak. Pola asuh otoritatif, misalnya, dikenal sebagai pendekatan yang seimbang antara kehangatan dan kontrol yang tepat.Â
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung memberikan panduan dan aturan yang jelas, sambil tetap memperhatikan kebutuhan emosional anak. Penelitian telah menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif ini secara positif berkorelasi dengan pembentukan karakter yang baik pada anak, seperti tingkat kepercayaan diri yang tinggi, kemandirian, dan kemampuan untuk mengatasi tantangan.
Di sisi lain, pola asuh otoriter cenderung lebih dominan dan mengatur anak tanpa memperhatikan kebutuhan dan keinginan mereka. Orang tua dengan pendekatan ini mungkin cenderung mengendalikan anak dengan ketat dan kurang memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan kemandirian dan inisiatif. Pola asuh ini dapat menghasilkan anak-anak yang kurang percaya diri, takut, dan mungkin cenderung memiliki perilaku agresif atau pasif.
Selain itu, pola asuh permisif, di mana aturan dan batasan kurang ditegakkan dengan konsisten, juga memiliki dampak pada pembentukan karakter dan kepribadian anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini mungkin cenderung lebih fleksibel dan toleran terhadap perilaku anak, namun bisa juga menjadi terlalu memanjakan. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab.
Penting untuk dicatat bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak hanya memengaruhi perilaku anak pada masa kecil, tetapi juga membentuk dasar untuk perkembangan karakter dan kepribadian mereka di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk secara aktif terlibat dalam pembentukan karakter anak dengan memperhatikan pola asuh yang mereka terapkan.Â