Taman ini selalu membangkitkan romantisme dalam diriku. Di bawah pohon kamboja kuning aku berhenti dan kuhirup sekuntum bunganya. Harum. Sejurus kemudian aku menangkap sepasang mata lekat memandangku. Wajah cantik manis tersipu, lekas-lekas berlalu meninggalkan rasa penasaran di hati. Ah, semilir angin, wangi kamboja dan gadis manis menambah indah sore itu. Di peraduan malam, gadis itu menerawang. Ia telah jatuh cinta. Diciumnya lagi wangi kamboja yang sempat dipetiknya sebelum berlalu sore tadi. Pemuda tampan itu memenuhi hati dan benaknya.
“Ayah, aku mohon restumu.”
“Dia bukan jodohmu.”
“Tapi perasaanku tak akan salah, Ayah.”
“Percayalah, anakku. Gunakan akalmu. Tuhan pasti sudah menyiapkan yang terbaik untukmu. Tapi bukan dia!”
Terpuruk di sudut kamar, ia bimbang. Terngiang kalimat itu, "Cantik, maukah menikah denganku?" Lalu terbayang harum kamboja kuning yang syahdu. Air matanya membasahi cinta yang kini membiru.
Kamboja menjadi saksi, bulat sudah keputusannya. Ditatapnya kekasih yang risau menanti jawaban.
“Aku mencintaimu.”
“Aku tahu, tapi….”
“Jadi, Kau akan pergi denganku?”
“Maafkan, aku tak bisa. Ada perbedaan besar di antara kita. Tuhan telah mengatur segalanya dengan sempurna. Jumlah kaki kita berbeda, mustahil kita bisa bersatu.”