Matinya Esia dari pertengahan Maret lalu yang terasa begitu tiba-tiba, tentu saja menimbulkan efek berantai yang tidak hanya dirasakan oleh perorangan yang memakai pesawat CDMA tersebut, melainkan juga mereka yang memanfaatkan Esia sebagai alat komunikasi bisnis mereka. Kerugian yang ditimbulkan oleh matinya alat komunikasi tersebut tentulah tidak sedikit. Apalagi tidak ada pemberitahuan apapun sebelumnya dari pihak management Esia. Para pengusaha yang tadinya menggantungkan system komunikasinya dengan Esia, akan berpacu dengan waktu untuk mengganti alat komunikasinya. Â Kartu nama maupun kop surat dan amplop harus dicetak baru, agar tidak dianggap tak bonafid oleh para pelanggan. Suatu hal yang agak menguntungkan sekarang adalah bahwa system komunikasi telepon selular saat ini telah begitu berkembang pesat. Sehingga boleh dikatakan tak seorangpun kini dari lebih 250 juta penduduk Indonesia yang tak mengenal telepon selular. Walau yang memiliki dan memakainya baru sekitar 80 persen dari seluruh penduduk.
Rontoknya salah satu dari sekian banyak cabang bisnis Bakrie, juga menghasilkan puluhan ribu pengangguran baru dari bekas pegawai Esia. Bukan hanya menjadi pengangguran, banyak diantara para pegawai tersebut yang belum mendapatkan hak-haknya, walau mereka telah bekerja belasan atau puluhan tahun. Penderitaan para korban lumpur Lapindo yang hingga kini masih menyisakan trauma, nampaknya juga akan dialami oleh para pegawai Esia yang kini berada pada posisi status yang tidak jelas akan seperti apa penyelesaiannya. Harapan kita, tentu saja jangan sampai ada yang dikorbankan atau dirugikan. Tapi, siapa tahu…?
Akibat lain rontoknya Esia secara tiba-tiba walau telah diramalkan oleh para pakar sebelumnya, adalah para pedagang yang menjual telepon CDMA khusus Esia. Berapa banyak kerugian mereka oleh stok yang menumpuk dan tak mungkin dijual lagi? Apakah distributor atau importirnya bisa melakukan re-eksport? Begitu juga para pedagang Voucher dan kartu perdana, mau dikemanakan produk yang tidak bisa dikonsumsi tersebut? Begitu juga deposit e-voucher yang tersimpan di kartu esia yang tidak bisa dijual kepada para pelanggan?
Keruntuhan Esia tidak hanya dirasakan oleh Bakrie Telecom dan keluarganya. Tapi juga oleh mereka yang mengumpulkan recehan 1000-2000 rupiah dari berjualan pulsa Esia. Tragis…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H