Mohon tunggu...
Dian Kaizen Jatikusuma
Dian Kaizen Jatikusuma Mohon Tunggu... Human Resources - Penulis, aktif juga di FLP Sumut

Ingin menjadi laki-laki subuh..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Percaya Mulut Lelaki

13 Juni 2012   14:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:01 2608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13395716471055125238

Sumber: muslimstory.wordpress.com

Kadang-kadang, pacaran itu, mirip pelacuran terselubung..

Coba anda langganan koran kuning (koran berita yang entah bagaimana sukses memadukan berita kriminal, cerita seks, cerita horor, dan iklan kobra oil dalam satu halaman) selama satu bulan. Kemudian coba anda survei, berapa banyak berita tentang kasus seorang wanita muda menuntut pria yang menidurinya untuk bertanggung jawab?

Coba anda nongkrong selama sebulan di polres terdekat, di dalam sebuah unit yang diberi nama gagah: PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Jika anda berhasil nongkrong sebulan di sana tanpa diusir, diborgol, atau disangka wartawan koran kuning, coba hitung berapa kasus yang sama (seorang wanita curcol dadakan ke seorang polwan tentang seorang pria bajingan yang memakai taktik hit and run) yang dilaporkan ke PPA. Jujur saja, anda mungkin akan terkejut dengan hasil hitungan anda.

Sering kali, kita lupa bahwa: pacaran itu bukan menikah. Para wanita, apalagi di zaman materialistik sedang populer, tanpa malu dan sungkan menganggap sang pacar sebagai suami secara finansial, alias ATM berjalan. Sudah tidak asing lagi saya mendengar teman-teman pria saya harus jungkir balik memenuhi permintaan sang pacar: makan di tempat mewah, beli baju-tas-sepatu, beli BB, beli sepeda motor, bahkan ada yang entah bagaimana berhasil merayu sang pria malang untuk membelikan sebuah rumah.  “Lho mas, itu kan untuk menguji rasa sayang dia ke saya? Kalau dia memang sayang, masa dia ga bersedia berkorban untuk saya.. Kalau pas pacaran saja dia sudah pelit, gimana kalau sudah menikah?”.

Hmm.. Begitu ya? Kalau begitu, para cowok juga sah-sah saja dong berkata: “Saya juga ingin menguji rasa sayang cewek saya mas. Kalau memang dia sayang, masa ga mau tidur dengan saya? Lha kalau pas pacaran aja dia sudah ga mau melayani saya pas lagi horny, gimana pas udah nikah?”

Jadilah: pacaran, seperti ajang jual beli. Sang wanita berharap materi, sang pria berharap ‘sesuatu dan lain hal’. Dan transaksi tersebut, dilakukan tanpa ikatan hukum yang jelas..

Hubungan antara dua manusia itu, hampir sama di semua bidang, baik itu bisnis, pekerjaan, cinta: sebaiknya ada hukum yang jelas dan mengikat. Untuk bisnis, kita bersedia susah payah menempeli materai ke lembar perjanjian kerja sama dan mendaftarkannya ke notaris terdekat. Untuk pekerjaan, kita jauh lebih memilih bekerja dengan ikatan yang jelas secara hukum: berapa lama jam kerja, berapa gaji yang diterima, apa saja hak dan kewajiban kita sebagai pekerja, dan sanksi yang diterima kedua pihak jika ada yang mungkir.

Lantas, kenapa untuk hubungan cinta, tiba-tiba kita jadi polos dan hanya percaya dengan kata-kata? Saat sesuatu hampir terjadi, bagaimana mungkin para wanita kehilangan akal sehat dan percaya dengan kata-kata bullshit yang dilandasi nafsu “Tenang dek, kalau hamil, abang pasti tanggung jawab laah.. Udah rileks aja.. Enak enak..” ? Hubungan bisnis telah membuktikan berkali-kali: sesuatu perjanjian tanpa ikatan hukum yang jelas, sering kali akan menjadi penyesalan besar di belakang hari. Kenapa seolah-olah kita tidak belajar hal itu, dalam hubungan cinta? Kenapa kita seolah-olah yakin rasa cinta kita akan bertahan selamanya? Kebanyakan nonton film remaja nan romantis tentang indahnya cinta?

Jika perasaan sentimentil nan lugu itu sedang ada di dalam hatimu sekarang sista, sadarlah: itu cuma film. Dalam film, tanpa perlu menikah, sang pria terlihat luar biasa gentle, mengabulkan semua keinginan sang wanita, mengucapkan puisi tiap 5 menit sekali, memukuli segerombolan manusia serigala yang mengancam, terbang jauh-jauh hanya untuk melihat kamu selama beberapa menit, berlutut dan bersumpah bahwa hanya kematian yang akan memisahkan, bahkan bersedia mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa kamu. Film-film itu, lupa mencantumkan syarat dan ketentuan yang berlaku*, bagi sebagian pria: tanpa payung hukum, semua itu kami lakukan asalkan kamu tetap cantik dan muda, ga melahirkan sesuatu yang butuh pampers dan susu, tidak pernah haid dan nifas, ga pernah cerewet minta uang belanja di saat kantong lagi kempes, dan ga punya orang tua yang bisa bikin menantunya mati berdiri..

Ingatlah sista: pacaran, adalah suatu hubungan antar dua manusia, tanpa ada payung hukum yang jelas. Kedua pihak bisa mengucapkan janji apa saja: memberi kebahagiaan, mencintai seumur hidup, menikahi, pendidikan dan kesehatan gratis, memberantas korupsi, bebas banjir dan macet: apa saja. Dan hanya berdasarkan kata-kata itu, kamu tiba-tiba terlentang pasrah menyerahkan milikmu yang paling berharga. Belajarlah. Sungguh, banyak pria di luar sana yang bersedia bersumpah demi Tuhan, demi leluhur, dan demi neneknya, asal kamu bersedia lompat ke kasur bersamanya. So, sebelum dirimu memilih seorang pacar, yang sering kali hanya berdasarkan romantisme, penampilan fisik, dan kesediaan sang pria untuk berkorban, mungkin sebaiknya kamu meluangkan waktumu sebulan untuk nongkrong di PPA. Yakinlah, cara pandangmu terhadap pacaran, tidak akan pernah sama lagi...

Dan mungkin, mudah-mudahan, pada akhirnya, kamu akan sadar bahwa satu-satunya solusi untuk hubungan cinta yang sehat adalah: menikah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun