Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berkelana di Ranah Minang (25): Keluyuran di Pinggiran Kota Duri

25 Januari 2011   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum di temukannya minyak bumi di lapangan minyak Duri pada tahun 1940, Duri atau kecamatan Mandau hanyalah hutan bakau atau sebagai juga perkebunan karet, dan kini juga semakin berkembang dengan adanya perkebunan kelapa sawit .

Tapi begitu Caltex menemukan Duri sebagai ladang minyak dengan cadangan yang sangat besar di perutnya, dalam tempo singkat Duri bangkit menjadi sebuah kota.

Sama halnya dengan daerah-daerah lain sepertiRumbai, Minas Lirik, Pendopo, Plaju, Sungai Gerong serta banyak lagi daerah di Indonesia dimana minyak bumi di temukan, maka pertumbuhan penduduk dengan datangnya tenaga-tenaga yang bekerja di ladang pengeboran minyak bumi cepat sekali berkembang.

Dalam pengelanaan saya selama 4 hari di Duri hal itu terbukti. Duri atau kecamatan Mandau yang kalau di lihat dari Google map hanya seperti noktah di tengah hutan belantara, begitu di masuki tak obahnya sebuah kota kecil dengan fasilitas yang lumayan lengkap, kalau dilihat sebagai sebuah kota kecamatan ditengah belantara daratan Riau.

Sebelum pergi memancing dan menjala ikan di daerah Rokan, saya sempat mengabadikan beberapa tempat yang kami lewati. Perkampungan penduduk asli Mandau, walau telah bersentuhan dengan modernisasi namun tak kehilangan ciri khasnya. Rumah terapung, maupun perkampungan yang berdekatan pipa-pipa minyak mentah dari ladang pengeboran menuju stasiun pengumpul.

Pada awalnya saya agak ragu, foto seperti apakah yang akan saya dapatkan dari pemandangan alam di dataran rendah yang nanti akan saya hadapi. Tapi alam memang penuh rahasia, dari hutan bakau yang tak tertata, sebuah keindahan juga bisa muncul tak terduga.

Kita sering melihat foto-foto matahari terbenam yang diambil di pinggir pantai. Foto-foto yang diambil disana memang bisa menampilkan suasana dan nuansa yang mencekam perasaan keharuan dalam keindahan. Tapi bagaimana pula bila kita melihat matahari terbenam dari daratan dan dataran rendah daerah seperti Riau?

Diantara foto-foto ini tidak semuanya saya ambil dalam posisi diam, beberapa diantaranya saya jepret dari kendaraan yang sedang berjalan. Bahkan foto-foto matahari terbenam sepenuhnya diambil dari kaca belakang L 300 yang kami tumpangi yang sedang melaju membawa kami pulang.

[caption id="attachment_87317" align="aligncenter" width="622" caption="Sebuah pohon meranggas dan kemudian mati, di latar depan dua pipa minyak terbentang membawa sumber kemakmuran bagi orang lain"][/caption]

[caption id="attachment_87318" align="aligncenter" width="568" caption="Langit terbentang membiru tanpa polusi"]

12959828781532427994
12959828781532427994
[/caption]

[caption id="attachment_87319" align="aligncenter" width="605" caption="Rumah diatas air"]

12959830551399843605
12959830551399843605
[/caption]

[caption id="attachment_87320" align="aligncenter" width="622" caption="Rumah penduduk asli Mandau, didepan mereka mengalir uang dalam jumlah yang tak terpikirkan oleh mreka, semenara mereka hidup dalam kesederhanaan bahkan kemiskinan"]

12959834801169945900
12959834801169945900
[/caption]

[caption id="attachment_87321" align="aligncenter" width="622" caption="Sekolah ini pun di bangun diatas rawa"]

12959833621062718215
12959833621062718215
[/caption]

[caption id="attachment_87322" align="aligncenter" width="622" caption="Hutan bakau itu kini telah di sulap dan di tanami dengan kelapa sawit"]

12959834781781837811
12959834781781837811
[/caption] [caption id="attachment_87323" align="aligncenter" width="622" caption="Lahan yang luas ini tengah menunggu untuk digarap"]
1295983578651887918
1295983578651887918
[/caption] [caption id="attachment_87324" align="aligncenter" width="622" caption="Air, tanah, langit dan jembatan. Kesatuan yang saling melengkapi."]
12959837501135999600
12959837501135999600
[/caption] [caption id="attachment_87325" align="aligncenter" width="622" caption="Tenang dan damai...."]
12959839801231128607
12959839801231128607
[/caption] [caption id="attachment_87326" align="aligncenter" width="622" caption="Alam memisahkan, manusia menghubungkan..."]
129598426024424642
129598426024424642
[/caption] [caption id="attachment_87327" align="aligncenter" width="622" caption="Menuju ke peraduan..."]
1295984715284993151
1295984715284993151
[/caption] [caption id="attachment_87328" align="aligncenter" width="622" caption="Bersembunyi di balik pohon..."]
1295984823312447479
1295984823312447479
[/caption] [caption id="attachment_87329" align="aligncenter" width="622" caption="Selamat jalan kekasih..."]
1295984530625900870
1295984530625900870
[/caption] [caption id="attachment_87330" align="aligncenter" width="622" caption="...dan cahayanyapun semakin redup."]
12959846361756255135
12959846361756255135
[/caption] [caption id="attachment_87331" align="aligncenter" width="413" caption="...dan alam pun menjadi saksi perginya sang cahaya kehidupan"]
1295985147303702502
1295985147303702502
[/caption] [caption id="attachment_87332" align="aligncenter" width="622" caption="Sampai jumpa lagi dihari esok..."]
1295985358138387679
1295985358138387679
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun