Gonjang ganjing pemilu rupanya belum selesai, setelah kita saksikan bersama adanya DPR tandingan, maka saya berfikir akankah dikemudian hari jika ada sesuatu yang kita rasa tidak sesuai dengan keinginan kita maka tidak usah pusing, kita bisa buat tandingannya. Tak terkecuali mengenai program jaminan kesehatan nasional yang penyelenggaraannya dimulai sejak 1 Januari 2014 dan dilakukan oleh sebuah badan yang kita kenal dengan nama BPJS Kesehatan.
Diawal penyelenggaraan layanan, sering kita mendengar keluhan peserta BPJS kesehatan ataupun pemberi layanan di fasilitas kesehatan dan sayangnya hingga 10 bulan berjalan issue ketidakpuasan terhadap BPJS kesehatan masih santer terdengar. Yang paling sering dikeluhkan terutama soal prosedur pengajuan pelayanan yang rumit dan ribet, antrian panjang di PPK I , PPK II ataupun sulitnya mencari ruang perawatan di PPK II dan adanya pembatasan pemberian obat pada penyakit kronis yang biasanya bisa untuk 1 bulan tapi dengan BPJS obat hanya diberikan untuk 3 hari atau 1 minggu sehingga mereka harus bolak balik ke pelayanan kesehatan.
Dari sekian keluhan yang dirasakan layak kah mereka menuntut untuk lahirnya BPJS tandingan, apalagi saat kampanye pilpres, salah satu kandidat presiden pada saat itu yaitu Pak Jokowi memberikan secercah harapan dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Beliau begitu yakin dan percaya bahwa KIS (Kartu Indonesia Sehat) dapat mengatasi semua permasalahan yang timbul dari penyelenggaraan BPJS sehingga tujuan adanya JKN dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kartu Indonesia Sehat (KIS) digadang gadang akan lebih baik daripada BPJS karena ada tambahan cakupan pengobatan penyakit yang sebelumnya tidak di-cover oleh BPJS. Â Dan direncanakan pendistribusian KIS akan dibantu oleh PT. Pos Indonesia (persero) dan Perbankan nasional. Namun yang masih menimbulkan pertanyaan adalah apakah hanya karena tambahan cakupan layanan maka KIS dapat serta merta mengurai carut marut pelaksanaan BPJS ?
Dalam pelaksanaannya BPJS  yang merupakan transformasi dari PT. ASKES sebagai penyelenggara asuransi kesehatan dan PT. JAMSOSTEK sebagai penyelenggara asuransi ketenagakerjaan banyak menemui kendala, terutama BPJS Kesehatan yang merupakan sistem baru dalam menjalankan program pemerintah untuk menyediakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat di negeri ini. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah regulasi yang belum komprehensif dalam mengantisipasi hal-hal yang bersifat teknis dan menghambat pelayanan kesehatan bagi para pemegang kartu. Selain itu juga terkendala kurangnya pemahaman masyarakat atas tugas dan fungsi BPJS serta kurangnya kesiapan sarana dan prasarana berkenaan denganlaunching program tersebut.
Tentu bukan BPJS seorang sebagai pengemban masalah, seperti disebutkan di atas regulasi pemerintah yang kurang antisipatif juga turut andil dalam permasalahan ini. Sebagai contoh penyegeraan lahirnya BPJS membuat struktur organisasi ‘pemaksaan’ didalamnya, dimana BPJS dipaksa harus menampung sejumlah pejabat dikedua perseroan yang di-merger tersebut, sehingga dapat menyenangkan keduanya tanpa memikirkan apakah struktur yang dibuat sudah sesuai dengan visi misi organisasi dan goal dari didirikannya BPJS. Layaknya sebuah organisasi yang baru dibentuk, tentu harus dipikirkan visi dan misi serta tujuan dari didirikannya organisasi, baru kemudian dibentuklah struktur organisasi yang akan memudahkan pencapaian tujuan organisasi. Dan yang penting untuk diperhatikan adalah struktur dalam organisasi tersebut harus diisi oleh orang yang  tepat dan pantas (The man fit to the task).
Kita semua berharap bahwa pelaksanaan sistem baru Jaminan Kesehatan Nasional oleh pemerintahan Pak Jokowi melalui KIS dapat memperhatikan hal-hal tersebut, atasi dahulu kendala yang ada baik di tingkat regulator dalam hal ini Kemenkes (Pemerintah), PPK, dan Badan penyelenggaranya, maupun di masyarakat sebagai pengguna yang harus paham dan mengerti prosedur dan tata laksana penggunaan KIS ini, sehingga manfaat diterbitkannya KIS bisa dirasakan betul baik oleh masyarakat sebagai pengguna jasa maupun pemberi layanan, Jadi bukan hanya sekedar  program ‘ganti sarung’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H