Saya beri saran mereka untuk membuat terlebih dahulu rancangan kerja termasuk rancangan anggaran yang dibutuhkan untuk realisasi produk. Termasuk membuat desain poster padat informasi yang mudah dipahami warga.
Saya sarankan juga karena warga belum pernah mendapatkan pendampingan pengolahan limbah mengkudu menjadi biosida, mahasiswa dapat mengambil peran sebagai fasilitator pendampingan. Penyuluhan aplikasi biosida pada warga juga sebaiknya dilakukan mengingat masa tanam akan segera berlangsung.
Gambaran di atas satu dari strategi dalam mekanisme pembekalan kearifan lokal dan etika berkomunikasi dengan masyarakat. Poin pentingnya adalah informasi yang dibutuhkan untuk pengembangan program diperoleh dengan pendekatan sosiosaintifik.
Dengan berbaur dengan masyarakat, informasi mengenai akar masalah seistem pertanian desa dapat diperoleh. Dikatakan saintifik karena mengedepankan langkah berpikir ilmiah yang sistematis.
Terkait kearifan lokal yang membutuhkan pendekatan sosial masyarakat dapat melibatkan mahasiswa secara langsung turut serta dalam kegiatan.
Menurut penulis, pembekalan kearifan lokal dan etika kemasyarakatan wajib dipenuhi, bahkan melibatkan mahasiswa secara langsung pra kegiatan sejak observasi.
Sehingga tidak ada lagi anggapan mahasiswa kaku dan tidak berbaur. Enggan bersentuhan dengan sawah karena kotor dan sebagainya. Meskipun untuk menjadi penggerak komunitas membangun desa, tidak hanya melulu turun ke sawah.
Mahasiswa merdeka dengan potensi akademiknya dapat menjadi penyumbang gagasan dalam sistem pertanian modern yang ramah lingkungan. Bergeser ke arah yang lebih baik dari sistem pertanian tradisional dalam menghasilkan outcome berdampak.
Senyum masyarakat berdaya dalam desa binaan adalah harapan civitas akademika.
Terima kasih sudah membaca. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H