Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkelana di Ranah Minang (35): Bertemu dengan Sang Juru Selamat

3 Maret 2011   20:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:05 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda pernah dalam situasi kritis yang kalau terlambat di selamatkan bisa berakibat kematian?

Itulah yang aku alami sewaktumasih berusia 7 tahun. Ketika itu aku berdua bersama teman yang lima tahun lebih tua, membuat dan bermain rakit batang pisang di sungai yang dikampungku bernama agam.

Saat itu kami tengah mengembalakan sapi milik teman yang aku panggil tuan Man itu. Karena tidak ada pekerjaan lain, kami lalu membuat rakit batang pisang. Setelah selesai dia lalu bermain rakit di sungai sendirian, sementara aku hanya menonton dari pinggir sungai.

Setelah bolak-balik beberapa kali, dia lalu menawari aku naik rakit itu. Pada awalnya aku menolak, karena aku takut tercebur kedalan sungai yang dalam itu, sementara aku tak bisa berenang.

Tapi dia meyakinkan aku, bahwa tidak akan apa-apa. Maka akupun menerima ajakannya. Dia lalu meminggirkan rakit itu ketepi sungai, ketempat aku berdiri.

Karena rakitnya agak sulit dikendalikan agar merapat kedinding sungai, tuan Man lalu terjun ke sungai dan mendorong rakit itu merapat sambil berenang. Akupun turun dari pematang dan bersiap naik rakit. Ketika aku naik, batang pisang yang telah jadi rakit itu sedikit bergoyang, tapi aku dengan cepat duduk sambil berpegangan.

Melihat aku telah duduk, tuan Man mengendorkan pegangannya kerakit, dan menggeser posisinya ke ujung rakit sebelah hilir, lalu mendorong rakit itu ketengah sungai sambil tetap berenang.

Setelah sampai di tengah sungai, dia menyuruh aku agar berpegang lebih erat, karena dia juga akan naik ke atas rakit. Belum sempat aku mencari pegangan yang pas, karena batang pisang itu cukup besar dan licin, tuan Man telah naik ke rakit.

Gerakan tuan Man yang tiba-tiba serta tidak seimbangnya berat badan kami, membuat rakit itu oleng, tempat yang aku duduki terangkat, dan bagian yang ditindih tubuh tuan Man terbenam. Tidak adanya tempat berpegangan aku akhirnya tercebur masuk sungai.Aku berusaha sekuat tenaga menggapai untuk mencari tempat berpegang, serta mengayunkan kaki dan tanganku agar tetap mengambang, agar tak langsung tenggelam menuju dasar sungai, namun tidak bisa. Aku juga berusaha menahan nafas agar air sungai tak masuk kedalam mulut maupun hidungku. Pelan tapi pasti aku semakin dalam tenggelam serta hanyut terbawa arus sungai. Pertahananku akhirnya jebol, air masuk kehidung dan mulutku, aku tersedak.Tersedaknya aku justru membuat air semakin banyak tertelan, dadaku terasa sesak, tenagaku mulai lemah.

Kisah lengkap petualangan kami bermain rakit batang pisang ini pernah saya posting di Kompasiana, dengan judul:nostalgia bersama penggembala sapi, nyaris tenggelam

Pulang kampung kemarin saya bertemu kembali dengan tuan Man, sang juru selamat waktu saya nyaris tenggelam di sungai itu.

Pertemuan itu terjadi tanpa sengaja. Waktu itu setelah shalat zuhur, saya duduk di bangku luar warung di samping masjid Sovia , Guguak Rang Pisang. Tak berapa lama sepupu saya Yen, anak angah yang bekerja di kantor Camat Kamang Magek lewat membonceng anaknya yang baru pulang sekolah. Lalu saya disuruh singgah ke kerumahnya di dusun Banau.

Karena Yen tidak sempat memasak waktu akan berangkat kerja pagi hari, dia lalu pergi membeli nasi bungkus ke Nagari Salo, yang besisian dengan dusun Manau.

Selama menunggu Yen pergi, saya bertemu dengan Menar adik tuan Man yang rumahnya ada di belakang rumah Yen. Lalu saya tanyakan tentang tuan Man. Menar mengatakan bahwa kakaknya itu sedang memancing di pemancingan milik Suasri alias Buyuang yang berada tidak jauh di belakang rumahnya.

Selesai makan, saya lalu pergi ke pemancingan yang di katakan Menar itu. Sampai di Tabek, bahasa setempat untuk kolam pemancingan, saya agak bingung karena sudah agak lupa dengan wajah tuan Man, saya tidak tahu yang mana dia diantara beberapa orang pemancing yang sedang berlomba itu.

Akhirnya saya lalu menanyakannya pada Ar, tukang ojek yang mengantar saya ke pemancingan itu. Dia lalu menunjuk seseorang yang tengah serius mengamati pancingnya. Jarak saya dengannya sekitar 20 meter, di sudut tabek atau kolam pemancingan.

Saya lalu berjalan di pematang tabek untuk mendekatinya, setelah berada disampingnya aku memanggil namanya. Dia menoleh, saya lalu mengulurkan tangan dan kami bersalaman.Hebatnya, dia masih mengingat saya.

Pertemuan kami yang telah berpisah lebih kurang empat puluh tahun itu, mengembalikan kembali kenangan saya pada kejadian yang menegangkan itu. Hanya saja pertemuan yang hanya sekejap itu, tak sempat membongkar kembali nostalgia kisah kepahlawanan dia. Karena saat itu kami bertemu di tempat pemancingan. Tuan Man, sang juru selamat itu. Tengah menikmati hobinya untuk mengisi waktu luang, selepas bekerja dengan kegiatan rutin sehari-hari. Saya tak ingin mengganggu keasyikannya itu, walau saya sebenarnya ingin maota atau mengobrol lebih lama dengan dia.

[caption id="attachment_94156" align="aligncenter" width="622" caption="Tuan Man, di lapak pemancingan"][/caption] [caption id="attachment_94157" align="aligncenter" width="622" caption="Bersama Tuan Man, sang juru selamat"]

1299185897587648749
1299185897587648749
[/caption] [caption id="attachment_94158" align="aligncenter" width="622" caption="Suasri alias Buyuang, pemilik Tabek atau kolam pemancingan"]
12991860221735454705
12991860221735454705
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun