Lima tahun Jokowi jadi presiden, sudah cukup baginya untuk melihat betapa banyaknya produk hukum maupun perundangan-undangan di negeri ini yang tumpang tindih, sehingga bukannya menghasilkan perbaikan terhadap penyelenggaraan penegakan hukum dan peraturan, tapi justru malah kontra produktif. Sehingga terjadilah dilapangan ada keputusan yang tidak bisa dieksekusi, karena ada peraturan atau perundangan lain yang membatasinya.
Gerah dengan situasi seperti itu, Jokowi lalu mengumpulkan para pembantu maupun para pakar hukum yang ada di bidangnya masing-masing, mengolah dan merancang produk hukum baru untuk menggantikan Undang-Undang maupun peraturan yang tumpang tindih tersebut.
Hasil dari semua itu melahirkan produk hukum baru yang diolah dan diundangkan oleh DPR, itulah Omnibus Law. Sebuah produk undang-undang yang menyentuh banyak bidang sehingga banyak juga yang menyebutnya sebagai undang-undang sapujagat yang saat ini menimbulkan pro dan kontra.Â
Keributan ini tentu saja datang dari mereka yang merasa kepentingannya terganggu dengan adanya Omnibus Law ini. Mereka yang selama ini berada di zona nyaman dan memanfaatkan produk undang-undang yang tumpang tindih tersebut untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.Â
Omnibus law ini memang lebih banyak hubungannya dengan bidang kerja pemerintah di bidang ekonomi, dan polemik yang paling banyak terjadi ada pada omnibus law di sektor ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja.Â
Mungkin masih banyak yang bingung, Omnibus Law ini makhuk apa, sehingga bisa begitu menggemparkan. Omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektoral, karena banyaknya bidang yang di sentuh oleh undang-undang baru ini. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
Di samping undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya yang tumpang tindih, juga ada undang-undang lama yang tidak cocok lagi saat ini dikarenakan perkembangan zaman dan teknologi, khususnya teknologi digital, informasi dan komunikasi. Banyak perusahaan-perusahaan baru atau startup yang hadir mengikuti perkembangan teknologi baru ini.
Tumpang tindihnya undang-undang lama yang digantikan oleh Omnibus Law ini, tidak hanya pada produk undang-undang maupun peraturan di tingkat pusat, namun juga pada banyaknya perda-perda yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang berbenturan dengan pusat karena terlalu bersemangat menerapkan undang-undang otonomi daerah.
Jadi bisa dimaklumi bila penentangan terhadap Omnibus Law ini tidak hanya di tingkat pusat, tapi riaknya bergoyang jauh hingga ke daerah-daerah di pelosok Indonesia.
Lalu bagaimana sebaiknya tanggapan kita terhadap Omnibus Law ini? Jawabannya sederhana saja, karena dia sudah diundangkan, ya, kita ikuti saja perkembangan kedepannya.Â
Karena kita punya keyakinan kalau pemerintah menghadirkan undang-undang tersebut adalah untuk kemaslahatan bersama, terutama mereka yang bersentuhan langsung dengan target undang-undang tersebut, seperti bidang ketenaga kerjaan dan pertumbuhan UMKM.Â