Ketika Esa mengetuk usia, mungkin asa sedang dipertaruhkan.
Candrasengkala spontan menjelma cambuk, korpulensi dosa pekat di tiap teguk.
Bermula dari segumpal darah, dan debu suci.
Saling bertentangan bagai paradoks arti, saling beriringan bagai muradif kata.
Pun diri, kopolimer versus malaikat dan iblis.
Meredam menghujam dalam satu ketergantungan.
Aku Malaikat, dengan segala nukleus kebajikan.
Aku Iblis, yang tak kuasa menghalau vibrasi kemunafikan.
Lalu, eksistensi menjelma domansi.
Drama borjuis seketika berubah moralis.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!