Mohon tunggu...
Dianingtyas Kh.
Dianingtyas Kh. Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Biasa saja, tak ada yang istimewa. http://khristiyanti.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

UKBI, Seberapa Mahir Anda Berbahasa Indonesia?

24 November 2011   02:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:16 3409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

[caption id="attachment_151379" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

UKBI merupakan singkatan dari Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia. Saya sendiri baru mendengar istilah ini pertama kali sebulan lalu ketika saya bersama teman-teman MGMP Kabupaten Kudus mengunjungi Balai Bahasa Yogyakarta. Ketika itu, kami diberi sedikit pemahaman tentang UKBI yang bertujuan untuk mengukur seberapa mahir seseorang berbahasa Indonesia. Mungkin istilah ini masih jauh dari popularitas TOEFL yang menguji kemampuan berbahasa Inggris seseorang. Hampir sama, memang. Bedanya, kalau TOEFL digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa Inggris bagi pembelajar asing (bukan pengguna bahasa Inggris sebagai bahasa ibu), UKBI digunakan bagi semua orang, baik orang Indonesia maupun orang asing. Kemarin (23/11) kami berempatpuluh -20 guru Bahasa Indonesia SMP dan 20 guru Bahasa Indonesia SMA- mendapatkan kesempatan untuk mengikuti UKBI. Kegiatan ini dilaksanakan di hotel Gryptha Kudus mulai pukul 09.00 s.d. 15.00. Tujuannya, tentu saja untuk mengukur seberapa mahir kami berbahasa Indonesia. Materi tes terdiri atas 5 seksi, yaitu seksi I untuk materi Mendengarkan, seksi II untuk materi Merespons Kaidah, seksi ketiga untuk materi Membaca, seksi keempat untuk materi Menulis, dan seksi IV untuk materi Berbicara. Pada UKBI kemarin, seksi kelima terpaksa ditiadakan karena keterbatasan waktu. Pada seksi mendengarkan, kami diputarkan rekaman dialog dan monolog, lalu kami harus menjawab pertanyaan yang sesuai dengan isi rekaman. Tingkat kesulitan soal bervariasi, dari yang mudah hingga yang sulit. Media audio yang diperdengarkan sangat jelas, tetapi ternyata tak mudah untuk mengerjakannya. Kesulitan utama saya adalah konsentrasi, karena mendengarkan membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Sementara itu, sambil mendengarkan, kita dipaksa untuk menganalisis jawaban soal yang tepat dalam waktu yang terbatas.  Pada seksi ini, kami harus menjawab 40 soal dalam waktu 25 menit. Pada seksi Merespons Kaidah, kami diberi soal yang berkaitan dengan EYD dan kalimat efektif. Agak rumit karena ini juga berkaitan dengan kebiasaan kami dalam menggunakan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Namun, menurut saya ini relatif mudah dibandingkan dengan soal mendengarkan karena kita bisa membaca sambil berpikir. Dalam waktu 20 menit, kami harus menyelesaikan 25 soal. Seksi ketiga merupakan seksi yang cukup sulit bagi saya. Materi ujinya adalah membaca pemahaman. Pada seksi ini, kami diberikan bacaan dan harus menajawab pertanyaan sesuai dengan isi  bacaan. Bacaan yang diberikan lumayan menguras otak karena berupa paragraf-paragraf yang sangat panjang. Kami pun harus berkerut untuk menajamkan mata dan pikiran karena soal yang diberikan cenderung membutuhkan pemikiran tingkat tinggi. Dalam waktu 45 menit, kami harus menyelesaikan 40 soal Seksi keempat merupakan seksi yang saya tunggu-tunggu sekaligus nantinya merupakan seksi yang  nantinya paling saya sesali. Menulis. Kami diberi sebuah ilustrasi gambar, lalu disuruh menulis berdasarkan gambar itu sebanyak 200 kata. Sebenarnya lumayan mudah, tetapi sayangnya di luar bidang saya. Saya pun menguraikan sebisa saya, namun ketika saya  googling ternyata ada beberapa yang salah. Dan bodohnya saya, kesalahan ini termasuk fatal karena sangat prinsipil. Jadi, meskipun  yakin bahwa saya telah menuliskan lebih dari 200 kata dengan kaidah tata tulis yang baku, dengan kalimat efektif, tetapi saya tetap tak yakin akan memperoleh nilai bagus pada seksi ini.  Saya pikir saya sangat bodoh karena terlalu percaya diri untuk mengembangkan tulisan yang bukan bidang saya. Saya hanya mengembangkannya berdasarkan gambar yang saya lihat dan sedikit ilustrasi pengantar pada soal. Ah, sudahlah, saya terima saja karena ini menunjukkan betapa tak mahirnya saya berbahasa Indonesia. Oh, ya,  skor yang diperoleh nantinya akan digunakan untuk pemeringkatan hasil UKBI.  Peringkat ini dikategorikan pada 7 tingkatan, yaitu: I.   Istimewa jika nilainya 750-900 II. Sangat Unggul, jika nilainya 675-749 III. Unggul, jika nilainya 525-674 IV. Madya, jika nilainya 375-525 V.  Semenjana, jika nilainya 225-374 VI. Marginal, jika nilainya 150-224 VII. Terbatas, jika nilainya 0-149 Nilai ini akan dituliskan dalam sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pengembang dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. * UKBI merupakan sarana uji untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia lisan dan tulis. Yang diuji adalah keterampilan berbahasa Indonesia seseorang, ditambah pemahaman seseorang dalam penerapan kaidah bahasa Indonesia.  Proses pemikiran pembuatan UKBI sendiri sudah berlangsung lama, yaitu sejak Kongres Bahasa IV tahun 1983 dan Kongres Bahasa V pada tahun 1988. Pengembangannya juga memakan waktu yang relatif lama dan baru pada tahun 2006 UKBI ini resmi diluncurkan. Sejauh ini, UKBI baru diujikan kepada guru Bahasa Indonesia. Program yang sangat bagus tentunya, untuk menguji kemampuan seseorang berbahasa Indonesia. Di tengah gempuran bahasa asing yang kian deras, seiring dengan bermunculannya sekolah-sekolah bertaraf  internasioal, tentu perlu usaha yang ekstrakeras untuk tetap dapat menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan seperti yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda.  UKBI adalah salah satu  sarananya. Namun, sejauh ini belum ada keputusan yang mengikat bagi seseorang untuk memiliki sertifikat UKBI. Tak seperti pada TOEFL yang wajib dimiliki seseorang  untuk mendaftar sebuah perguruan tinggi atau sebuah perusahaan, UKBI cenderung lemah karena belum ada kewajiban untuk memilikinya. Mungkin yang pertama kali harus punya adalah kami sebagai guru Bahasa Indonesia. Namun, saya pikir tak hanya kami yang harus punya. Para pejabat, para wakil rakyat, dan para pegawai negeri serta BUMN tentunya juga harus memiliki sertifikat UKBI  agar mereka mau mempelajari kembali bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang sesuai dengan kaidah.  Juga, agar mereka merasa memiliki bahasa ini, tak hanya bangga jika bisa berpidato dalam bahasa Ingrris. Alangkah serunya jika nanti pada pemilu yang akan datang, para calon wakil rakyat itu dites dulu dan harus memenuhi kriteria minimal. Asyik juga membayangkannya, hehehehe. -Dian-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun