Ini adalah pengalaman pertama dan terakhir dalam hidup saya ketika masa sekolah dulu pernah tiba-tiba dipilih menjadi sekretaris di kelas. Tidak sendirian, melainkan bersama pacar saya dulu.
Sulit dipercaya, pemikiran konyol teman sekelas kami benar-benar kacau. Mereka mengetahui kita berpacaran dan sering menyoroti kita. Padahal, awalnya kita berusaha menyembunyikan hal itu.
Bisa-bisanya kita dijadikan sekretaris 1 dan 2 di kelas secara sepihak. Padahal, kita tidak telaten menulis. Tulisan kita berdua bersaing layaknya resep obat dokter. Hanya orang pilihan yang bisa memahami apa yang kita tulis.
Jujur, saya malu ketika itu terjadi. Tapi, saya tidak bisa berbuat banyak karena wali kelas kami menyetujui hal itu. Awalnya, saya khawatir jika kita berdua ditugaskan menulis tugas di papan tulis.
Beruntung, hal yang ditakutkan tidak terjadi. Sering kali malah ketua kelas kami yang melakukan tugas itu. Dulu dia biasanya menjadi sekretaris atau bendahara di kelas.
Sedangkan biasanya pacar saya berlangganan menjadi ketua atau wakil ketua kelas. Entah kenapa saat itu, dia tidak menjadi ketua atau wakil ketua kelas. Dia menolak meenjabat lagi, mungkin sudah bosan.
Ketika dipertemukan dengan dia di kelas, saya lumayan canggung ternyata. Berpacaran dengan teman satu kelas bukan perkara hal yang mudah bagi saya ternyata.
Saya lebih menyukai saat kita bersahabat dulu. Tidak ada kata jaim, bebas mengatakan apa yang ada di pikiran maupun mulut. Bisa bercerita banyak hal pula.
Saya atau dia bisa bertingkah menjadi seseorang yang menyebalkan dan tidak begitu menganggapnya serius. Berkhayal tentang pintu ajaib dan mesin waktu Doraemon bersama di kelas. Tidak kehabisan topik dalam berbincang bersama di kelas.
Merencanakan masa depan bersama dengan absurd. Membuat challenge konyol untuk satu sama lain. Tidak pernah berhenti tertawa saat ada lelucon yang menggelitik.
Bersaing di kelas meraih pencapaian akademik terbaik dengan begitu kompetitif. Saling bertanya dan mengutarakan pendapat satu sama lain bersama. Berangkat atau pulang sekolah bersama sambil berbincang di jalan.
Saya malah merasa kehilangan banyak momen berharga sebagai sahabat setelah kita berpacaran. Kita berusaha saling menjaga jarak. Tidak banyak berkata-kata saat bertemu karena canggung.
Andai saya bisa kembali ke masa itu, pasti jika tahu akhirnya seperti itu akan lebih memilih cukup menjadi sahabat dia saja. Saya merasa lebih baik saat kita bersahabat seperti sebelumnya.