Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berkelana di Ranah Minang (45): Selamat Tinggal Ranah Minang

25 April 2011   22:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesawat Batavia Air yang saya tumpangi terbang menembus malam. Kelap-kelip cahaya lampu yang menerangi kota Pekanbaru dan sekitarnya makin lama semakin meredup, mengecil dan kemudian menghilang di kegelapan malam.

Saya mencoba memejamkan mata, mencoba untuk tidur. Sebagaimana biasa saya tidur di atas bus atau mobil travel dalam perjalanan malam dari kota-kekota di Ranah Minang, plus Daerah Riau yang saya kunjungi.

Biasanya dalam perjalanan malam diatas mobil, saya bisa tertidur dengan cepat, walau mobil yang saya tumpangi melewati jalan rusak sekalipun. Tapi kini, di saat pesawat yang saya tumpangi melayang dengan tenang tanpa guncangan, saya malah tidak bisa tertidur.

Pikiran saya melayang ke Ranah Minang yang baru saja saya tinggalkan. Negeri yang diciptakan Tuhan begitu indah, gunung-gunung yang menjulang tinggi ke angkasa, Danau yang menghunjam dalam ke dasar bumi. Bukit barisan dengan hutan-hutan yang menghijau memberikan keteduhan. Sawah-sawah membentang luas membawa harapan akan kemakmuran.

Sungguh kepulangansaya kali ini berbeda dengan kepulangan-kepulangan sebelumnya. Keluarga yang menyambut dengan tangan terbuka dan penuh keikhlasan, walau saya tak membawa oleh-oleh apapun untuk mereka. Tapi dari raut wajahnya, saya melihat banyak kegembiraan dan kebahagiaan dan wajah-wajah yang tulus.

Walau kehadiran saya di hadapan mereka sangat singkat, sehingga tak cukup walau hanya sekadar ngobrol tentang bagaimana keadaan keluarga masing-masing. Tak cukup untuk melepaskan rasa taragak karena telah bertahun-tahun tak berjumpa. Tapi kesan yang dan pesan yang saya dapatkan, cukup untuk mengatakan kepulangan saya kali ini sungguh meninggalkan bekas yang sangat dalam di hati saya.

Dalam pengelanaan saya yang memakan waktu 18 hari itu, sungguh terasa, betapa saya ini mempunyai keluarga besar. Saya tak membedakan diatara mereka, apakah itu kakak kandung atau kakak sepupu, serta begitu banyak keponakan atau bahkan cucu yang lahir diantara mereka. Bahkan saya telah mendapatkan seorang cicit diantaranya!

Begitu juga saya tak membedakan antara keluarga besar saya dengan keluarga istri saya. Semua mendapat perhatian yang sama, tak ada terbersit keinginan untuk memperlakukannya berbeda. Imbalan yang saya terima untuk semua itu adalah, alangkah besarnya nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada saya. Kemanapun saya mendekat, semua tangan menerima dalam keadaan terbuka, itulah yang saya alami dan rasakan. Padahal saya tak membawakan apa-apa untuk mereka yang berbentuk materi, ketulusan dan keikhlasan memang tak bisa di ukur dengan materi.

Disamping anggota keluarga “lama” yang sudah terikat dalam garis keturunan, saya juga mendapatkan anggota keluarga “baru” yang benar-benar baru pertama kali bertemu. Hebatnya, dua diantara tiga anggota keluarga baru ini sudah begitu akrab bertegur sapa dengan saya, dimana lagi kalau bukan di dunia maya, facebook.

Tiga keluarga baru saya itu adalah, pertama: keluarga Neldawati Dahril seorang guru, istri dari kemenakan saya Nur Asri yang sejak berlakunya UU Otda, memilih pindah ke Bukitinggi dari tempat sebelumnya di pulau Jawa. Pertemuan dengan Nelda ini pun di tempat yang tak pernah diinginkan orang untuk menjadi ajang pertemuan, yaitu Rumah Sakit. Ya, waktu saya mengunjunginya Nelda saat itu tengah di rawat di Rumah Sakit Stroke, Bukittinggi.

Kedua yaitu keluarga Wati, seorang perawat di puskesmas Air Tabit Payakumbuh. Istri dari kemenakan saya Dafris yang menikah akhir tahun 2009 lalu, tinggal di Koto Panjang Payakumbuh. Hebatnya, setelah ikut mengantarkan saya pulang ke Kamang 15 Desember bersama Dafris dalam keadaan hamil berat, besoknya hari Kamis 16 Desember dia langsung melahirkan seorang bayi laki-laki.

Ketiga yaitu Elses Mita seorang dokter di Pariaman. Elses adalah istri dari cucu saya Dolla Indra. Menikah Oktober 2009 di Pariaman, dua minggu setelah gempa dahsyat mengguncang Sumatera Barat. Ketika mereka menjemput saya di bandara Minangkabau Padang, seorang bayi mungil ikut menemani , namanya Farid Indra. Itulah cicit pertama saya! Siapa bilang saya ini masih muda?

Neldawati dan Elses Mita inilah yang telah begitu akrab bertegur sapa dengan saya di FB, walaupun kami belum pernah bertemu. Nelda memanggil saya Mak Mi, panggilan seorang keponakan di Ranah Minang terhadap pamannya. Sementara Elses yang lebih akrab di panggil Ises memanggil saya Inyiak Ami, bahasa kampung saya yang artinya kakek.

Ada satu lagi anggota baru keluarga yang tidak sempat saya temui waktu saya ke Padang, yaitu Eva, istri dari keponakan saya Masruri, yang waktu saya pulang ke Padang dia mendapat tugas belajar ke Yogya, serta keluarga adiknya Ma’ruf yang tengah mengambil program S3 di Negeri Belanda.

Pemberitahuan dari awak kabin Batavia Air untuk memasang safety seat belt, menyadarkan saya dari lamunan. Rupanya kami sudah mendekati bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Saya menarik nafas panjang dan menghembuskannya, rasanya saya ingin memperpanjang pengelanaan saya ini. Tapi kehidupan nyata telah menghadang di depan mata, kehadiran saya juga sudah di tunggu keluarga dan pekerjaan di Tomang, tempat saya tinggal selama 22 tahun dari 32 tahun perantauan saya di ibukota ini.

Pesawat mendarat dengan mulus, lalu menggelinding menuju tempat parkir,s etelah sampai para penumpangpun turun.

Di ruang kedatangan putri saya Nurul serta suaminya Rudy telah menunggu demikian sms yang saya terima. Selesai mengambil bagasi saya pun melangkah keluar bandara, bertemu mereka, naik mobil dan langsung pulang ke Tomang.

[caption id="attachment_105054" align="aligncenter" width="591" caption="Keluarga baru: Cucu saya Dolla Indra bersama istrinya Elses Mita serta si kecil Farid Indra, menjemput di Bandara Minangkabau lalu berkeliling kota Padang."][/caption]

[caption id="attachment_105055" align="aligncenter" width="591" caption="Keluarga baru: Bertemu keluarga Nur Asri dan Nelda di rumah sakit."]

13037693331455080718
13037693331455080718
[/caption]

[caption id="attachment_105056" align="aligncenter" width="591" caption="Keluarga baru: Wati yang lagi hamil tua bersama keponakan saya Dafris, di rumah mereka di Koto Panjang, Payakumbuh. Setelah mengantarkan saya pulang ke Kamang, besoknya Wati melahirkan bayi laki-laki."][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun