Mohon tunggu...
Dian Prilies
Dian Prilies Mohon Tunggu... -

Tidak susah mencari penyegaran hati dan pikiran...."Menulis saja"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Mau Mati Saja….

24 Mei 2012   05:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:53 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adelia, 14 tahun, cantik, pintar dan periang. Selalu masuk tiga besar peringkat di sekolahnya, ilmu sosial, eksakta, bahkan olah raga semua di lahapnya, gadis itu…tepatnya “ABG” itu berbadan jangkung dan unggul di team bola basket sekolah. Apanya yang kurang? Secara fisik cowok-cowok yang berusia sebayanya memberipoin 9, fantastic, mempesona dan menjadi rebutan. Apa kata Adelia? “ cowok – cowok itu semua norak “ tapi ada seorang yang tidak norak…ia membatin dan selalu sumringah bila mengingat lekuk wajah cowok idamannya. Siapa Adelia? Selain fisik poin 9 dan otaknya juga mumpuni, ia berasal dari rahim seorang Ibu yang karirnya mantap di salah satu perusahaan ternama, ayahnya adalah pengusaha batu bara. Duit jajannya jelaslah di atas rata-rata.

“ tante….” Aku mencari arah si pemilik suara “tante…tante…” oh itu dia rupanya, Adelia, anak Nena sahabatku, hari ini aku menjemputnya di sekolah karena siang tadi dia SMS pengen ketemu, mau curhat katanya. Ceritanya aku ini adalah tempat curhat yang lebih tepat dibanding mamanya, macam-macam topik curahan hatinya, tentang kesukaannya pada warna merah, tentang kebanggannya karena menjadi murid kesayangan guru, tentang kesuksesannya mengalahkan lawannya dalam lomba cepat tepat antar sekolah sampai tentang kesedihannya karena teman-temannya banyak yang sirik kepadanya.Terutama yang cewek-cewek. Katanya aku lebih bisa memahaminya dan selalu mendukungnya, itu menurutnya lho….intinya kami cukup dekat dan akrab. Mamanya sih senang-senang saja dengan kedekatan kami, dengan alasan yang tidak cukup sederhana bagiku “dari pada Adelia curhat sama teman cowoknya? Mending sama kamu dong…” nah….jadi dilema buatku karena Adelia kali ini pasti curhat tentang cowok taksirannya, ABG itu memang tidak curhat kepada lawan jenisnya, tapi curhat kepadaku tentang seseorang, dan seseorang itu adalah "cowok".  Jadi Topik kali ini adalah tentang cowok yang di taksir Adelia. Baiklah….

“kita kemana Adelia”

“ke Black Canyon yang di mall aja yuk, Tante pasti belum makan siang kan? “

“Iya…tapi kan disana pilihan menu maksinya gak banyak…”

“eehhhmmmm…Tante maunya dimana?, yang penting di mall ya tan…please…”

“iya deeh…” aku mengalah karena kerlingan mata Adelia, sekali-kali kemauan ABG ini boleh juga dituruti, padahal aku paling males cari parkiran di mall. Aku menyempatkan SMS ke Nena mamanya, kalau anaknya lagi makan siang bareng diriku, kali aja Nena nyariin karena anaknya lambat pulang kerumah, walaupun aku ragu, karena Nena begitu sibuk akhir-akhir ini, ketemu anaknya paling malam hari, itupun ngobrol sekedar basa-basi. Beruntunglah Nena, karena Adelia diberikan otak yang cerdas dan bertalenta, segala bentuk materi yang diberikan tidak berujung sia-sia, aneka prestasi di ukir Adelia dan Nena memberikan cukup kepercayaan kepada Adelia yang masih berumur 14 tahun.

“Tante…namanya Dido, dia pelatih basket Adel, sekolah di SMA 19”.

Adelia tidak sabar memulai ceritanya, ketika pesanan makan siangku sudah siap untuk di santap. Hmmm rupanya si cowok itu dan Adelia tidak satu Sekolah, Dido SMA, dan Nena SMP. Lalu? Aku terus mendengarkan penjelasan dari Adelia mengenai profil Dido, mendadak aku merasa menjadi seperti ABG lagi. OMG.

“Dido itu perhatiaaaannn banget sama aku tan, awalnya Adel ngerasa biasa-biasa aja, tapi semakin kesini kok kayaknya Dido tuh semakin baik sama Adel, oh ya tan…Dido pernah beliin Adel coklat lho, pokoknya Adel sukaaa banget sama Dido.”

Aku masih fokus menyelesaikan urusan sepiring nasi campurku, kubiarkan Adelia terus berkicau, kalau ku tanggapi bisa-bisa makananku melesat masuk ke saluran pernapasan bukannya lari ke lambung, Ah…Adelia tengah berbunga-bunga, dasar ABG.

“trus tante…malam minggu lalu, Dido nembak Adel, trus Adel bilang iya…trus Dido memegang tangan Adel…”

Uhuk huk huk….arghhhhh…..jadinya aku keselek dibuatnya, whaaaaattt? Jadian? pegangan tangan?

“Tante…ini di minum dulu”.

“Makasih Adel….jadi kamu jadian?, umur Adel sekarang berapa?”

“14 tahun tante”

“Tau gak, 14 tahun itu masih sangat di bawah umur buat pacarannnn.... Adel….”

“idiiiiih tante….Adel kan udah bukan Balita lagi, umur Adel memang masih 14 tahun, tapi kan pikiran Adel sudah lebih dewasa di banding teman-teman Adel yang lain, Adel janji, pacaran gak akan mengganggu pelajaran, Adel akan tetap jadi yang terbaik, pokoknya tante jangan ragu deh”.

Siang yang luar biasa, Adel yang merasa sudah dewasa, Adel yang jatuh cinta , Adel yang merasa sudah pantas buat pacaran, Adel yang berjanji tetap akan menomor satukan pelajarannya, dan kini aku yang khawatir, ngeri dengan pergaulan anak-anak saat ini, aku yang tidak akan pernah percaya Adel bisa menjaga dirinya. Dan si Dido? Siapa cowok itu?, ah…Nena harus tahu perkembangan ini.

Pertemuan dengan Adel diakhiri wajah Adel yang cemberut, aku menasehatinya dengan panjang kali lebar. Adelia ngotot bahwa Dido adalah cowok yang baik dan akan selalu menjaga dan mendukungnya, dan dia berjanji kalau Dido macam-macam akan langsung diputusin.

3 Bulan berikutnya….

Seperti biasa pagi hari sebelum bekerja, aku membuka kabar terkini di media online, lumayan untuk menambah nuansa cakrawala berpikir. Banyak kejadian-kejadian mengejutkan dan pendapat yang kontroversi, ada kecelakaan lalu lintas, ada berita kurs Rupiah menguat, ada pula berita selebrity yang akan menikah dan resepsi pernikahannya akan ditayangkan secara langsung. Teringat dulu, ketika anak Bapak Presiden Menikah dan seluruh TV nasional memberitakan, banyak opini yang muncul di jejaring sosial, tanggapan negative, bahwa pemberitaan itu terlalu berlebihan, katanya masih banyak informasi lain yang lebih penting. Lantas? Bagaimana dengan berita Perkawinan selebriti? Siaran langsung pula. Masyarakat begitu menikmatinya, ah…apapun itu, itulah kenyataannya. Di tengah asiknya aku menjelajahi media berita online, Handphoneku berbunyi, Adelia calling. Ada apa ya…3 bulan aku tidak pernah bertemu, karena aku sudah pindah lokasi kerja, kebagian jatah di musim mutasi karyawan J. Jangankan bertemu, nelpon atau smsan dengan Adelia tidak pernah, aku hanya rajin berkomunikasi dengan Nena, sempat beberapa kali menanyakan kabar Adelia dan katanya baik-baik saja.

“Halo Adel…Apa kabar sayang…halo….halo…Adel…?”

Firasatku buruk, lawan bicaraku tidak bicara.

“Adel…kenapa sayang?, sesuatu terjadi?”.

“Tante…..aku pengen ketemu”

“Tante jauh sayang, gak bisa bicara sekarang saja?, tante punya waktu kok”.

“Gak bisa lewat telpon, Adel harus ketemu tante…”

“Oh….hmmmmmm...oke…oke...tante harus cek pesawat dulu”.

Tanpa kompromi, sepertinya situasi sedang genting, Adelia sedang menghadapi sesuatu yang buruk, batinku mulai menerka ada apa sebenarnya, apakah ada hubungannya dengan Dido?. Semoga tidak, tapi sepertinya Iya…ah…entahlah.

Singkat cerita, aku di antarkan ke Makassar melalui penerbangan paling akhir, tujuanku hanya satu, Rumah Nena. Sesampainya di rumah Nena aku langsung di sambut oleh pelukan erat Adelia, memang ada yang aneh, Adelia menangis. Kutanyakan dimana Nena, ternyata sedang Dinas luar kota, papanya juga sama. Tinggallah malam itu hanya Adelia dan Bibi Rum yang sedang asik nonton sinetron. Adelia memboyongku ke kamarnya. Kamar ABG itu diisi oleh perabotan ABG, puluhan boneka dan ada foto seorang laki-laki muda. Itu pasti foto Dido pikirku.

“Tante…..maafin Adelia”

Semakin Adelia banjir air mata, semakin aku bingung, tangisannya semakin menjadi jadi, dan aku semakin resah.

“Tante….Adel…Adel…Adel…” Adel memulai dengan sesunggukan. Tangisnya belum juga mereda.

“iya Adel kenapa sayang?”

“Lihat ini tante…”.

Adel merogoh saku celananya, dan menyerahkan sesuatu kepadaku. Sesuatu itu adalah test pack, dan sesuatu itu menunjukkan dua strip merah dan sesuatu itu menunjukkan bahwa Adel positif H.A.M.I.L.

Aku terdiam, takjub, hatiku menolak untuk mempercayai penglihatanku, 14 tahun Adelia…oh tidak, dia baru berulang tahun ke 15 bulan kemarin, dan anak 15 tahun dihadapanku ini tengah berbadan dua alias hamil. Adel berkata lirih.

“tante……aku mau mati saja…”.

Lalu aku masih dalam diam. Pandanganku terpaku pada Throphy Indah yang di pajang di sudut kamar. Trophy itu bertuliskan “Juara 1 – Adelia”.

***********

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun