Baik secara sadar maupun tanpa disengaja, banyak orang tua memberi anggapan bahwa tugas mencerdaskan anak sepenuhnya merupakan tugas guru dan institusi pendidikan. Sehingga mereka seenaknya asyik dengan profesi masing-masing tanpa punya peduli bagaimana pendidikan si anak.
Meski cuek, namun orang tua sibuk tadi menitipkan harapan demi harapan tanpa kepedulian pada anaknya. Si anak harus begini, mesti jadi seperti ini, kelak besar punya profesi mapan, dan lain sebagainya. Saat anak mengalami kegagalan, memusnahkan harapan orang tuanya, yang pertama kali dilakukan orang tua ialah menyalahkan guru dan institusi pendidikan.
Semahal apapun sebuah institusi pendidikan, seprofesional bagaimanapun seorang guru, secakap gimanapun akreditasi sekolah, tugas utama mencerdaskan anak tetaplah berada di tangan keluarganya sendiri. Itu sebabnya, kadang bahkan banyak siswa yang sekolah di tempat biasa saja justru memiliki prestasi lebih cemerlang ketimbang siswa sekolah terbaik.
Ketika orang tua menyadari, bahwa saat ia dikaruniai anak maka tugasnya adalah mendidik anaknya, bukan hanya menitipkan anak pada sarana pendidikan, maka di dunia ini tidak akan ada anak yang gagal.
Pengaruh orang tua sangatlah besar dan positif bagi anak. Terutama untuk membentuk akan seperti apakah si anak yang nantinya menjadi generasi emas bangsa. Saat orang tua telah mengerti tanggung jawabnya, maka ia mengkondisikan lingkungan keluarga yang kondusif untuk anak. Keluarga tak boleh pasif melainkan harus aktif dalam pendidikan anak.
Mengapa demikian?
Dalam usia prenatal habitat pencerdasan seorang anak sepenuhnya terletak pada Ibu. Usia prasekolah, kecerdasan anak ditentukan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Beranjak ke usia sekolah, anak akan cerdas saat keluarga, sekolah dan lingkungan sosialnya memberi dukungan penuh.
Mengharapkan anak cerdas hanya dari sekolah ataupun institusi pendidikan tanpa supportluar biasa dari keluarga hanya berupa angan yang tidak mungkin jadi kenyataan.
Opini ini merupakan buah pikiran murni dari Dian Pertiwi Joshua, Mahasiswi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang diikutsertakan dalam Lomba Jurnalistik Pendidikan Keluarga Tahun 2016 dengan tema, “Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak.” Kompetisi ini diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H