Mohon tunggu...
Dian Kurnia
Dian Kurnia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kolomnis Lepas yang masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Kejujuran Sejarah

15 Juli 2011   08:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : DIAN KURNIA

Dalam sejarah, dehumanisasi tidak mungkin terjadi” (Kuntowijoyo)

ADA pepatah bijak mengatakan, sejarah adalah guru terbaik bagi kehidupan (Historia Magistra Vitae). Sejarah berbicara tentang semua aspek kehidupan manusia yang telah nyata terjadi di masa lalu. Dengan lantang ia berbicara tanpa kebohongan. Ia berbicara tanpa rasa takut dipenjara oleh penguasa tiran. Nilai kebenaran dalam sejarah dapat dilihat ketika historisitas peristiwanya bisa berdampak pada perubahan peradaban manusia di masa kini dan masa yang akan datang.

Sejarah ibarat putaran roda yang terus berubah. Satu sisi kadang berada di atas, sisi lain berada di bawah. Terus berputar mengiringi realitas kehidupan umat manusia. Itulah sejarah. Selalu menghadirkan sisi-sisi unik yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Sisi-sisi yang berbeda untuk setiap babak kehidupan umat manusia. Tidak berlebihan kiranya dalam pernyataan lain dinyatakan bahwa sejarah adalah musuh bagi para diktator ulung yang selalu menipu dan membohongi rakyat. Ia selalu menghadirkan fakta-fakta yang tidak pernah terbantahkan oleh penguasa yang zalim.

Sejarah membicarakan manusia dalam dimensi waktu. Sejarah adalah sebuah proses panjang yang tak terhingga titik akhirnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Guru Besar Sejarah Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Kuntowijoyo (2008), beliau menyatakan bahwa sejarah adalah proses yang selalu mengalami perkembangan tiada henti. Oleh karena itu, sejarah bersifat diakronis karena mengkaji berbagai macam gejala-gejala yang sifatnya memanjang dalam kehidupan manusia, tetapi dalam ruang yang terbatas. Berbeda halnya dengan kajian ilmu sosial lainnya yang sifatnya sinkronis, yakni hanya mengkaji gejala-gejala yang sifatnya meluas dalam ruang kehidupan manusia, tetapi dalam waktu yang terbatas. Penjelasan ini memberikan persfektif khusus bagi kita bahwa sejarah akan selalu ada selama manusia itu ada, sejarah tidak terbatas oleh waktu.

Dehumanisasi suatu kemustahilan

Manusia masa lalu sebagai aktor penggerak sejarah selalu memberikan sensasi unik dan menarik tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap dan berperilaku agar sisi kemanusiaannya tidak mengalami dehumanisasi. Karena dalam sejarah proses dehumanisasi itu tidak mungkin terjadi. Kejujuran dalam sejarah bersifat pasti. Oleh karenanya cukup bijak bagi mereka yang konsisten mengkaji, menggali, dan menafsirkan berbagai macam fenomena sejarah umat manusia di masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam menapaki berbagai macam jalan kehidupan.

Manusia memegang peranan penting dalam dinamika sejarah. Eksistensi manusia dalam setiap gerak sejarah menyebabkan kemustahilan dalam dehumanisasi. Intinya adalah menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya. Nilai-nilai luhur yang secara alami terinternalisasi dalam pribadi seorang manusia, berefek pada eksistensialisme itu sendiri. Hakikat daripada sejarah sebagai sebuah proses panjang memang bersumber pada aspek subjektifitas yang muncul sebagai bentuk keberadaan manusia. Setiap individu hidup dengan jalannya masing-masing yang berbeda dengan individu lain walaupun pada akhirnya akan berujung pada kesamaan titik, yakni kematian. Inilah hakikat manusia dalam dinamika sejarah. Untuk mencapai keutuhan kemanusiaan terkadang harus berjuang dengan keras melawan pragmatisme yang terus bergelantungan dalam bilik-bilik sejarah masa lampau.

Subtansi kejujuran dalam nilai sejarah terformulasikan ke dalam tradisi dan budaya suatu masyarakat. Kebudayaan primitif dicirikan oleh kesederhanaannya dalam merespon dan menyikapi berbagai macam problematika kehidupan yang ada. Masyarakat pada zaman berburu misalnya, kemampuan berfirik belum mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini tentunya terjadi karena inovasi manusia belum tercipta secara sempurna. Berbeda dengan manusia modern saat ini. Kemampuan berfikir sudah mengalami percepatan yang super cepat. Buktinya dengan terciptanya berbagai macam produk inovasi pikiran manusia itu sendiri. Sejatinya sikap manusia dalam merespon realitas yang sedang dan akan terjadi ini menjadi sebuah bukti nyata tentang eksistensi manusia yang selalu diakui oleh sejarah. Baik primitif atau kuno maupun modern, setiap sisi-sisi unik itu akan selalu memberikan warna tersendiri bagi kehidupan manusia selanjutnya.

Nilai kejujuran yang mahal

Pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya kita menyikapi berbagai macam fenomena yang terjadi di sekeliling kita? Secara umum tentu kita akan merespon apa yang menurut kita pantas untuk direspon. Latar belakang pendidikan menjadi aspek utama untuk seseorang ketika dihadapkan pada satu realitas dan adanya keharusan menyikapi realitas itu secara proporsional. Nilai-nilai luhur akan muncul apabila kejujuran menjadi hal utama yang kita konsumsi setiap hari.

Responsibilitas atau kemampuan dalam merespon suatu realitas menentukan kehidupan kita dalam bermasyarakat. Kompleksitas permasalahan yang melanda bangsa kita saat ini tentunya akan menjadi sebuah media pembelajaran menarik bagi mereka yang sadar akan kejujuran dalam sejarah. Sepuluh atau dua puluh tahun mendatang, disadari atau tidak, sikap kita saat ini dalam merespon realitas tentunya akan diikuti oleh anak cucu kita kelak. Bukankah kita mengharapkan kebaikan yang paripurna bagi generasi penerus kita di masa depan kelak? Yaitu kejujuran sikap yang akan memberikan kemaslahatan hidup. Keselarasan perilaku dengan norma yang akan mengharmoniskan kehidupan keluarga. Serta kecerdasan pikiran dalam menanggapi berbagai macam perubahan sosial yang akan terjadi di masa depan sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya konsep dinamika sejarah yang selalu berubah. Semua itu akan terealisasikan sesuai dengan sikap kita saat ini.

Akhirnya, cukup arif dan bijaksana seandainya saat ini kita terus menerus mengkaji, menggali, menafsirkan, serta memperdalam dengan tekun pemahaman kesejarahan kita tentang kehidupan masyarakat di masa lampau dalam bagaimana mereka merespon berbagai bentuk fenomena sosial yang hinggap menghiasi setiap aspek kehidupan. Mulai saat ini mari kita tanamkan perilaku jujur sesuai dengan tuntutan agama yang menjadi penerang jalan dengan mengkaji dan menggali nilai kejujuran dalam setiap gerak sejarah.

Penulis, Mahasiswa Sejarah UIN SGD Bandung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun