Kecerdasan emosional satu dari kecerdasan majemuk yang dimiliki anak. Goleman menetapkan kecerdasan ini dengan menitikberatkan pada kecerdasan personal, baik intrapersonal maupun interpersonal.
Banyak kasus ditemukan jika seorang anak mengalami hambatan pada kecerdasan emosional maka dapat dipastikan mengalami kesulitan dalam mengelola memori, pemahaman dan terkendala dalam membuat keputusan meskipun sederhana.
Candace dalam Given menyebutkan bahwa tubuh sebagai wadah berbagai fungsi sistemik terhubung langsung dengan otak melalui emosi. Sehingga keterhubungan ini dapat memasok ketersediaan energi dalam mendukung prestasi akademik, kesehatan dan kesuksesan pribadi anak. Tambahan dalam tulisannya disebut bahwa semua aktivitas hidup manusia dikendalikan oleh emosi.
Lalu bagaimana agar anak dapat mengelola emosional dengan baik sedari dini?
1. Â Dampingi tumbuh kembang anak secara berimbangÂ
Parents dapat memainkan peran sebagai Ayah dan Bunda dalam kehadiran yang nyata. Hadir sebagai penyeimbang kecerdasan intelektual dan emosional sekaligus.Â
Bagaimana jika satu diantaranya sudah tidak ada? Sosok dalam figur tetap dapat kita libatkan agar anak tetap merasa bersama sosok tersebut. "Ayah adik dulu bilang sama Bunda, Ayah bangga kalau Adik rajin belajar". Dengan demikian beberapa manfaat diperoleh, kehadiran meski tidak utuh dan penguatan karena Bunda termasuk orang yang sangat dipercaya. Repetisi setiap hari akan berpengaruh terhadap pola-pola emosi dalam diri anak.
2. Â Berikan kesempatan mengenyam pendidikan usia dini
Menurut UNESCO, anak usia dini digolongkan dalam rentang 0-8 tahun sedangkan di Indonesia sendiri melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 menetapkan anak usia dini pada 0-6 tahun.
Parents dapat memberikan kesempatan anak mengenyam pendidikan anak usia dini (PAUD) mulai usia 4 tahun. Dengan memberikan kesempatan ini anak memperoleh pendampingan oleh ahli pada periode emasnya.
Dimana pada masa ini perkembangan sel-sel otak sangat cepat dan kemampuan menyerap stimulus ekternal dirinya secara sengaja ataupun tidak sengaja sungguh baik.Â
Selain itu kesempatan ini memberikan peluang anak berbaur dengan anak lain seusianya. Anak akan belajar menyelesaikan tuntutan dan tekanan lingkungan dengan cara yang baik.
Seperti contoh ilustrasi di bawah ini ketika anak kita biarkan berjibaku dengan cat warna, orang tua atau pendidik tetap tenang dan tidak khawatir terhadap noda di baju, respon anak pun tenang dalam menyelesaikan aktivitas motoriknya. Orang tua atau pendidik dapat mengajarkan bagaimana membersihkan diri setelahnya. Menanggapi bahwa semua hal selama proses merupakan rangkaian pembelajaran. Memang butuh kesiapan fisik, psikis dan keluangan waktu dalam ini.
Sedikitnya 5 ranah kecakapan pada kecerdasan emosional yang diungkap Bar-On yakni 1) ranah intrapribadi dengan belajar mampu mengenal emosi diri, 2) ranah interpribadi dikenal dengan kemampuan berempati dan tanggung jawab sosial terhadap orang lain, 3) ranah penyesuaian diri, fleksibel dan mampu mendapatkan solusi dari sebuah masalah, 4) ranah penanganan stres, ketahanan menanggung stres dan pengendalian impuls dan 5) ranah suasana hati meliputi kebahagiaan dan optimisme.
Untuk itu karena kecerdasan emosional sangatlah kompleks, ada baiknya memang sangat disarankan untuk tidak dilewatkan. Hal ini sebagai upaya strategis pengembangan potensi sumber daya manusia di masa depan.
3. Â Kelola emosi dengan berolahraga
Penulis menemukan sebuah sumber menarik yang diungkapkan oleh dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, MPH mengenai aktivitas fisik yang dapat parents ajarkan dan lakukan rutin bersama anak, yaitu berenang. dr. Mesty menganjurkan olahraga berenang sejak usia 1 tahun dengan murujuk American Academy of Pediatrics (AAP).
Terdapat 4 manfaat berenang terhadap perkembangan anak meliputi 1) mengoptimalkan perkembangan otak, 2) menguatkan koordinasi dan fleksibilitas, 3) meningkatkan stamina, 4) menyenangkan dan menenangkan.
Tentu saja dengan memperhatikan kesiapan anak untuk belajar yang berbeda-beda. Parents perlu memperhatikan pula kematangan emosional, perkembangan fisik dan kenyamanan anak.
4. Â Pelukan 20 detik
Mumpung masih pagi nih saat merilis tulisan ini, kita absen dulu yuk siapa sudah peluk si kecil hari ini?
Sebuah studi pada bayi yang dipeluk selama kurun 3 bulan dengan durasi peluk 20 detik pada intensitas sering menunjukkan denyut jantungnya lebih rendah dan bayi merasa tenang serta nyaman.
Pelukan mengaktifkan hipotalamus yang memproduksi hormon oksitosin yang berperan dalam perkembangan emosi dan otak si kecil. Selain itu pelukan juga meningkatkan kelekatan dengan orang tuanya, memberi pikiran positif terhadap dirinya, serta meningkatkan daya tahan terhadap stres dan imunitas tubuh.
Si kecil akan menangkap rangsang kasih sayang dan secara sadar maupun tak sadar merespon dengan meniru perlakuan parents terhadap saudaranya, keluarganya dan teman-temannya.
Ada loh Ayah Bunda, anak yang hingga dewasa enggan memeluk salah satu orang tuanya karena tidak terbiasa, malu dan tabu rasanya.
Kiranya 4 langkah di atas sedikit diantaranya banyak model parenting yang ada. Kombinasi keempatnya tidak salah untuk diterapkan untuk mempersiapkan anak Indonesia yang cerdas secara emosional.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Semangat untuk membersamai si kecil dalam masa emasnya Ayah Bunda. Terima kasih sudah membaca. Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI