Menikmati malam pertama di Ranah Minang, di Ujung Betung, Pariaman. Berselimutkan keheningan malam yang membuat hati begitu terasa damai. Berbeda jauh dengan Jakarta yang baru saja saya tinggalkan, yang selalu hiruk pikuk 24 jam.
Badan rasanya cukup capek setelah mengitari kota Padang, sejak pertama kali saya menginjakkan kaki di Bandara Minangkabau. Cukup banyak yang saya dapatkan hari itu, dan itu membuat saya cukup beberbesar hati, karena perjalanan yang kami lakukan tidak percuma.
Rabu, 1 Desember 2010
Setelah menyelesaikan dan mempublikasikan postingan pertama saya Berkelana di Ranah Minang, Dolla Indra mengajak saya berkeliling kota Pariaman, dengan fokus utama kami pantai Pariaman. Namun sebelumnya kami menjemput Elses Mita, istri Dolla yang bertugas sebagai dokter Puskesmas Marunggi, masih dalam kota Pariaman yang lokasi Puskesmasnya tidak begitu jauh dari pantai.
Sebagai kota yang berada di tepi pantai, Pariaman mempunyai garis pantai yang cukup panjang. Keindahan pantai ini diperkuat dengan pantainya yang berceruk di beberapa tempat, sehingga tidak membosankan untuk di nikmati.
Selain dinikmati langsung dengan bermain di pantai. Pemandangan pantai dan laut Pariaman ini juga dapat dinikmati dari bawah pohon-pohon rindang yang tumbuh antara 25 hingga 50 meter dari bibir pantai.Membuat suasana sekitarnya teduh, walau kita datang ditengah hari sekalipun, seperti yang kami alami ketika berkunjung kesana.
Dibawah keteduhan pohon cemara yang menjulang tinggi, dengan suaranya yang khas ketika di tiup angin, diiringi suara deburan ombak yang menerpa pantai, bagaikan alunan music symphony yang membuai telinga. Sungguh suatu suasana yang sangat nikmat untuk bersantai, sambil di tiup angin yang berembus sepoi-sepoi.
Hanya dua tempat yang sempat kami kunjungi saat itu, yaitu: Pantai Kata yang suka dipelesetkan warga setempat dengan Pantai Kuta, dan Pantai Gandoriah. Keterbatasan waktu, membuat saya tidak sempat mengunjungi pantai-yang lainnya.
Ketika berkunjung ke pantai Pariaman ini, saya melihat ada potensi pariwisata yang belum tergarap maksimal disini. Media pendukung seperti hotel yang cukup representative, serta restoran yang cukup memadai. Saya melihat yang ada hanyalah warung-warung kecil maupun kios-kios makanan atau buah-buahan.
Mungkin juga kunjungan saya yang singkat ini belum sempat melihat semuanya. Tapi saya punya keyakinan, bila hal ini di garap lebih maksimal, potensi pariwisata pantai Pariaman bisa menjadi sumber devisa pendapatan daerah dan tentu jugapenduduk sekitarnya.
Keyakinan saya itu juga didukung dengan dibangunnya sebuah Dermaga di Pantai Gandoriah. Bila dermaga ini telah selesai kelak, bukan hal yang mustahil bila disana nanti akan berlabuh kapal-kapal pesiar kecil atau semacam yach milik mereka yang mampu. Tentu saja bila prasarana dan infrastruktur pendukung seperti yang saya sebutkan diatas juga telah tersedia.
Apa lagi Pariaman punya acara tahunan Tabuik di setiap bulan Muharram, yang prosesi waktunya cukup panjang, memakan waktu beberapa hari, yang tahun ini puncaknya akan terjadi tanggal 19 Desember mendatang. Bila masa persiapan ini juga diangkat sebagai proses sebuah perjalanan acara Tabuik, bukan hal yang tak mungkin akan memperpanjang masa tinggal wisatawan yang berkunjung untuk menyaksikan acara Tabuik ini di Pariaman.
[caption id="attachment_79562" align="aligncenter" width="541" caption="Puskesmas Marunggi, tempat Elses Mita istri Dolla Indra mengabdikan dirinya sebagai Dokter melayani masyarakat setempat"][/caption]
[caption id="attachment_79563" align="aligncenter" width="528" caption="Tabuik, ikon kota Pariaman yang banyak di jumpai di beberapa tempat. Dari depan bagian bawah terlihat patung burung Buraq berkepala manusia"]
[caption id="attachment_79564" align="aligncenter" width="540" caption="Tabuik, dilihat dari belakang dengan ekor burung Buraq yang terlihat mengembang"]
[caption id="attachment_79566" align="aligncenter" width="541" caption="Pantai Kata yang diplesetkan jadi Pantai Kuta, dengan pepohonan yang rindang tempat berteduh dari sengatan matahari."]
[caption id="attachment_79567" align="aligncenter" width="541" caption="Pantai Kata dengan beberapa perahu nelayan yang sedang parkir"]
[caption id="attachment_79568" align="aligncenter" width="541" caption="Sisi lain dari Pantai Kata"]
[caption id="attachment_79570" align="aligncenter" width="541" caption="Jalanan yang teduh oleh pohon yang tumbuh tinggi di sepanjang sisi Pantai Pariaman"]
[caption id="attachment_79571" align="aligncenter" width="541" caption="Pembangunan dermaga di teluk Pantai Gandoriah, dengan latar belakang perahu nelayan yang sedang parkir, menunggu waktu melaut."]
[caption id="attachment_79572" align="aligncenter" width="541" caption="Pantai Gandoriah dengan tanjung yang cukup jauh menjorok ke tengah laut"]
[caption id="attachment_79575" align="aligncenter" width="396" caption="Trotoar yang teduh di payungi pepohonan"]
[caption id="attachment_79574" align="aligncenter" width="541" caption="Beberapa pulau kecil yang tidak jauh dari pantai Pariaman, mulai di garap sebagai obyek pariwisata"]
[caption id="attachment_79573" align="aligncenter" width="536" caption="Kios-kios penjual minuman dan buah-buahan tanpa cendera mata"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H