Hari-hari itu sempat membuat saya merasa begitu tersiksa. Berbagai bentuk hukuman atas suatu pelanggaran terasa sangat menghantui. Paranoid, saya takut ulah orang lain membahayakan saya, ini sebenarnya secara tidak langsung mengenai ketakutan akan hukuman, begitu ketakutan. Saya harus mengontrol berbagai tindakan dan setiap saat bersikap waspada pada siapa saja, senantiasa berusaha memutar otak menghindari jasus.hahaha Namun itulah, menjadi suatu ironi akhirnya ketika saya justru sangat merindukan tempat itu sekarang. Yang dulu kubenci yang sekarang kusayangi. Mungkin demikian yang dimaksud Ellis Red (tokoh yang dimainkan Morgan Freeman dalam film legendaris The Shawshank Redemption) sebagai ‘diri yang sudah terinstitusi’. Tempat yang kita benci akhirnya pelan-pelan bisa kita terima. Dalam jangka panjang kita merasa menjadi bagian dari tempat itu, begitu juga, tempat itu jadi bagian dari diri kita. Seperti saling membetuk satu kesatuan keduanya saling memelihara keutuhan masing-masing antara kita dengan tempat itu. Merasa nyaman dan mapan, kita sudah tidak punya bayangan akan hadirnya tempat baru yang bisa menerima kita lebih baik dari tempat kita sebelumnya. Tahun-tahun pertama yang penuh ketidakbetahan di pondok akhirnya lambat laun menjadi sebuah kesenangan di tahun-tahun terakhir. Dari hari-hari pertama yang sangat menjemukan akhirnya saya jalani hingga 6 tahun lamanya.
Hidup disana mengajarkan saya banyak hal. Dari ilmu pengetahuan sampai ilmu kehidupan. Dari luasnya samudera Islam (mengingat pondok tak pernah mengajarkan kami untuk condong pada mahzab tertentu, dengan ilmu yang diberikan kami dipersilakan memilih), nilai-nilai kemandirian, mengenal perbedaan individu, bagaimana berteman dan bersahabat, mengembangkan minat dan bakat, hingga belajar mengenai dinamika politik dan berorganisasi meskipun dalam lingkup kecil organisasi pelajar.
Selesai membaca Negeri 5 Menara seperti dibangunkan dari mimpi. Serasa baru kemarin. Namun tak dinyana ternyata sudah hampir 10 tahun berlalu.
Pada akhirnya, novel ini layaknya sebuah buku kenangan buat saya. Berisi kumpulan kisah nostalgia yang tidak sempat saya tuliskan namun senantiasa saya simpan pada satu ruang di hati. Tentang tempat dan saat dimana saya habiskan sebagian masa muda saya, dengan berbagai kemanfaatan, tanpa penyesalan dan kesia-siaan.
11 Pebruari 2012 – PPMI Assalaam dalam kenangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H