Mohon tunggu...
Dian Purnomo
Dian Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang penulis lepas yang mengaabadikan beberapa praktik baik, biografi dan menulis non fiksi di sela-selanya. Crime-enthusiast, praktisi perlindungan anak, pejalan dan pemburu beasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Apa Kabar Perlindungan Anak di Abad Pertengahan?

14 November 2018   11:01 Diperbarui: 14 November 2018   11:07 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/dianpurnomo/

Pada sebuah kunjungan ke Kastil Muiderslot -- museum tertua di Belanda, pertanyaan itu secara serius ditanyakan Mike pada saya. "Can you imagine working as child protection specialist at that time, liefje? You'll never be home on time." Atau sesuatu semacam itu kira-kira.

Seperti layaknya seorang turis di negeri orang, begitu sampai di Muiderslot saya langsung mencari spot-spot foto terbaik yang bisa dipasang di Instagram. Langit mendukung, kamera nggak terlalu buruk, wajah cerah karena masih pagi. Wonderful, gitu kata teman saya.

Begitu memasuki area kastil, kami memilih untuk menempel pada pemandu wisata agar mendapat lebih banyak cerita. Ruang pertama yang kita masuki adalah sebuah ruang makan. Sebuah meja panjang seperti yang sering kita lihat di film-film abad pertengahan, dua kursi bersandaran tinggi di kedua ujung, kursi bersandaran rendah di satu sisi memanjang dan kursi kayu ala babang bakso kaki lima di sisi memanjang yang lain.

Pak Pemandu meminta anak-anak berusia di bawah 16 tahun untuk berdiri berjajar di sebelah kursi bakso tadi. Lalu dia bercerita bahwa di jaman itu, anak berusia di bawah 16 tahun tidak diizinkan makan sembari duduk. 

Kemudian saya baca di buku sejarah kastil ini, bahkan anak-anak tidak diizinkan berbicara sepanjang waktu makan. Mike benar. Perjuangan teman-teman dan saya yang pertama adalah melakukan advokasi agar para raja mengizinkan anak-anaknya duduk ketika makan bersama.

Lalu ruang berikutnya yang kita kunjungi adalah dapur dan ruang pertemuan yang juga biasa dipakai sebagai ruang pengadilan, ruang pengambilan keputusan jika ada masalah yang harus diputuskan oleh raja. 

Tidak banyak hal berkaitan dengan anak di kedua ruang ini. Hanya saja saya agak risih dengan lukisan-lukisan di ruang pertemuan yang menggambarkan pesta-pesta ketika itu. Makanan dan arak terhidang di meja-meja dengan berantakan. 

Para perempuan berpakaian sehelai dua di cuaca yang dingin. Bagaimana saya tahu kalau dingin? Karena dalam lukisan tungku penghangat ruangan menyala dan para laki-laki memakai pakaian lengkap. Ah... ini perjuangan yang lain lagi.

Ruang terakhir yang kita datangi adalah kamar tidur. Sebuah ruangan besar dengan tungku penghangat ruangan, satu set meja dan kursi layaknya di ruang tamu, sebuah tempat tidur yang ukurannya tidak lebih dari tempat tidur saya yang 160200 cm, box bayi, dan beberapa lemari.

Anak-anak sangat kritis bertanya. "Dimana anak-anak tidur, kalau kasurnya hanya satu?" Pemandu menjawab bahwa raja, ratu dan anak-anaknya tidur di tempat tidur itu. Mulut anak-anak ternganga. Lalu dia melanjutkan, pada masa itu orang meyakini bahwa darah mengalir dari kepala ke bawah. Manusia bisa hidup dan berpikir karena darahnya masih ada di atas. 

Mereka tidur dalam keadaan duduk untuk mempertahankan darah tetap di tempat yang lebih tinggi dibanding bagian tubuh lainnya, sehingga mereka masih bisa hidup keesokan harinya. Itulah mengapa, tempat tidur sekecil itu cukup untuk tujuh anak beserta raja dan ratu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun