Inspirasi tulisan ini berasal dari membaca Kompas.com dengan tajuk Komponen Utama Pembentuk Hutan. Pemilik tulisan menjabarkan komponen lingkungan abiotik, biotik, organisme autotrof dan heterotrof.
Hutan seyogyanya sebagai sebuah ekosistem kompleks yang di dalamnya berpadu elemen pemegang peran dalam siklus-siklus biogeokimia. Betapa tidak, banyak kehidupan yang tersokong ketika terbentuk keseimbangan di hutan.
Keseimbangan dan ketimpangan kondisi hutan menjadi celah bagi para peneliti yang menaruh perhatian pada isu-isu global kehutanan. Peneliti dapat bergerak dinamis salah satunya dengan turut serta pada kegiatan konservasi biodiversitas.
Konservasi Biodiversitas Hutan
Konservasi biodiversitas adalah upaya pengelolaan biodiversitas yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan hidup manusia tanpa mengganggu kehidupan generasi berikutnya.
Secara hukum konservasi biodiversitas diatur dalam dua yakni Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya dan  Undang-Undang No. 2Tahun 1994 tentang pengesahan konvensi biodiversitas.
Posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan, pengaruh benua dan iklim tropis, dan iklim tropis. Posisi strategis menyimpan kekayaan hayati endemik dan langka. Keanekaragaman hayati menyimpan potensi besar untuk diungkap.
Karakteristik hutan Indonesia dengan tipe hutan hujan tropis. Peluang besar mahasiswa, dosen dan peneliti lainnya berkontribusi menjaga dan melestarikan sumber daya hutan melalui penelitian dan pengembangan ilmu.
Deforestasi dan degradasi hutan, perubahan iklim, jasa lingkungan hutan merupakan isu-isu global kehutanan yang urgen membutuhkan penanganan yang serius.
Objek Penelitian dalam Konservasi Biodiversitas Hutan
Pertama, air dan konservasi daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai meliputi sumber air dari anak sungai, sumber mata air panas, air terjun dan sebagainya.
Kedua, tanah (komunitas mikroba lokal tanah di berbagai aspek kehidupan mengingat pada hutan hujan tropis seperti indonesia memiliki vegetasi berlapis dari mulai pohon berketinggian 30 meter hingga perdu sebagai lapisan akhir).
Ketiga, kawasan gunung berapi (kawasan energi panas bumi) sebagai sumber energi terbarukan
Keempat, intensitas cahaya matahari serta faktor abiotik lainnya terhadap pertumbuhan organisme autotrof di hutan
Kelima, vegetasi pohon, misalnya pohon penyerap karbon dan tumbuhan perintis menandakan sebuah babak baru reboisasi lahan, serta tumbuhan pakan hewan.
Keenam, lahan terbuka hijau di wilayah perkotaan menjadi solusi aforestasi (upaya membuka lahan non hutan menjadi hutan kota) untuk mencegah kepunahan spesies langka yang tidak lagi dapat tumbuh pada habitat aslinya karena kerusakan hutan.
Ketujuh, hewan liar (perilaku hewan dalam merespon keseimbangan maupun kerusakan hutan) serta keberlangsungan hidup hewan pada setiap tingkat trofik terkait ketersediaan bahan pakan.
Kedelapan, kekayaan sumber daya genetik dalam upaya peningkatan kesejahterahan pangan dan kesehatan. Seperti eksplorasi jamur makro endemik pada berbagai habitat di hutan dan kontribusinya menunjang bioprospeksi pangan dan kesehatan.Â
***
Hidup penuh berkesadaran dan tanggung jawab dalam mengeksplorasi hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia sehingga semakin lestari bukan hanya slogan semata.
Upaya-upaya kecil melalui jalan penelitian tentunya dapat berkontribusi besar terhadap keseimbangan konservasi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Semoga dapat menjadi renungan bagi kita semua.
Salam Lestari!
Referensi
Ekonomi Hutan dan Beberapa Isu Global ditulis oleh Nurohman dkk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H