Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat atau obat baik yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, yang bersifat alamiah, sintetis atau semisintetis sehingga menimbulkan penurunan kesadaran, halusinasi, dan rasa rangsang. Obat-obat tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan
 Salah satu permasalahan yang masih merajalela di Indonesia adalah narkoba. Semakin hari, kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia meningkat secara signifikan. Hal ini merupakan masalah yang tidak bisa dianggap ringan, karena kebanyakan kasus penyalahgunaan narkoba justru dijumpai pada kaum muda, generasi penerus bangsa. Berdasarkan data dari kominfo 2021 menjelaskan bahwa penggunaan narkoba berada di kalangan anak muda berusia 15-35 tahun dengan persentase sebanyak 82,4% berstatus sebagai pemakai, sedangkan 47,1% berperan sebagai pengedar, dan 31,4% sebagai kurir.
Sampai tahun 2024 sekarang ini pun, Â peredaran barang terlarang semakin menjadi jadi di Indonesia. Pihak pemerintah dan kepolisian Satgas Penanggulangan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P3GN) Bareskrim Polri telah menerbitkan 19.450 laporan polisi dalam tahun ini. Dalam periode tersebut, setidaknya ada 10 kasus besar yang diungkap.
Bahkan yang lebih parahnnya lagi, baru baru ini terdapat berita bahwa adanya pengendalian narkoba di dalam Lapas. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) seharusnya menjadi tempat pembinaan dan rehabilitasi bagi para narapidana agar mereka dapat kembali ke masyarakat dengan sikap yang lebih baik. Namun, kenyataannya, banyak Lapas di Indonesia justru menjadi tempat subur bagi peredaran narkoba. Ironisnya, kasus peredaran narkoba di dalam Lapas ini tidak hanya melibatkan narapidana saja, bahkan oknum petugas, yang mengindikasikan adanya celah serius dalam sistem keamanan malah menjadi boomerang tersendiri. Lantas bagaimanakah masyarakat mau mempercayai aparat kepolisian, apabila anggotanya saja menjadi bandar narkoba? Apakah ini menunjukkan kelemahan pengawasan, minimnya integritas, atau kurangnya fasilitas teknologi modern?
Elshinta.com - Satuan Reserse Narkoba Polres Indramayu, Jawa Barat, mengungkap kasus peredaran narkotika jenis sabu-sabu di lembaga pemasyarakatan (lapas) setempat yang melibatkan seorang oknum pegawai lapas berinisial T.
REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU--Peredaran narkoba jenis sabu di dalam Lapas Kelas IIB Indramayu berhasil dibongkar. Peredaran barang haram itu diduga melibatkan oknum pegawai Lapas.
Kasus tersebut merupakan salah satu dari banyaknya kasus yang sedak marak sekarang. Terjadinya hal tersebut tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Sistem keamanan yang masih lemah. Hal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan sampai bisa terjadi penyelundupan narkotika di Lapas. Kurangnya pemeriksaan yang ketat dari pihak kepolisian baik untuk narapidana maupun anggotanya sendiri menjadikan celah besar bagi pelaku untuk bebas melakukan aksinya. Atau bisa saja, pihak kepolisian hanya berfokus pada narapidana saja, padahal sekarang marak kasus anggota kepolisian Lapas yang juga menjadi agen peredaran narkotika tersebut.
2.Teknologi keamanan yang kurang memadai. Keamanan tidak cukup hanya dilakukan oleh pihak kepolisian Lapas saja. Kebutuhan akan penggunaan CCTV sebagai "pengamat 24 jam" juga sangat diperlukan. Dengan adanya CCTV yang memadai, pihak kepolisian bisa mengawasi segala kegiatan baik narapidana maupun anggotanya sendiri. Namun tidak semua Lapas di Indonesia mempunyai teknologi keamanan yang memadai. Hal ini juga bisa menjadi faktor untuk peredaran narkotika di dalam Lapas.
3. Infrastruktur Lapas yang kurang memadai. Sering terdapat berita, bahwa terjadi overkapasitas didalam Lapas. Dengan banyaknya orang dalam Lapas, hal ini menjadi kesempatan yang baik bagi pelaku untuk melangsungkan aksinya dengan mudah, karena konsentrasi pengamanan petugas akan terbagi bagi. Selain itu, Beberapa Lapas memiliki infrastruktur yang tidak dirancang untuk mencegah penyelundupan, seperti minimnya pemisahan antara area pengunjung dan narapidana sehingga mempermudah terjadinya penyelundupan.
Pentingnya rasa percaya tersebut dapat memberikan rasa aman dan damai ditengah masyarakat. Chandoke (1995) mengatakan salah satu karakteristik masyarakat yang damai adalah bagaimana pemerintah dapat membuat masyarakat yang bebas dari rasa takut dan bebas dari penindasan. Sebagai alat dari negara, seharusnya kepolisian dapat dipercaya untuk dapat memberikan rasa aman terhadap masyarakat sesuai dengan slogan kepolisian yaitu melindungi dan melayani. Tetapi pada kenyataannya, di Indonesia masih banyak fenomena yang tidak humanis yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat sehingga kedamaian susah terwujud.