Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Berkelana di Ranah Minang (31): Produksi Bilih Singkarak Menurun Drastis

13 Februari 2011   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:38 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bilih, demikian penduduk disekitar danau Singkarak, menyebut nama ikan yang hidup di danau terbesar di Sumatera Barat itu.

Bilih atau Bilis atau nama ilmiahnya Mystacoleuscus padangensis blkr, merupakan satu-satunya di dunia, yang ukuran fisiknya sekitar panjang jari tangan itu, adalah satu-satunya jenis ikan yang hidup di danau Singkarak, dan menjadi satu-satunya pula sumbermata pencaharian para nelayan yang hidup di sekitar danau itu.

Sejak di operasikannya PLTA Singkarak tahun 1998, produksi ikan bilih ini terus menurun setiap tahunnya.

Bila sebelum adanya PLTA Singkarak ini para nelayan dengan mudah mendapatkan ikan bilih, kini tidak lagi. Kalau dulu kita masih bisa mendapatkan ikan bilih ini di jual dengan harga pada kisaran Rp. 5.000, hingga paling tinggi Rp. 10.000 per liternya. Maka kini harga ikan bilih ini bisa mencapai Rp.25.000 hingga Rp.35.000 perliter. Itupun tidak setiap saat bisa di dapatkan di pasar Ombilin, pasar tradisional yang terletak di pinggir danau Singkarak, tempat pelintasan kendaraan yang melaju dari dan ke jalur trans Sumatera menuju daerah Riau, Sumatera Utara maupun Jambi dan Sumatera Selatan serta mereka yang ingin meneruskan perjalanannya menuju pulau Jawa.

Menyiasati menurunnya produksi ikan bilih ini, ada pedagang yang membawa sejenis ikan dari daerahlain yang bentuknya mirip ikan bilih, tapi setelah di masak rasa ikan ini berbeda dengan rasa ikan bilih yang keluaran danau Singkarak.

Para pedagang bilih, maupun masyarakat setempat umumnya bisa membedakan bilih asli dengan bilih “siluman” ini. Tapi bagaimana dengan pendatang dari daerah lain yang masih awam dan tidak bisa membedakannya?

Saya mencoba menelusuri kenapa produksi ikan bilih ini menurun drastis, pikiran bodoh saya mengatakanbukankah danau Singkarak ini masih berair dan belum kering?

Saya masuk ke danau Singkarak melalui tangga yang terdapat disamping masjid Ikhlas, Pasir Jaya yang masuk wilayah Kabupaten Tanah Datar. Tangga ini tadinya adalah tangga bagi jamaah yang akan mengambii wudhuk di pinggir danau.

Saya masih ingat sekali, pertama saya shalat di masjid ini di awal tahun 80an, sebagian ujung anak tangga terakhir ini masih terendam di dalam air danau.

Kini posisi anak tangga terakhir itu telah menggantung, karena permukaan air danau kini telah menurun hingga sekitar satu meter di bawahnya. Salah satu indikator lain adalah, salah satu tiang masjid yang berada di danau kini tidak lagi terendam air danau. Padahal pada tiang itu kita masih terlihat jelas, jejak bekas permukaan air danau yang merendam tiang masjid itu, kini tiang berikut fondasinya tak lagi berada didalam air danau, tapi di atas pasir yang telah menjadi pantai.

Air danau yang dulu ombaknya menghempas hingga ke dinding danau, kini tidak kelihatan lagi. Karena air danau yang surut itu sekarang hanya mencapai pantai pasir yang menjorok ketengah danau, beberapa meter dari dinding pinggir danau sebelumnya.

Lalu apa hubungannya dengan berkurangnya produksi ikan bilih ini?

Ikan bilih sebagaimana beberapa jenis ikan lainnya, hidup dari memakan plankton. Sejenis organisme yang diantaranya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sebelum adanya PLTA Singkarak ini, ikan bilih hidup nyaman karena sumber makanan mereka melimpah dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di dinding atau pinggir danau.

Begitu PLTA Singkarak ini beroperasi, air danau menyusut. Penyusutan air danau ini tidak tanggung-tanggung, mencapai hingga 1 meter bahkan lebih dari batas elevasi permukaan danau yang lama. Akibatnya, air danau di beberapa tempat tidak lagi mencapai pinggir danau, dimana berkumpul tumbuhan maupun rumput sumber plankton makanan ikan bilih.

Air danau yang menyusut di beberapa tempat menimbulkan bentangan pantai pasir, ikan-ikan tak lagi bisa mendapatkan makanannya dengan baik, karena sumber makanan mereka nun jauh di tepi danau yang tak lagi tersentuh air. Perkembang biakan ikan bilih inipun terganggu, karena ikan yang biasanya bertelur dan menetaskan telurnya di bawah rimbunan rumput-rumput pinggir danau, kini terpaksa menetaskan telurnya di pinggiran danau berpasir, tanpa sumber makanan dan perlindungan atas anak-anak ikan yang masih rentan itu.

Dari pengamatan sederhana inilah, dapat di tarik suatu kesimpulan. Kenapa produksi ikan bilih danau Singkarak ini menurun dengan drastis.

Sebuah ironi, keuntungan untuk pihak sana dan kerugian untuk pihak sini, termasuk rakyat yang hidup sepanjang aliran sungai Ombilin, yang selama ini menggantungkan hidupnya dari aliran sungai Ombilin, kini kelabakan karena kekeringan, karena tak mendapat pasokan yang cukup dari air sungai Ombilin yang semakin mengecil, bahkan bila kemarau tiba, kering sama sekali.

Ah sayang, ini hanyalah analisa dari seorang yang tidak mengerti apa-apa dan cuma tamatan SD. Tentu ada alasan lain yang lebih hebat dari para ahli yang menguasai bidang ini, saya hanya nyumbang saran....

[caption id="attachment_90570" align="aligncenter" width="623" caption="Danau Singkarak, diabadikan dari atas bukit Kubang, Nagari Padang Luar, Kabupaten Tanah Datar"][/caption]

[caption id="attachment_90572" align="aligncenter" width="623" caption="Ikan Bilih, baru selesai di rebus atau di goreng setengah matang, untuk dikirim ke luar daerah."]

12976217881149913035
12976217881149913035
[/caption] [caption id="attachment_90573" align="aligncenter" width="623" caption="Ikan Bilih, yang sudah di goreng lengkap dengan bumbu cabenya yang merah menyala, siap untuk dinikmati."]
1297621488888383880
1297621488888383880
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun