Pasar domestik menghadirkan industri produk halal yang berkembang pesat sejalan dengan peningkatan kesadaran atas konsumsi produk dan layanan halal.
Persaingan penjualan produk menuntut para penjual makanan dan minuman selalu berinovasi terhadap cita rasa, bentuk sajian serta nama produk yang diperjualbelikan. Ketiga aspek produk ini menjadi satu dari sebelas perhatian dalam pemberian izin sertifikat halal.
Aturan yang mengacu pada sebelas kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) pada HAS 23000 dan diperkuat oleh Surat Keputusan Direktur LPPOM MUI No. SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 memperkuat penjelasan nama dan bentuk produk yang tidak dapat disertifikasi halal.
Adapun penjelasan kriteria di atas sebagai berikut :
Pertama, merk/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau yang telah dinyatakan haram oleh MUI.Â
Contoh: nama yang mengandung nama minuman keras, nama binatang haram, sesuatu yang mengandung kata berkonotasi kekufuran dan kebatilan seperti setan, kuntilanak dan sebagainya.Â
Selain itu nama produk dengan konotasi erotis dan vulgar juga tidak dibenarkan untuk diberikan sertifikat halal.
Kedua, karakteristik/profil sensorik produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah pada produk haram atau yang telah dinyatakan haram oleh MUI.Â
Contoh : penggunaan angciu (arak fermentasi) pada beberapa masakan nasi goreng, capcay dan sebagainya.Â
Juga perasa dan aroma rum, yang berasal dari minuman beralkohol baik sebagai bahan tambahan roti, es krim dan sebagainya. Dilansir dari The Spruce Eats via Kompas.com, rum mengandung alkohol sekitar 40 %.
Ketiga, bentuk produk tidak boleh menyerupai hewan haram, bentuk dan label kemasan yang sifatnya erotis dan vulgar.
Selain audit sesuai kriteria SJH pada HAS 23000, LPPOM MUI juga akan memperhatikan aspek keamanan pangan, obat dan kosmetik sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.Â
Bagi pangsa pasar Internasional khususnya ekspor produk pada negara tujuan Uni Emirat Arab (UEA) dan negara lainnya, auditor halal akan memeriksa pemenuhan implementasi analisis titik kritis Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Kiranya para pelaku UMKM untuk berbenah dan memperhatikan berbagai aspek untuk memenuhi 11 kriteria dalam SJH.Â
Dalam rangka upaya mempersiapkan diri memperoleh sertifikat halal, sertifikasi dapat melalui kategori self declare untuk produk sederhana dan tidak berisiko.Â
Selain itu produk obat, kosmetik, bahan kimiawi, biologi, rekayasa genetika ataupun produk dengan pengawetan berteknologi dapat diperiksa oleh penyelia dan auditor halal.
Sumber bacaan dapat dilihat satu, dua dan tiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H