Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencari Kakak

2 Maret 2010   05:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Surang sen, pak...! Jawabku sambil mengambil karcis dan uang kembalian.

Bercampur perasaan heran, senang dan rasa tak yakin, aku lalu mengamati karcis kereta api yang ukurannya sebesar kartu koa yang sering dimainkan di oloh, tempat tukang perabot dikampungku menghabiskan waktu, setelah seharian penuh bekerja membuat kurisi sice.

Karcisnya terbuat dari kertas tebal berwarna hijau, diatasnya tertulis PNKA lalu baris bawahnya angka-angka yang aku tidak tahu artinya. Kebawahnya lagi tulisan Kelas 3, selain iu juga tertulis; Anak-Anak, dan harga karcis tersebut. Juga tertulis; Biaro - Padang Tarok.

Setelah puas melihat dan membolak-balik karcis itu, aku lalu teringat aku belum lagi shalat zuhur. Aku lalu kembali keloket, dan kini aku tidak lagi takut melihat wajah bapak penjual karcis itu dan menanyakan masih lamakah kereta akan datang, ketika dia menjawab masih lama, aku lalu cepat-cepat berbalik setelah mengucapkan terima kasih.

Aku kembali berlari melintasi jalan raya di depan stoplat itu. Setelah sampai diseberang, baru aku berjalan biasa tapi tetap dengan langkah yang cepat, menuju masjid yang tidak jauh dari persimpangan jalan arah ke kampungku, yang berada disebelah kiri jalan.

Sampai di masjid aku bersuci dan kemudian menyiram rambutku yang penuh debu bercampur keringat, terus ke tengkuk dan leherku yang berdaki. Kakiku yang masih memakai celana pendek juga kotor dan berdebu, ikut dibersihkan. Setelah itu baru aku berwudhuk, dan lalu shalat zuhur sendirian didalam masjid, memakai kain sarung yang selalu kulilitkan dan kuikatkan di pinggang, bila aku berjalan jauh.

Setelah selesai shalat dan berdoa, dari hafalan yang aku dapatkan di surau. Aku kembali ke stoplat. Kini badanku sedikit lebih segar, keringat di badanku juga sudah mulai kering. Yang terasa sekarang adalah: lapar.

Aku memasukkan tangan ke kantong celanaku. Merasakan dan dalam hati menghitung uang yang tersisa dari pembelian karcis. Sambil tetap menimang-nimang uang yang didalam kantong celanaku, aku berfikir. Kalau aku makan diwarung nasi yang ada dekat stoplat, aku takut uang ini tidak cukup. Aku lalu mendekati warung yang berada dalam lingkungan stoplat. Melihat apa yang dapat kubeli dan kumakan dari uang yang ada. Akhirnya aku memilih dan mengambil sebuah godok setelah menanyakan harganya, lalu membayarnya. Godok yang dibuat dari ubi kayu yang di parut itupun aku makan, itu cukuplah untuk mengganjal perutku agar idak kena penyakit jumbalang lapa! dan untungnya uangku masih ada sisanya.

Belum lagi godok yang ku makan habis, kereta api telah datang. Sebelum memasuki stoplat, masinis yang berada di lokomotifnya membunyikan suitan kereta apinya yang berbunyi nyaring; cuiiiit.......,! cuiiiiit.....!

Setelah kereta berhenti, para penumpangpun naik. Karena penumpang turun dan naik berebut di dekat peron, aku lalu lari kearah rangkaian kereta sebelah belakang. Yang tidak ada penumpang naik dan turunnya. Tapi ketika mencoba untuk menaiki tangga kereta aku kesulitan, karena tangganya cukup tinggi. Untung saja seorang penumpang yang berada dekat tangga membantu menarik tanganku keatas, sampai kakiku dapat menginjak tangga kereta. Dan kemudian masuk kedalam gerbong dan mencari tempat duduk dibangku panjang yang membelakang ke jendela. Tapi semua bangku pinggir telah penuh, tinggal bangku panjang yang berada ditengah gerbong, dan tanpa sandaran punggung.

Perjalananku saat ini adalah perjalananku yang pertama naik kereta api, setelah yang terakhir dua tahun yang lalu, ketika aku pulang dari Payakumbuh. Tapi aku masih bisa mengingat dengan jelas, setiap stasiun maupun stoplat tempat kereta ini berhenti disepanjang jalur Bukittinggi - Payakumbuh yang jaraknya 33 kilometer ini. Berangkat dari stasiun Bukittinggi, stoplat pertama tempat kereta berhenti adalah Aua Birugo yang masih berada didalam kota Bukittingi. Perjalanan yang sebenarnya baru dimulai dari sini, lalu stoplat Tanjung Alam dan Biaro. Setelah stoplat Biaro baru stasiun Baso. Di Stasiun Baso ini terdapat rel Ganda, disini bertemu kereta yang dari Bukittinggi dan yang dari Payakumbuh. Setelah stasiun Baso kereta akan melanjutkan perjalanan dan kemudian berhenti di Stoplat Ujung Guguk. Di stoplat Ujung Guguk ini terdapat sesuatu yang unik. Yaitu stoplat ini berlokasi di penurunan panjang dari Stasiun Baso sampai ke pinggiran Ujung Guguk yang berbatasan dengan sawah. Untuk membantu pendakian kereta yang datang dari Payakumbuh agar tidak mundur ketika menanjak di pendakian yang panjang ini, ditengah terdapat rel khusus yang yang bergerigi, rel yang bergerigi inilah yang menjadi tumpuan lokomotif ketika hendak menanjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun