Mohon tunggu...
Dian Nur Azizah
Dian Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dian Nur Azizah

Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Essai: Kepribadian Tokoh Utama dalam Teater Monolog "Bangkit" Karya Zaskia Tulhaya (Kajian Psikologi Sastra)

27 November 2021   11:30 Diperbarui: 27 November 2021   11:37 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Monolog adalah bagian dari seni drama dan ditampilkan dalam bentuk drama seseorang yang memerankan seseorang atau suatu karakter. Hal ini dilakukan dengan cara berdialog sendiri, seseorang yang akan melakukan monoloh harus bisa memahami dan mendalami karakter yang dimainkan dengan baik. Hal ini dapat mencakup gaya berpikir, gaya berbicara, aksen, gaya dan gaya Ada juga kepribadian tokoh yang akan dihadirkan dalam monolog tersebut.

Karakter merupakan gabungan dari beberapa hal yaitu watak, sikap, dan cara seseorang melakukan sesuatu. Karakter dapat dibentuk melalui 2 kali Sumber, yaitu internal dan eksternal. Dari dalam bisa belajar dari sikap, semangat dan Sifat adalah yang diperoleh sejak lahir, dan faktor eksternal meliputi: Lingkungan, asosiasi, pengetahuan dan pengalaman juga akan membentuk Karakter seseorang. Kedua hal ini akan menjadi karakter inti seseorang, hal Inilah yang juga bisa kita sebut kepribadian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud dan tipologi kepribadian. Bertujuan untuk membedah karakter tokoh tersebut, dilihat dari penokohan dan kepribadian tokoh utama dalam teater monolog 'Bangkit'. Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra yang ditemukan oleh Freud sekitar tahun 1890-an, dan mulai menjadi disiplin ilmu sekitar tahun 1900-an.

Menurut Minderop dalam (Yunia:2020) Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini. Dari beberapa tokoh psikologi seperti Jung, Adler, Freud, dan Brill yang telah memecahkan misteri tingkah laku manusia melalui teori psikologi, namun hanya Freud yang secara langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian disublimasikan ke dalam bentuk penciptaan karya seni.

Terdapat empat tipe kepribadian tersebut mempunyai ciri masing-masing sebagai berikut: (a) koleris: hidup penuh semangat, keras, hatinya mudah terbakar, daya juang besar, pemberani, optimistis, garang, mudah marah, pendendam, serius, bertindak cepat, aktif, praktis dan berkemauan keras. Sering merasa puas terhadap dirinya sendiri dan tidak perlu bergantung pada orang lain.

Cara berpikirnya sistematis, dan oportunis; (b) melankolis: mudah kecewa, daya juang kecil, mempunyai sifat analitis, rela berkorban, berbakat, perfeksionis, pendiam dan tidak mau menonjolkan diri, muram, pesimistis, penakut, kaku, serta memiliki emosi yang sangat sensitif. Mempunyai sifat pembawaan yang introvert, tetapi karena perasaanperasaannya lebih menguasai dirinya, maka keadaaan hatinya cenderung untuk mengikuti perasaan hatinya yang berubah-ubah; (c) phlegmatis: tenang, tidak suka terburu-buru, santai, sukar marah, tidak mudah dipengaruhi, setia, dingin, dan sabar. Berbicara singkat namun mantap, rajin, cekatan, memiliki ingatan yang baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa banyak bantuan orang lain; (d) sanguinis: naif, spontan, mudah berganti haluan, ramah, mudah bergaul, hangat, bersemangat, lincah, periang, mudah senyum, tidak mudah putus asa, dan "menyenangkan".

Tokoh 'Aku' adalah seorang anak perempuan yang masih duduk dibangku sekolah. Dalam monolognya, tokoh 'Aku' dalam keadaan rasa malas dan putus asa akan tugas sekolah yang dihadapinya. Namun disaat dirinya merasa malas, ada terbesit pikiran untuk melawan rasa malas agar dirinya maju di masa depan. Dirinya mengingatkan untuk bangkit dari rasa malas, karena dirinya tau jika rasa malas selalu dituruti akan menjadi seorang yang mudah putus asa dan tidak akan ada kemajuan dalam dirinya.

Dalam naskah ini, dirinya terkesan egois karena tidak mau mengerjakan tugas sekolah yang diberikan oleh sang guru, padahal sebenarnya tugas sekolah adalah kewajiban murid untuk mengerjakannya. Sebagai anak muda penerus bangsa, dirinya berusaha bangkit dan melawan rasa malas, dirinya berikir jika banyak anak muda penerus bangsa yang malas, bagaimana jika nanti terjadi perang tidak ada pemimpin dan rakyat yang berani. Di satu sisi, sifat seperti ini adalah sebuah sikap yang akan merugikan diri sendiri dan orang di sekitarnya, karena hanya menggunakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat seperti main game seharian, akhirnya dirinya tidak berguna bagi orang sekitar dan hanya menjadi beban bagi orang-orang di sekitarnya.

Terdapat id, ego, superego dalam diri "Aku". Dorongan id pada diri "Aku" ditandai ketika ia merasa sebal dengan adanya tugas sekolah yang diberikan oleh sang guru. Respons ego ditandai ketika ia merasa malas dan berpikir untuk tidak mengerjakan tugas tersebut. Respon superego ditandai ketika tokoh "Aku" bangkit dan mengingat jika dirinya malas maka tidak akan ada kemajuan bagi dirinya dan akan menjadi seorang yang mudah putus asa. Dari penjabaran analisis penokohan tokoh "Aku" oleh penulis, dapat dilihat bahwa "Aku" bukanlah seseorang dengan kepribadian melankolis tipe kepribadian yang berwatak pesimis dan daya juang kecil.  Seperti halnya manusia, tokoh-tokoh dalam sebuah kisahan pun memiliki banyak sifat. Pada analisis sebelumnya, penulis telah menganalisis sifat-sifat tokoh "Aku", tokoh utama dalam monolog ini yang dikategorikan ke dalam kepribadian korelis.

Dari hasil analisis, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Pertama, ada tokoh utama 'Aku' ditemukan lima sifat optimis, daya juang besar, bertindak cepat, tidak mudah putus asa, dan hidup penuh semangat. Kedua, dorongan id pada diri "Aku" ditandai ketika ia merasa sebal dengan adanya tugas sekolah yang diberikan oleh sang guru. Respons ego ditandai ketika ia merasa malas dan berpikir untuk tidak mengerjakan tugas tersebut. Respon superego ditandai ketika tokoh "Aku" bangkit dan mengingat jika dirinya malas maka tidak akan ada kemajuan bagi dirinya dan akan menjadi seorang yang mudah putus asa. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada keseimbangan antara id, ego dan superego yang dialami tokoh "Aku". Dari analisis kepribadian tokoh utama 'Aku', ditemukan pula tipe melankolis dalam diri tokoh "Aku".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun