Ayo Ibu-ibu boleh merapat kesini.. ada resep.. ada resep. Bapak-bapak juga boleh..
Ini artikel pertama saya yang direncanakan dengan tag hobby dan foodie. Berpikir apa ide yang menarik untuk diulas. Lingkupnya tetap kepeminatan agar mengembangkan paragraf demi paragraf mudah tanpa hambatan. Itu poinnya.
Pencarian kata kunci sourdough diarahkan pada beranda akun. Temuan terhadap kata kunci tersebut sebanyak 4 artikel telah terbit pada platform menulis Kompasiana sebelumnya. Tiga artikel terbit tahun lalu dan satu artikel diterbitkan dua tahun yang lalu.
Saya membaca semua artikel tersebut dan berpikir untuk mencari kesenjangan (gap) antar artikel. Apa yang sudah penulis terdahulu bahas dan yang belum dibahas menjadi celah bagi saya untuk mengepakkan sayap imajinasi.
Sebelum saya merancang kerangka tulisan, segera teringat dan menghubungi salah seorang teman penggiat sourdough. Beliau sering membagikan pengalaman berkreasi kudapan berbahan ragi alami.Â
Jika dihitung jejak digital di instagram sejak 2013, sudah hampir 10 tahun malang melintang di persourdoughan. Dengan alasan tersebut, saya meminta kesediaan beliau menjadi narasumber dalam ulasan ini.
Penulis sendiri pernah memasukkan materi ini dalam praktikum pada Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan dan Industri. Sesekali juga membuat olahan makanan dengan ragi sourdough.
Artikel ini akan menjelaskan bagaimana sourdough digunakan sebagai bibit dalam membuat kue tradisional, cara membuat starter kering/bubuk dan cara merawat dan menggunakan kembali starter kering tersebut.
Berkenalan dengan penggiat sourdough
Hobi yang sama dapat menyatukan beberapa orang dalam sebuah wadah kesenangan yang sama. Adalah Mbak Arti Jorgenson, seorang Indonesia yang sekarang tinggal di Alaska, Amerika Serikat. Memiliki hobi membuat roti maupun kue berbahan sourdough.
Sourdough dipelihara dan dikembangbiakkan untuk menghasilkan kualitas roti yang selalu dinikmati bersama oleh keluarganya.
Bukan hanya roti Eropa yang cenderung bertekstur agak keras saja yang pernah dibuatnya, namun kue tradisional Indonesia seperti Panada, Bolen, Bakwan sayur, Martabak manis, Apem, Pukis, dan sebagainya juga pernah dicobanya. Selain itu Mbak Arti juga membuat penganan kue tradisional dan mancanegara kemudian memposting lengkap dengan resep dalam dua bahasa.
Mbak Arti dan penggiat sourdough lain meyakini bahwa penambahan starter ini memberikan kemudahan penyerapan makanan karena sudah terlebih dahulu bahan dimetabolisme oleh mikroba.Â
Keuntungan tambahan lainnya, senyawa antioksidan yang dihasilkan (sudah terlebih dahulu diproduksi) dapat menghambat beberapa bakteri patogen dalam tubuh. Meskipun parabiotik dalam makanan sudah mati karena pengolahan/pemanggangan/penggorengan.
Selengkapanya tentang parabiotik bisa cari tahu pada artikel terdahulu saya di sini.
Rutin memberi makan starter
Berbekal starter yang kerap diregenerasi, telah banyak kreasi bakery yang diciptakan. Aktivitas memberi makan sourdough induk dilakukan setiap hari. Tujuannya menjaga kualitas starter sourdough yang akan dipakai available dan tidak terlalu asam ketika dicampur dengan bahan kue lainnya.
Menurutnya, roti apapun yang dibuat dengan starter sehat menjadi hal mutlak. Sebaliknya, sebagus apapun resepnya jika starternya tidak sehat maka dapat dipastikan hasilnya tidak maksimal.
Starter diberi makan untuk mengoptimalkan fungsi dalam mengembangkan adonan. Meskipun starter tidak mati dalam waktu cepat, namun roti akan menjadi berkualitas jika dirawat dengan rutin.
Untuk membuat starter induk (mother dough) rasio yang direkomendasikan yakni 1 : 1 antara tepung dan air. Tepung yang dipakai adalah tepung terigu. Air disarankan menggunakan air mineral karena bebas dari mikroba pengganggu proses fermentasi.
Pengalaman pribadi penulis mengganti air dengan kombucha (fermentasi teh, kebetulan ada stok di rumah) dengan perbandingan yang sama. Starter induk dapat dilanjutkan untuk diberi makan (feeding). Voila, berhasil dong.
Starter diberi makan dua kali sehari. Jika sedang menjalani hari-hari yang sangat sibuk, maka starter akan dirawat seminggu sekali. Rasio pemberian makan yaitu 1 : 5 : 5 yang artinya 1 bagian starter induk : 5 bagian tepung : 5 bagian air.
Berikut link reels untuk dapat melihat proses feeding dari starter induk:
Starter kering sourdough
Kultur starter sourdough dapat disimpan dalam kondisi basah (dalam kulkas) dan ketahanannya sampai 1 bulan lebih. Namun, starter akan cenderung menjadi lebih asam. Meskipun disimpan dalam kulkas, metabolisme mikroba tetap berlangsung lambat.
Metabolisme inilah yang menyebabkan starter menjadi sangat asam jika disimpan lebih lama lagi. Produksi asam organik dari mikroba terlepas ke medium campuran tepung dan air tadi.
Jika akan disimpan lebih lama lagi dapat saja dilakukan. Pilihannya yaitu dengan mengeringkan dan menyimpan kultur starter.
Beliau berbagi cara mengeringkan starter untuk disimpan dalam jangka waktu lebih lama. Berikut uraiannya:Â
1) Starter diberi makan hingga ketinggian maksimal pertumbuhan starternya,
2) Kemudian oleskan dengan kuas ke permukaan baking paper atau plastic wrap,Â
3) Kultur yang telah merata diangin-anginkan hingga kering,
4) Setelah kering, simpan pada wadah kedap udara di suhu ruang.
Biasanya untuk membedakan satu dengan starter lainnya maka pecinta sourdough memberi nama kultur starter yang dibuat berdasarkan periode. Seperti nama kultur saya di bawah ini 'Rosita'.
Mengaktifkan kembali starter kering cukup mudah hanya dengan menambahkan 1-2 sendok makan air hangat. Campuran dibiarkan membentuk adonan kental dan dilakukan feeding kembali untuk siap dipakai membuat penganan kesukaan.
Setelah terbit, penulis melakukan editing bersama narasumber juga, hasilnya minor revision. Sudah saya perbaiki berkala sesuai masukan beliau. Terima kasih Mba @artijorgenson .
Hal baik yang dapat dipetik dari menjaga starter yaitu kesabaran, respek, merawat dengan kasih dan keinginan selalu berbagi. Dari sourdough saya pribadi belajar banyak tentang nilai-nilai kehidupan.Â
Demikian ulasan kali ini, terima kasih sudah membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H