Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Semoga Pancasila Tak Hanya Jadi Arsip Nasional

10 November 2019   15:02 Diperbarui: 10 November 2019   15:12 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila akan diarsipkan? demikian mungkin pertanyaan yang timbul di kepala sebagian orang, atau malah menjadi keinginan bagi segelintir orang lainnya yang tidak menyukai kalau Negara Kesatuan Republik Indonesia maju dan berdaulat penuh, sebagaimana negara maju lainnya di dunia.

Karena sering juga kita lihat ada demo yang mengerahkan ribuan masa yang diembel-embeli cinta NKRI, tapi dalam pidatonya yang diangkat justru isu lain yang bertentangan dengan Pancasila, lalu bendera yang dikibarkan bukan bendera kebangsaan Indonesia yang berwarna Merah Putih.

Untuk mengetahui dan lebih mendalami lagi filosofi dan isi dari dasar negara RI tersebut, sekitar 150 orang blogger yang hadir di acara Blogger Gathering BPIP dan Arsip Nasional Republik Indonesia, bergabung dan memenuhi auditorium Nurhadi Magetsari, mengikuti seminar Sumpah Pemuda dengan tema, "Pancasila dan Pemuda Indonesia: Sumpah Pemuda bagi Generasi Milenial Jaman Now". 

Walau seminar ini mengambil Sumpah Pemuda sebagai tema, namun kajian yang disampaikan oleh para Nara Sumber lebih fokus kepada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang kelahirannya sudah di tetapkan tanggal 1 Juni 1945, sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Untuk penghayatan yang lebih dalam, di zaman Orde Baru ada pelatihan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa. Sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara.

Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978, tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan, sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Dalam perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7. Tidak pernah diketahui kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.

dokpri
dokpri
Lengsernya Soeharto dan bubarnya Orde Baru, membuat produk hukum ini tidak berlaku lagi, karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tersebut telah dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998. Bahkan menurut Ketetapan MPR no. I/MPR/2003 hal tersebut sudah dinyatakan final.

Mundurnya Soeharto yang disusul dengan menghilangnya pelatihan P4 tersebut, membuat Pancasila sebagai dasar negara mulai kehilangan pamor. Walau tetap sebagai dasar negara, namun secara pribadi banyak orang yang mulai melupakannya. Pancasiala hadir hanya ketika ada perayaan hari besar nasional, setelah itu meredup bagai lampu kehabisan minyak.

Suasana yang ngambang tersebut lalu dimanfaatkan oleh orang ataupun kelompok tertentu yang ingin mengganti dasar negara dengan ideologi lain. Hal itu terlihat jelas dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi, dan menjamurnya media mainstream seperti Televisi maupun media online. Kalau di zaman Orde Baru mereka menjadi organisasi bawah tanah, di zaman reformasi mereka mulai berani memperlihatkan diri terang-terangan. Diantaranya dengan membonceng demo-demo yang berlabel agama. 

Situasi yang tidak nyaman karena rongrongan terhadap Pancasila ini membuat Presiden Jokowi lalu membentuk BPIP atau Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. 

BPIP memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya 

Dengan mandat mengembalikan Pancasila ke tengah masyarakat, BPIP pun turun gunung hingga ke pelosok negeri. Walau belum maksimal, namun pelan tapi pasti kini Pancasila seakan telah kembali ke pangkuan warga negara Republik Indonesia dan bersemayan di hati mereka.

Dokpri
Dokpri
Salam Pancasila
Untuk lebih memasyarakatkan lagi Pancasila sebagai dasar negara. Presiden ke 5 Republik Indonesia, Megawati Soekarno Putri, lalu memperkenalkan sebuah ucapan salam yang telah lama dilupakan anak bangsa. Sebuah salam yang diperkenalkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Salam nasional bangsa Indonesia yang disampaikan melalui Maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945, yang saat itu saat itu lebih dikenal dengan "Salam Merdeka". 

Dalam prakteknya sebagaimana diperagakan oleh Soekarno saat itu yang lebih familiar dipanggail sebagai Bung Karno, hal pertama yang dilakukan adalah mengangkat tangan kanan naik setinggi telinga. Dengan lima jari bersatu, lalu diikuti dengan suara mengguntur mengucapkan salam nasional: Merdeka!

Makna pekik merdeka pada "Salam Merdeka" tersebut dijelaskan oleh Bung Karno sebagai "pekik pengikat". Bukan saja pengikat biasa, melainkan adalah cetusan bangsa Indonesia yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imprealisme tanpa penjajahan, tanpa eksploitasi manusia atas manusia dan bangsa oleh bangsa lain sedikitpun. Pekik ini juga menunjukkan bahwa revolusi Indonesia belum selesai, menuju perwujudan Indonesia yang merdeka berdaulat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dokpri
Dokpri
Kini, pada situasi yang telah jauh berubah dibanding zaman awal kemerdekaan, di saat pancasila mulai digerogoti, maka Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) mulai memperkenalkan kembali apa yang pernah dilakukan oleh Bung Karno dulu. 

Di depan 503 mahasiswa perwakilan dari seluruh Indonesia yang sedang mengikuti program Penguatan Pendidikan Pancasila yang digelar oleh UKP-PIP di halaman Istana Presiden, Bogor, Jawa Barat, pertengahan Agustus lalu. Megawati memperagakan "Salam Pancasila" sebagaimana diajarkan oleh Presiden pertama Ir Soekarno. 

Disaksikan para mahasiswa, Megawati memperagakan gerakan tangan kanan serupa posisi hormat. Namun, ujung jari tidak menempel di dahi, melainkan berjarak sejengkal dari dahi bagian kanan. Gerakannya pun mesti sedikit menghentak. Megawati kemudian berteriak, "Salam Pancasila". Serentak para mahasiswa melakukan persis yang diperagakan Megawati. "Salam Pancasila", seru mereka kompak. Presiden Joko Widodo yang juga hadir dan memberikan pidato usai Megawati juga memperagakan hal yang sama. 

Menjadikan pertemuan dengan ratusan mahasiswa tersebut sebagai langkah awal memperkenalkan Salam Pancasila, maka langkah pembinaan ideologi Pancasila sebagai sebuah gerakan nasional, khususnya untuk para generasi muda, atau yang lebih dikenal dengan generasi milenial zaman now. Kesinambungan pemberian pemahaman yang lebih dalam tentang Pancasila, agar tidak terpengaruh oleh ajaran lain yang menyesatkan, Pemerintah menunjuk BPIP sebagai ujung tombak.

Berbeda dengan apa yang diperagakan megawati, Mukhlis PaEni, sejarawan yang juga mantan kepala ANRI. Menjelaskan bahwa salam Pancasila yang diperagakan Megawati, berbeda dengan apa yang di perlihatkan Bung Karno. Bung Karno, jelas Mukhlis, bila bertemu dengan rakyat jelata, maka dia akan mengangkat tangannya menyampaikan Salam Merdeka dengan sikap yang lemah-lembut, bukan dengan menghentak. 

Karena Bung Karno tidak ingin terlihat suka membentak bila berhadapan rakyat. Bung Karno akan mengangkat tangannya dengan lambat, setelah tangannya mencapai sejajar telinga, barulah menyebut "Merdeka" dengan tekanan suara yang lembut. Sebagaimana di perlihatkan pada sebuah film dokumenter milik Arsip Nasional yang di tayangkan saat itu. Kita tidak tahu peragaan yang mana nanti yang akan dipakai oleh BPIP dalam pelaksanaan sosialisai Salam Pancasila ini di tengah masyarakat. 

Dokpri
Dokpri
Arsip Nasional
Mengadakan seminar tentang Pancasila di hari Sumpah Pemuda di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia atau ANRI, seakan sekali merangkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Memberi kesempatan kepada sekitar 150 peserta dengan lebih dulu mengikuti tour di ruangan yang menyimpan arsip sejarah Republik Indonesia, memberikan bekal bagi para peserta untuk mengikuti seminar di acara berikutnya. 

Namun singkatnya waktu untuk bisa mengetahui lebih banyak dan mendalam tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia di masa penjajah hingga masa kemerdekaan, membuat para peserta tidak begitu bisa melihat maupun mempelajari sejarah masa lalu yang penuh perjuangan yang memakan korban nyawa dan harta serta kekayaan negara yang tak terbilang nilainya.

Dalam perjalanan mengikuti ruang diorama mulai dari lahirnya Sumpah Pemuda, dimana saat itu pertama kali WR Supratman mengumandangkan lagu Indonesia Raya yang 17 tahun kemudian menjadi lagu Kebangsaan Indonesia. Kita juga akan melihat teks asli Proklamasi yang ditulis tangan oleh Bung Karno, yang kemudian di ketik ulang oleh Sayuti Melik. Begitu juga sempat dibuangnya teks asli tulisan tangan itu oleh Sayuti Melik ke dalam tong sampah, hingga kemudian diambil oleh BM Diah dan menyimpannya selama 49 tahun. 

Ratusan tahun dijajah oleh berbagai negara, seperti Belanda, Ingris, Portugis maupun Jepang, Hingga akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945. Membuat Arsip Nasional Republik Indonesia atau lebih familiar disebut ANRI ini, mempunyai koleksi arsip puluhan ribu catatan masa lalu. Baik dari para penjajah, maupun catatan dari para anak negeri pada banyak kerajaan Nusantara ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. 

Dokpri
Dokpri
Saat memasuki ruang diorama peristiwa masa lalu itu saya sudah membayangkan, tidak akan cukup sehari atau dua hari kalau benar-benar ingin mengetahui apalagi ingin mempelajari sejarah masa lalu itu secara lebih mendalam. Bahkan rasanya rasanya tidak akan cukup usia saya yang sudah senja ini untuk melihat dan mengetahui semuanya. 

Sebuah contoh kecil saja, saat saya menanyakan sebuah arsip tentang Perang Kamang tahun 1908. Saya malah mendapat pertanyaan balik, dimana itu perang Kamang 1908 tersebut. Saya memahami ketidak tahuan tersebut, karena Perang Kamang mungkin hanya sebuah peristiwa kecil dari sebuah negara besar bernama Indonesia. Walau dalam peristiwa yang terjadi satu hari di tanggal 15 Juni 1908 tersebut, ratusan nyawa melayang. Buktinya bisa dilihat di Makam Pahlawan Perang Kamang di Kamang Hilir, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Makam itu baru menunjukkan korban dari pihak pejuang Bangsa Indonesia, belum lagi dari pihak Belanda. Cerita orang tua menyebutkan, darah tentara belanda yang luka maupun yang tewas berceceran sepanjang jalan antara Kamang hingga ke benteng Fort de Kock di Bukittingi yang berjarak sekitar 14 kilometer. Walau penduduk sekitar maupun pemerintah daerah setempat tak mempunyai catatan tertulis sejarah perjuangan anak bangsa tersebut, selain makam dan nama-nama korban yang tercatat di sana. Namun saya yakin pihak Belanda pasti mempunyainya. Sayapun punya keyakinan, bahwa ARNI mempunyai arsip berharga tersebut.

Tak dapat dipungkiri kehadiran Gedung Arsip Nasional ini, sangat dibutuhkan bagi para sejarawan, maupun bagi mereka yang membutuhkan catatan peristiwa dan sejarah masalalu bangsanya, untuk menjadi pelajaran dalam mengisi kehidupan masa datang.

Pelaksanaan seminar ini juga tak terlepas dari kehadiran Ivibesmedia. Mubarika Damayanti, owner Ivibesmedia, mengatakan, Ivibesmedia dan Covids adalah platform komunitas blogger, facebookers, Instagrammer, youtubers dan influencer yang tersebar di seluruh Indonesia dan membantu brand/instansi swasta/pemerintah untuk berinteraksi secara positif secara online dan offline guna memberikan solusi bersama, bersama covids.com dan beyond-dynamics.com yang memberikan inovasi baru untuk mendukung kegiatan para penggiat sosial media.

dok. BPIP
dok. BPIP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun