Mohon tunggu...
Diannita Harahap
Diannita Harahap Mohon Tunggu... Dosen - Microbiologist

Kepeminatan Biologi. Orang Batak yang lahir di Jayapura Papua dan digariskan takdir mengabdi di Aceh. Selamat datang di blog saya ya.. rumah sederhana, enjoy everyone.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Biofilm Permukaan, Populasi Jamur Mikroskopis Bisa Apa?

18 Maret 2023   08:22 Diperbarui: 18 Maret 2023   08:29 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melestarikan warisan budaya merupakan implementasi membangun martabat dan identitas bangsa. Apalagi jika warisan budaya tersebut diakui sebagai satu dari keajaiban dunia yang ada. Kelestarian situs budaya sebagai bentuk tekad menjaga sejarah bangsa.

Candi Borobudur satu diantara cagar budaya yang ada di Indonesia, pernah tercatat sebagai tujuh keajaiban dunia. Candi tersusun atas batu-batuan Andesit. 

Batu jenis ini memiliki porositas tinggi sehingga mudah dipahat namun memiliki kelemahan yakni sifat fisika kuat tekan cenderung rendah sehingga mudah mengalami kerusakan.

Adapun kerusakan Batuan Andesit dapat terjadi karena beberapa hal, diantanya pelapukan mekanis, pelapukan fisik oleh faktor lingkungan (cahaya, suhu, kelembapan dan penguapan). Selain itu kerusakan dapat disebabkan oleh mikroba yang melekat pada permukaan batu.

Kita akan mengulas lebih jauh tentang ekosistem mikroba yang melekat pada permukaan. Komunitas ini unik. Bukan mikroba yang hidup seperti pada air mengalir, berpindah tempat dikendalikan satuan jarak dan waktu.

Mengenal Biofilm

Mikroba yang melekat, dapat terdiri dari bermacam jenis tidak hanya bakteri, dapat juga berupa jamur mikroskopis maupun alga. Ilustrasinya seperti sebuah pemukiman penduduk di perkotaan yang majemuk, ataupun sebuah hutan heterogen yang tidak hanya Pinus di dalamnya.

Mudahnya mengenal biofilm, jika pembaca pergi ke toilet umum yang kurang bersih. Biofilm dapat melekat pada gagang pintu, gayung, permukaan dinding dan lantai, kran dan shower serta knob flush toilet.

Mikroba dapat membentuk sekumpulan sel (koloni) yang lapisannya tumpang tindih. Lapisan ini terbentuk sebagai bukti interaksi dan komunikasi intraseluler maupun antar jenis mikroba.

Artinya komunikasi berlangsung antar sel dengan sel lainnya, bakteri jenis yang berbeda juga dapat saling berkomunikasi. Disamping itu bakteri dan jamur mikroskopis juga dapat pula melakukannya.

Sebagai bukti komunikasi ini diperkuat dengan adanya produk sel yang dikeluarkan. Hal ini dapat dirasakan oleh manusia sebagai investasi perubahan permukaan benda menjadi licin seperti berlendir, berubah warna menjadi kekuningan, kecokelatan hingga kehitaman.

Mereka merupakan komunitas sehingga tentu saja produk sel nya berbeda-beda. Adanya lapisan-lapisan ini mengakibatkan mikroba yang melekat pada permukaan lebih sukar untuk didesinfeksi. Kombinasi pembersihan dengan desinfektan dan perlakuan fisik seperti penguapan panas adalah solusi yang ditawarkan. Seperti kendala yang sering ditemukan pada permukaan peralatan di pabrik-pabrik industri pangan.

Permukaan yang dapat ditutupi biofilm

Banyak penelitian menemukan berbagai jenis permukaan padat merupakan habitat tempat melekat biofilm. Permukaan batuan, kayu, kertas dan sejenisnya, peralatan logam, plastik juga permukaan serat kain bahkan pada jaringan tubuh makhluk hidup.

Mengapa demikian luasnya distribusi biofilm ini pada permukaan padat benda? Permukaan padat mengandung cukup bahan organik maupun anorganik sebagai nutrisi tumbuh mikroba.

Secara struktur sel perlekatan pada permukaan didukung oleh hifa vegetatif (hifa yang juga berfungsi untuk distribusi ketika mencari nutrisi).

Perbanyakan koloni dan distribusi hifa vegetatif memungkinkan koloni menutupi permukaan diawali dengan penempelan sel secara acak karena pengaruh aliran materi cairan, adsorpsi, tumbukan bahan pada permukaan benda.

Secara kimia dapat dijelaskan bahwa penempelan tidak dapat lepas kembali oleh karena adanya ikatan kovalen, ikan hidrogen dan ikatan hidrofobik dan sebagainya pada komunitas mikroba melekat. Interaksi ini menyebabkan adanya produksi ekstraseluler senyawa organik (polisakarida maupun senyawa organik) yang mengikat erat sel-sel di permukaan.

Pelepasan sel biofilm kembali menjadi sel tidak melekat dapat disebabkan karena umur kultur, jumlah gula yang dihasilkan serta kepadatan mikroba yang telah ambang batas pada luasan permukaan tertentu. Setelah lepas maka mikroba dapat kembali melekat dengan hifa vegetatif (jamur mikroskopis) ataupun philus (bakteri) untuk dapat melakukan ekspansi pada luasan permukaan yang lainnya.

Sehingga tidak heran lambat laut batuan candi ataupun permukaan yang mengalami deteriorasi akan tertutupi oleh bentukan biofilm mikroba.

Potensi Bahaya Kerusakan Permukaan

Kita kembali pada ulasan ekosistem mikroba pada batuan Candi. Kontak dengan bahan pencemar serta lingkungan terbuka tanpa naungan memberikan peluang terjadinya kerusakan. Ditambah lagi struktur batuan andesit dengan porositas tinggi.

Secara teori jamur mikroskopis dapat menghasilkan senyawa penyebab deteriorasi lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri. Sehingga banyak publikasi melaporkan jenis jamur mikroskopis kontaminan yang hadir membentuk biofilm di permukaan benda.

Ilustrasi batuan non-deteriorasi (kiri) dan ditumbuhi jamur mikroskopis (kanan). Sumber : Munawati dkk., 2021
Ilustrasi batuan non-deteriorasi (kiri) dan ditumbuhi jamur mikroskopis (kanan). Sumber : Munawati dkk., 2021

Senyawa organik yang dihasilkan oleh jamur mikroskopis memperparah kejadian deteriorasi karena dapat memicu lepasnya kation metabolik dari pemukaan batuan. Struktur jamur mikro berupa benang-benang (hifa) digunakan sebagai penyerap air dan nutrisi permukaan.

Jamur mikroskopis juga diketahui dapat berinteraksi dengan Cyanobacteria maupun ganggang/alga membentuk lumut kerak (lichenes). 

Kita sudah tentu sangat mengenal lumut pada batuan. Ini juga berlakuan pada batuan lainnya yang terekspos air di sungai misalnya, batuan di pegunungan maupun batuan lain di sekitar kita.

Hasil Penelitian Munawati dkk. kolaborasi antara akademisi dan Pamong Budaya pada Balai Konservasi Borobudur menemukan bahwa kelimpahan jamur kontaminan yang membentuk biofilm pada Candi Borobudur didominasi oleh Marga Paccilomyces, Cladosporium, Penicillium, Aspergillus dan Mucor.

Perlu adanya perhatian yang lebih intesnsif lagi untuk merespon hasil temuan peneliti. Seperti kata Newton harusnya jika ada aksi maka diikuti dengan reaksi agar kelestarian selalu terjaga.

Prospek penggunaan teknologi mikroba potensial sebagai antideteriorasi telah dikembangkan sebagai alternatif preventif konservasi cagar budaya. 

Namun, perlu penelitian lebih lanjut mengarah pada efisiensi mikroba sebagai agen tunggal penghasil senyawa antideteriorasi sebagai substitusi agen desinfektan kimia.

Terima kasih sudah membaca.

Referensi: jurnalkonservasicagarbudaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun