Contoh lahan tutupan hijau adalah beralihnya fungsi  seperti hutan, kebun, sawah menjadi lahan lain. Kasus ini terjadi pada tokoh yang bernama Rudi dan Budi. Dua saudara kandung ini mempunyai sawah peninggalan ayahnya. Mereka bersitegang konflik. Budi sebagai adik ingin tetap mempertahankan tanahnya dari perusahaan tambang sedangkan, Rudi sebagai kakak ingin menjual tanah bapaknya sebagai modal hidup di kota besar. Pada akhirnya penduduk sekitar selain Rudi dan Budi juga terbujuk untuk menjual lahan tanahnya pada peusahaan tambang timah tersebut. Akibatnya mereka tidak punya garapan sawah dan tidak punya pekerjaan. Selain itu kampung mereka menjadi gersang karena banyak hutan yang ditebang menjadi pertambangan.
Pada kenyataanya memang penambangan dapat menghancurkan sumber - sumber kehidupan masyarakat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan - lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan air telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir (arah aliran sungai yang menuju ke laut).
4. Perusakan Habitat.
Salah satu saksi yang diundang dalam peradilan adalah ahli ornitologi, ilmuwan yang berkecimpung di dunia burung. Beliau menjelaskan bahwa pertambangan dapat menyebabkan rusaknya habitat burung endemik. Akibatnya burung - burung tersebut bermigrasi ke lokasi lain seperti pemukiman penduduk. Tentunya, burung - burung yang bermigrasi tersebut akan mengalami kesusahan dalam beradaptasi di lingkungan baru sehingga terjadilah penurunan populasi .
Tentunya, perusakan habitat ini memang sering banyak ditemui di berbagai tempat. Banyak hewan yang tersasar ke pemukiman warga seperti macan, orang utan bahkan gajah. Itu semua, dikarenakan habitat mereka yang diambil paksa oleh manusia terutama perusahaan tambang.
5. Potensi Bencana Geologis.
Tak hanya ahli ornitologi, ahli geologipun dihadirkan oleh aktivis lingkungan di meja peradilan tersebut. Ia menjelaskan, bahwa letak pertambangan berpotensi menimbulkan bencana longsor yang sangat besar dan juga dapat menyebabkan berkurangnya sumber resapan air. Sungguh memang benar apa adanya dengan yang diucapkan saksi ahli geologi tersebut. Banyak di antara kita, perusahana tambang yang meremehkan dampak lingkungan yang terjadi dan mengenyampingkan AMDAL yang telah dibuat. Akibatnya terjadilah bencana alam yang tidak terduga dan menyengsarakan masyarakat sekitar misalnya longsor, kekeringan, banjir, gas bumi yang bocor seperti kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Itulah demikian pembahasan mengenai persoalan ekologis yang terdapat dalam novel "Teruslah Bodoh Jangan Pintar". Dengan terbitnya novel ini memberikan banyak wawasan baru yang menginpirasi kita semua.Terutama agar tidak menerus menjadi orang yang bodoh yang gampang dibodohi. Sebaliknya mau selalu berusaha untuk tahu tentang banyak hal. Novel ini juga dapat menjadi bahan renungan pengingat bahwa kebahagian sejati terletak pada kesederhanaan dan keberanian untuk melawan ketidakadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H