Ribut-ribut tentang istilah Pulang Kampung dan Mudik telah membuat media sosial begitu ramai. Ada yang mengerti, pura-pura mengerti atau tak mau mengerti. Ada yang setuju, tidak setuju maupun cuek bebek alias masa bodo.
Lalu saya sendiri ada di posisi mana? Ah, saya tidak kemana-mana, apalagi setelah PSBB diberlakukan, saya tetap di rumah saja, malah jauh sebelum PSBB. Saya sudah sebulan ngendon di rumah tanpa pekerjaan yang jelas, apalagi dunia perblogan ikut ambruk dengan datangnya si Corona. Tak ada lagi event atau undangan acara yang biasanya selalu ada.
Oke, biar tidak ngelantur terlalu jauh dengan topik yang lagi hangat-hangatnya ini, kita kembali saja ke laptop.
Tapi sebelumnya saya mohon maaf, bila apa yang saya tulis ini agak berbau kedaerahan, tapi tetap dalam koridor Pulang Kampung dan Mudik.Â
Bagi perantau yang berasal dari Sumatera umumnya, Sumatera Barat khususnya, istilah mudik ini tidak ada! Cobalah tanya kepada mereka yang berasal dari daerah sana, bila lebaran tiba atau menjelang datangnya lebaran atau hari raya Idulfitri, mereka tetap akan mengatakan kalau mereka itu pulang kampung! Walau nanti seminggu, dua minggu atau menjelang berakhirnya masa libur sekolah dan anak-anak mereka yang bersekolah dimana mereka merantau, akan kembali belajar lagi di sekolah masing-masing.Â
Kalaupun ada diantara mereka yang menyebut mudik, mungkin karena mereka menghargai istilah yang pak Jokowi sampaikan atau karena saking  lamanya mereka merantau, seperti saya yang sudah 42 tahun berada di Jakarta, maka istilah mudik itu sudah menjadi sesuatu yang familiar di telinga kami.
Nah, bagaimana kalau para perantau itu pulang bersamaan dalam rombongan besar, baik dengan kendaraan pribadi yang melakukan konvoi sekian banyak mobil, atau mereka yang membentuk kepanitiaan lalu mencarter beberapa bus untuk pulang?Â
Kami punya istilah sendiri untuk hal ini, yaitu "Pulang Basamo" atau dalam Bahasa Indonesia-nya Pulang Bersama. Seperti yang terlihat pada foto di atas, yang saya abadikan saat menjelang hari raya Idulfitri tahun 2016 silam, setelah sampai di kampung istri saya.Â
Jadi kalau pak Jokowi punya istilah yang berbeda untuk pulang kampung dan mudik, maka bagi mereka yang berasal dari Sumatera Barat, istilah "mudik" itu tidak ada. Bukannya kami tak kenal dengan kata "mudik", tapi mudik bagi kami adalah daerah yang berada di hulu sungai dan hilir bagi daerah yang berada sebelah bawah aliran sungai.Â
Seperti di kampung saya ada namanya nagari Kamang Mudik dan Kamang Hilir, yang kedudukannya sama dengan kelurahan kalau di Jawa. Dari namanya secara mudah diketahui kalau air sungai yang mengalir di kampung kami berhulu di Kamang Mudik lalu mengalir menuju Kamang Hilir dan selanjutnya mengalir jauh hingga bermuara di laut.Â