Mohon tunggu...
Diannita Harahap
Diannita Harahap Mohon Tunggu... Dosen - Microbiologist

Kepeminatan Biologi. Orang Batak yang lahir di Jayapura Papua dan digariskan takdir mengabdi di Aceh. Selamat datang di blog saya ya.. rumah sederhana, enjoy everyone.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kamera Selami Palung Laut 8 Kilometer Temukan Ikan Siput

4 April 2023   04:30 Diperbarui: 4 April 2023   04:31 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar istilah palung apa yang terbesit dalam pikiran kita? Kedalaman, berhimpitan antara dua daerah yang berdekatan, daerah yang cukup gelap tanpa cahaya? Ya, kita biarkan saja wawasan kita berkelana mencari definisi yang beragam.

Palung laut merupakan ekosistem laut dalam, kondisinya sangat sulit ditembus sinar matahari. Terhimpit diantara dua daerah bertekanan tinggi. Menjorok ke dalam seperti jurang-jurang laut dalam.

Beberapa populasi dapat hidup secara alami pada palung yakni ikan, pengurai dan predator. Sama-sama kita pahami bahwa alam menempa makhluk hidup untuk bertahan.

Bertahan hidup baik dalam kondisi tersedia faktor tumbuh maupun pada situasi tercekam. Awalnya tercekam, namun dengan adaptasi morfologi, fungsi tubuh (fisiologi) dan tingkah laku populasi tersedia seimbang.

Merujuk artikel yang terbit pada Kompas.com pada 7/3/2022, Indonesia memiliki 7 jenis palung pada ekosistem laut dalam tersebar di berbagai wilayah diantaranya Palung Weber, Palung Jawa, Palung Buton, Palung Sangihe, Palung Talaud, Palung Ternate dan Palung Timor. Kedalaman palung tersebut berkisar antara 3.310-7440 meter.

Temuan kehidupan di palung laut bukan yang pertama kali terdengar dan mencengangkan dunia. Terdahulu ditemukan kehidupan di Palung Mariana. Terbaru dikutip dari BBC Indonesia 2/4/2023  telah ditemukan Ikan Siput (Pseudoliparis belyaevi) di Palung Izu-Ogasawara, Jepang pada kedalaman palung 8.336 meter.

Gambar bergerak diambil dari sisi kapal DSSV Pressure Drop, perangkat kamera disambungkan dengan pemberat yang dilengkapi dengan umpan. Kamera dilepaskan ke kedalaman laut untuk membuktikan kehidupan di dalamnya.

Ikan ini dikenal sebagai hewan dengan kemampuan bioluminesensi, dapat memendarkan cahaya. Sebuah proses alamiah dari dalam tubuhnya oleh karena adanya enzim nuciferin, sehingga memungkinkan terjadi fenomena laut berkilau warna.

Melansir Integrated Taxonomic Information System itis.gov, telah disusun tata nama Ikan Siput (P. belyaevi) oleh Andriasev dan Pitruk pada tahun 1993. Berdasarkan data IUCN redlist via fishbase.se pada tahun 2022 ikan jenis ini masuk ke dalam spesies terancam punah.

Mengapa punah? Ilmuwan menjelaskan ini ada kaitannya dengan peningkatan suhu laut karena pemanasan global sehingga keberadaan ikan ini di kutub dipertaruhkan karena mencairnya es. Dalam situs ini juga menyebut ikan siput tidak berbahaya bagi manusia.

Laut dalam tidak dijangkau langsung oleh sinar matahari. Oleh sebab itu, energi bagi kelangsungan siklus kehidupan diperoleh dari sintesis kimia molekul di ekosistem itu sendiri. Dalam rantai makanan, Ikan Siput memakan Krustasea berukuran kecil.

***

Selain Ikan Siput, bagaimana dengan mikrobioma (mikroba) penghuni ekosistem laut dalam? Jurnal Microbiology Spectrum, memuat artikel mengenai hasil identifikasi jenis mikroba yang mendiami lapisan sedimen Palung Mariana. Dominan beberapa marga yang berhasil diidentifikasi diantaranya Nitrosopumilus (46,1 hingga 82,0%), Nitrosoarchaeum (6,7 hingga 20,2%), dan Nitrosotenuis (2,8 hingga 12,2%), sedangkan Euryarchaeota didominasi oleh Methanosarcina (0,9 hingga 1,9%).

Kelimpahan relatif Nitrosopumilus menurun dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan kecenderungan sebaliknya terjadi pada Nitrosoarchaeum dan Nitrosotenuis, karena lebih banyak ditemukan di lapisan dalam.

Seperti disampaikan di atas kondisi pada palung cenderung ekstrim pada tekanan tinggi. Mikroba tertentu saja yang tahan kondisi ekstrim begini. Dalam menjalankan peran sebagai pengurai, bahan organik maupun anorganik demi keberlanjutan siklus air.

Mengingat laut dengan banyak fungsi strategisnya bagi kehidupan manusia. Pun dengan berbagai seluk beluk keanekaragaman sumber daya di dalamnya. 

Manusia, sebagai pemimpin bagi zat lain di muka bumi. Hendaknya menahan diri untuk semakin banyak berbuat kerusakan.

Hanya dua komponen jejaring makanan dalam ulasan ini yang penulis bahas, antara ikan-mikroba dan lingkungan abiotiknya. Sungguh amat terbatas pikiran penulis. Terima kasih sudah membaca. Salam.

***

Selengkapnya bacaan merujuk pada satu, dua, tiga, empat, lima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun