Deburan ombak, kicauan burung, cahaya senja, dan hembusan angin menyapaku bersama rindu. Sudah dua tahun aku menunggu tanpa ada kabar yang sampai padaku. Entah yang sebaliknya merasakan yang sama sepertiku atau tidak. Entah yang sebaliknya masih mengingat semua ucapan itu atau tidak.Â
Jelas-jelas aku menyimpan rapi semuanya di kepala. Ingin rasanya aku menyelam, melewati samudera hingga aku bisa bertemu dengannya. Setelah itu, aku akan mengucapkan beribu kata yang mungkin membuatnya menggelengkan kepala.
Sekian purnama aku mengumpulkan banyak tanya untuknya. Ingin rasanya membongkar semua cerita tentang dirinya yang sempat menghilang tanpa kabar.Â
Ingin tahu apa yang dia rasakan, ingin tahu apa yang dia lakukan, ingin melihat pula bagaimana perasaan yang dia sampaikan untukku dua tahun lalu. Apakah perasaan itu masih sama? Ataukah sudah berubah dengan melabuhkannya pada yang baru?
***
Dua tahun lalu.
"Antya, kamu punya waktu luang?" pertanyaan yang membuat aku berpikir sejenak untuk menjawabnya.
"Kayaknya enggak. Aku mau lembur hari ini, banyak artikel yang harus aku siapin," kataku sambil merapikan meja sebelum pergi ke kantin.
"Maksudku bukan nanti malem, tapi sekarang. Kamu mau makan siang, kan?"
"Em iya, sih, tapi aku mau makan bareng sama temen-temen. Kenapa emang?" tanyaku.
"Gak apa-apa, tadinya pengin makan bareng aja. Udah lama gak pernah makan bareng sejak kita lulus SMA," katanya sambil berharap.
"Kalau misalnya gak penting banget, lain kali aja deh, Ken. Maaf banget, ya. Bukannya gak mau, tapi aku udah punya janji. Jadi, aku tinggal dulu ya!"
Aku berjalan meninggalkan Kenzo yang masih berdiri di depan pintu ruangan timku. Saat ini aku tidak ingin berharap lagi dengan tingkah baiknya kepadaku. Kenzo tetaplah Kenzo yang menganggap aku sebagai rekan kerja dan teman dekat SMA-nya dulu. Perasaan yang aku simpan untuk Kenzo mungkin harus dikikis secara perlahan. Hatiku butuh penjelasan, tidak ingin menggantungkan sebuah harapan.
Namun selama makan siang bersama Rera, pikiranku terbayang ajakan Kenzo untuk makan bersamaku. Pikiranku terbayang-bayang oleh Kenzo yang sepertinya ingin berbicara hal serius. "Tapi, mau bilang apa?" celetukku saat menyimpan garpu ke atas piring.
"Heh! Kenapa coba tiba-tiba bilang kayak gitu? Mikirin apa, sih?" tanya Rera, sahabatku.
"Gini Re, si Kenzo tuh tadi ngajak makan siang bareng, tapi ditolak, hehe. Makanya sekarang jadi kepikiran, selain makan siang kayaknya dia juga mau bilang sesuatu."
"Ya elo lagi! Lo tuh gimana, sih, katanya sayang tapi giliran diajak makan bareng lo gak mau, hadeh labil," kata Rera sambil memotong daging.
"Re, gue kan gak mau kalau hari ini. Lo tau sendiri gue lagi badmood."
Rera mengunyah makanannya dengan cepat dan bilang, "Lo kalau ngerasa pengin tau apa yang akan dia bilang, lo samperin aja. Daripada nanti lo nyesel, ntar ngedumelnya ke gue lagi."
Tanpa pikir panjang, seolah ada yang menarik tubuhku untuk pergi, akhirnya aku pun pergi menemui Kenzo. Di sana, Kenzo terlihat sedang mengaduk minuman yang dipesan. Niat hati ingin menghapus perasaan untuknya secara perlahan, tapi rasa-rasanya tidak ingin kuhapus secepat itu. Menghampiri tempat duduknya, membuat aku tidak sanggup dan ingin memejamkan mata. Tapi, aku pasti bisa.
"Eh, Antya? Katanya tadi makan bareng sama temen?" tanyanya ketika aku menghampiri tempat duduk yang berada di ujung restoran.
"Hehe, iya, aku ke sini mau nyamperin kamu. Gapapa, kan? Takutnya ada hal yang mau dibicarain. Soalnya tadi kayak mau bilang sesuatu gitu," kataku.
"Bagus, aku emang mau bilang hal penting ke kamu, Antya. Sini duduk, canggung banget kayak ke siapa aja," sambil sedikit tertawa dan menyodorkan kursi.
Setelah duduk, aku dan Kenzo mulai mengobrol banyak hal. Kami memang teman satu SMA dulu dan salahnya aku malah menyukainya. Entah mengapa saat bersama Kenzo, aku merasa sangat nyaman dan aman. Ingin sekali menghapus rasa ini, tapi sudah kubilang bahwa aku tidak bisa menghapusnya dengan cepat.Â
Memang benar, aku dan Kenzo bekerja dalam kantor yang sama, tapi kami jarang mempunyai waktu berdua. Aku dan Kenzo selalu disibukkan dengan pekerjaan yang melelahkan. Mungkin saat ini, waktu satu jam tidak akan cukup untuk menghabiskan waktu bersama Kenzo. Namun, harapanku semoga waktu singkat ini menjadi hal yang tidak terlupakan.
"Selama ini, aku menyimpan baik-baik perasaanku, Antya," Kenzo sedikit menjeda pembicaraannya. Jujur aku sangat gugup, ingin kupejamkan mataku saat Kenzo melanjutkan kalimatnya, tapi aku tidak bisa. Aku harus menatapnya.
Satu tarikan napas yang dalam, Kenzo melanjutkan kalimatnya, "Kalau aku deket sama kamu, entah kenapa aku ngerasa nyaman. Mungkin aku emang telat menyadari persaan ini, tapi lebih baik telat daripada tidak disadari sama sekali. Maaf kalau beberapa waktu yang lalu aku selalu memperhatikan kamu dalam diam. Ternyata, aku menyukai perempuan yang ada di depanku sekarang," katanya sambil menatapku.
Aku terdiam, tubuhku mungkin sedikit telat merespons perkataan Kenzo. Tapi, APAKAH INI BENAR? tanyaku dalam hati. Kenzo, seseorang yang cuek dan dingin tidak kusangka mengatakan kalimat pernyataan ini. Selama ini, kupikir hanya aku yang merasakan kenyamanan itu. Ternyata, dia merasakan hal yang sama. Baguslah kalau begitu, artinya aku tidak mencintai secara sepihak.
"An... Kamu kenapa? Maaf kalau perkataanku barusan bikin kamu kaget. Aku gak minta jawaban dari kamu, kok. Aku cuma pengin bilang itu aja," katanya sambil heran menatapku.
Aku hanya tersenyum tanpa mengucapkan satu kata pun. Masih tidak percaya jika itu yang Kenzo katakan. Untung saja Rera menyuruhku untuk menemui Kenzo. Kalau tidak, aku tidak akan tahu pernyataan ini.Â
Sebetulnya aku ingin berlama-lama bersama Kenzo, tapi waktu istirahat makanku sudah habis. Aku segera berpamitan dengan Kenzo dan mengucapkan terima kasih. Lain kali, aku akan senang jika diajak menghabiskan waktu bersama.
Namun setelah hari yang singkat itu, Kenzo benar-benar menghilang tidak ada kabar. Di kantor tidak ada, dihubungi tidak bisa. Satu minggu, aku merasa khawatir terjadi sesuatu padanya. Dua minggu, aku semakin khawatir mencari keberadaannya, tapi tidak ada satu orang pun yang mengetahui di mana dia berada.Â
Hingga dua tahun kemudian, hari yang kujalani terasa kosong tanpa adanya Kenzo. Aku sudah lelah mencari keberadaannya, keluarganya pun sama sekali tidak bisa dihubungi. Kecewa? Tidak, sama sekali tidak. Aku hanya khawatir terjadi sesuatu padanya. Hilang tanpa ada kabar.
"An!" panggil salah satu anggota timku.
"Iya?" kataku sambil membawa segelas kopi.
"Tadi ponsel kamu bunyi, ada telepon dari nomor yang gak dikenal,"
"Oh, iya, aku lupa bawa! Makasih ya, mungkin itu dari temenku," kataku sambil duduk dan mengecek ponsel. Benar saja, ada yang meneleponku dari nomor yang tidak dikenal. Siapa, ya? Kelihatannya nomor dari luar negeri. Aku kembali bekerja menyelesaikan beberapa artikel yang harus diunggah hari ini. Sekali lagi, ponselku berdering, aku segera mengangkatnya.
Akhirnya, suara orang yang selama ini aku nantikan terdengar jelas di telinga. Terasa dekat, tapi nyatanya jauh. Terasa mimpi, tapi ini nyata. Kenzo menjelaskan semua yang terjadi padaku setelah hari singkat itu. Dia harus pindah ke luar negeri bersama orang tuanya untuk menjalani pengobatan sang ayah.
"Maaf, An, aku dulu gak ngabarin kamu. Saat itu keadaan mendesak, ayah semakin drop. Ponselku hilang, pokoknya bener-bener hari terkacau. Niatnya aku pengin ketemu kamu, tapi ternyata Tuhan belum mengizinkan. Semoga kamu menjalani kehidupan yang bahagia selama dua tahun ke belakang, An. Dulu, aku pernah pulang ke sini untuk ngurus perpindahan dan ngambil sebagian barang, terus pergi ke sebuah restoran dekat kantor dan liat kamu sama satu orang. Keliatannya kamu sangat bahagia, makanya aku memutuskan untuk gak nyamperin kamu," katanya.Â
Aku menyesal, ternyata saat aku mencurahkan isi hati dengan teman kantorku yang cukup dekat saat itu, Kenzo ada di sana. Pantas saja aku merasa ada yang memperhatikan.
"Antya, maaf, mungkin ini adalah kabar bahagia, tapi mungkin bisa jadi kabar yang menimbulkan luka. Satu minggu yang akan datang, aku akan meminang perempuan berdarah Italia," Kenzo berhenti sejenak, seolah tahu apa yang aku rasakan. Benar, sangat sesak hati mendengarnya. Selama dua tahun aku bertanya-tanya, berharap, bermimpi akan jatuh ke pelukannya, ternyata tidak. Kenzo sama sekali tidak akan menjadi milikku.
"Maaf Antya, aku kira kita akan bersama, ternyata waktu dan jarak membuat kita salah paham akan semua yang terjadi. Ini semua salahku karena tidak berusaha dengan keras untuk memilikimu. Mungkin sekarang aku berpikir bahwa kamu akan lebih bahagia bersama laki-laki yang selalu ada di samping kamu setiap saat, daripada bersamaku."
"KAMU SALAH, KENZO! Aku selalu nunggu kamu, nyari kabar kamu, bahkan aku sampai ngerasa gak ada artinya hidup tanpa kamu. Ngerti gak, sih? Selama dua tahun aku kira akan berakhir bahagia, ternyata enggak! Dering telepon dan suara yang selama ini aku harapkan, kukira pertanda baik, ternyata enggak!"
"Maaf Antya, kondisiku saat ini sangat kacau. Aku gak bisa pulang, aku gak bisa berusaha untuk memiliki kamu. Aku harap kamu selalu bahagia apapun keputusan kamu. Sebagai teman lamamu, aku gak mungkin ngebiarin kamu bertanya-tanya ke mana aku. Terima kasih, Antya, kamu pernah jadi tempat ternyaman bagiku," katanya. Tidak lama setelah itu, aku langsung menutup teleponnya dan pergi menemui Rera dan menceritakan semuanya. Benar, aku merasa kecewa saat ini.
Telepon itu ditutup dengan kesedihan. Penyesalan memang selalu di akhir, ya? Aku sangat menyesal hari itu tidak mengatakan hal yang sama kepada Kenzo bahwa aku pun sangat ingin memilikinya. Aku tidak tahu bahwa pada akhirnya kita tidak akan bersama. Kini, hanya luka dan sesal yang aku rasa.Â
Mungkin semesta mengajarkan kepada kita, bahwa jika tidak ingin menyesal, maka lakukan apa yang ingin dilakukan. Selagi kita bisa dan mampu melakukannya, kita tidak boleh menunda. Kita juga tidak bisa meyakini waktu yang tepat menurut kita adalah tepat. Justru, waktu yang sebenarnya tepat adalah menurut Yang Maha Kuasa dan terkadang menurut kita tidak tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H