Di era digital ini Handphone telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Sejak bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, kita selalu menggenggam perangkat ini. Perkembangannya yang pesat membuat handphone bukan lagi sekadar alat komunikasi, tetapi juga pusat informasi, hiburan, hingga pekerjaan. Di balik semua kemudahan tersebut, muncul fenomena ketergantungan yang sulit dihindari. Banyak orang merasa cemas atau tidak nyaman jika handphone tidak ada di dekat mereka, Fenomena ini bahkan memunculkan istilah "nomophobia" atau no mobile phone phobia, yang menggambarkan ketakutan berlebihan saat jauh dari handphone .
Ketergantungan ini membawa dampak yang bervariasi. Dari sisi positif, Handphone membawa banyak kemudahan: komunikasi jarak jauh menjadi lebih cepat, pekerjaan bisa dilakukan dari mana saja, dan akses informasi tidak terbatas. Di masa pandemi, handphone menjadi sarana utama untuk belajar dan bekerja dari rumah, menjaga produktivitas meski berjarak fisik. Namun, Ketergantungan Juga Menimbulkan Dampak Negatif
Meski banyak manfaat, ketergantungan pada handphone dapat mengganggu kesehatan. Terlalu sering menatap layar bisa menyebabkan mata lelah, gangguan tidur, dan nyeri leher. Selain itu, penggunaan berlebih dapat memicu kecemasan dan stres. Di sisi lain, fokus pada layar bisa merusak hubungan sosial karena interaksi tatap muka jadi berkurang.
Solusinya tidak selalu dengan menghindari teknologi, melainkan menggunakan handphone dengan lebih bijak. Membatasi waktu layar, menetapkan zona bebas handphone, atau sekadar meluangkan waktu untuk aktivitas offline bisa menjadi langkah kecil untuk mengurangi ketergantungan ini. Teknologi seharusnya menjadi alat yang membantu, bukan justru yang menguasai hidup kita Pada akhirnya, kunci utamanya adalah menemukan keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H