Mohon tunggu...
Dian Kaizen Jatikusuma
Dian Kaizen Jatikusuma Mohon Tunggu... Human Resources - Penulis, aktif juga di FLP Sumut

Ingin menjadi laki-laki subuh..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaksakan Kehendak, Apa Salahnya?

15 Mei 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:17 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Propaganda, seringkali seperti pelacur, menggunakan riasan tebal dan indah untuk menutupi kebusukan di baliknya..

Kasus Irshad Manji akhirnya berhasil juga membuat tangan dan hati saya gatal dan menghentikan puasa menulis saya.. Mengikuti berbagai berita dan komentar di banyak media online, kadang-kadang membuat saya ingin menjambak-jambak rambut saya sendiri (yang ternyata susah dijambak) dan membentur-benturkan kepala saya ke bantal..

Argumen yang sering saya baca tentu saja: jika tidak setuju dengan pendapatnya Irshad Manji, jangan memaksakan kehendak dong.. Coba ajak berdialog, atau terbitkan buku bantahan.. Biarkan masyarakat menilai sendiri.. Baca saja dulu.. Kalaupun tidak setuju, ya tidak usah diikuti.. Toh kita dibekali otak, sehingga bisa menyaring apa yang kita baca.. Atau, perkuat iman saja, kalau iman sudah kuat, tidak akan terpengaruh oleh apapun..

Yup, kata-kata yang kedengaran luar biasa bagus, dan luar biasa masuk akal.. Saya yakin banyak sekali pembaca yang akan manggut-manggut membaca argumen di atas, sambil membayangkan sang pemberi argumen sebagai seorang bijak dengan lingkaran cahaya di atas kepala dan sinar terang yang menyilaukan di latar belakang..

Jawaban saya: Apa salahnya memaksakan kehendak?

Anda tahu, kenapa perusahaan-perusahaan raksasa seperti Coca-Cola, Unilever, McDonald, bahkan perusahaan minyak Shell (yang sebenarnya tidak terlalu perlu beriklan), bersedia menghabiskan jutaan sampai milyaran dollar per tahun hanya untuk iklan? Jawabannya hanya satu: untuk memaksakan kehendak!

Mengapa anda membeli Pepsodent, bukannya Siwak? Kenapa anda membeli Yamaha, bukannya Bajaj? Kenapa anak anda memilih menjadi anggota geng motor, bukannya remaja mesjid? Setiap tindakan, perbuatan, pola fikir kita, adalah hasil input dari apa yang masuk ke otak kita.. Dan input yang paling merasuk (dan paling berbahaya) ke otak bawah sadar kita adalah: input yang berulang-ulang, atau input yang membangkitkan emosi.. Itulah kenapa perusahaan mengiklankan produknya berkali-kali, selama bertahun-tahun. Itulah kenapa mereka sering membuat iklan yang menyentuh hati, atau membuat kita tertawa, bahkan menangis.. Mereka sedang menanamkan bom di dalam alam bawah sadar kita, yang akan meledak dan membuahkan keuntungan bagi mereka, saat kita secara tanpa sadar menjangkau produk mereka di rak-rak pasar swalayan.

Intinya: setiap hari kita sedang dicuci otak..

Dan anda tahu, siapa yang paling rentan dengan cuci otak dan pemaksaan kehendak (secara halus) ini? Anak-anak dan remaja.. Generasi masa depan kita inilah, yang sedang menjadi medan pertempuran besar dari berbagai kepentingan di dunia.. Sebagian besar iklan rokok, mengarah kepada kaum remaja.. Karena pada masa-masa itu lah, filter mereka terhadap informasi masih luar biasa rentan.. Rokok dijadikan gaya hidup, lambang pergaulan, bahkan lambang kejantanan.. Dan saat mereka sudah dewasa, mereka sudah begitu kecanduan rokok, sehingga mereka akan menjadi pelanggan (dan budak) rokok seumur hidup..

Mau menjajah sebuah negara? Anda tidak perlu repot-repot mengirim pasukan clone nya Star Wars, atau kelompok Avengers.. Anda cukup mencuci otak para penduduknya, maka mereka sendiri akan datang menyembah-nyembah kepada anda, meminta anda mengambil sumber daya alam mereka, bersedia membeli produk-produk anda dengan harga mahal, dan menyerahkan negara mereka dalam nampan emas.

Yuk, kembali ke kasus Irshad Manji..

Hampir semua media massa dan penerbit berada dicengkraman pemiliknya, yang masing-masing punya kepentingan.. Akan menjadi pertempuran yang tidak berimbang jika kita hanya mengandalkan dialog dan menerbitkan buku bantahan untuk menyeimbangkan.. Liputan dan pemberitaan yang akan muncul sangat bergantung kepada siapa pemilik media peliputnya, dan sungguh naif jika mengharapkan berita yang berimbang..

Biarlah masyarakat yang menilainya? Sekali lagi, masyarakat bisa dicuci otak, dikendalikan secara tanpa sadar.. Jika saya menguasai media-media besar, saya akan sanggup membuat Angelina Sondakh terlihat sebagai orang suci, dan pak Dahlan Iskan terlihat menjadi seorang oportunis yang rakus jabatan. Jika sebagian masyarakat bisa dibuat percaya dengan cerita nenek gayung (yang jelas-jelas tidak masuk akal), maka akan sangat mudah membuat pak Dahlan Iskan terlihat seperti Amrozi di mata (sebagian) masyarakat, dgn menggunakan tangan-tangan media..

Baca dulu bukunya? Justru itu sasaran mereka.. Apapun yang masuk ke dalam otak kita, apalagi jika dikemas dengan sentuhan emosi dan masuk secara berulang-ulang, akan meninggalkan bekas di dalam otak bawah sadar kita, dan akan mempengaruhi pola fikir kita.. Itulah kenapa banyak orang bijak yang berkata: hati-hati dengan apa yang kamu baca (dan kamu tonton).. Jika manusia dewasa saja bisa terpengaruh oleh bacaan, apalagi para remaja, yg akan silau dgn kata-kata indah dan penampilan fisik yg cantik dari sang penulis, tanpa sanggup melihat jebakan batman di baliknya..

Bentengi iman? Ya, tentu saja.. Tapi apa kita sanggup menjamin benteng iman anak-anak dan remaja kita? Kita sudah sangat disibukkan dengan pekerjaan kita, sistem pendidikan kita masih sangat mementingkan ilmu dan bukannya moral, sehingga luar biasa gila jika kita menganggap anak-anak dan remaja kita sudah memiliki benteng yang kuat dari pengaruh lingkungan dan media massa yang mengepung mereka sehari-hari.. Bisa kita bayangkan seperti apa wajah Indonesia di masa depan, jika Lady Gaga dan Irshad Manji lah yang akan mereka jadikan panutan, bukannya Buya Hamka atau Natsir..

Akhirnya, mari kita sadari.. Pemaksaan kehendak secara kasar, seperti yang dilakukan FPI, itu hanyalah bentuk paling mentah dari pemaksaan kehendak.. Dan itu, sebenarnya, tidak terlalu berbahaya.. Pemaksaan kehendak dgn cara kekerasan barulah sangat berbahaya jika dilakukan oleh negara, seperti yg dilakukan Amerika terhadap Afghanistan dan Irak.. Pemaksaan kehendak secara halus lah, yang dilakukan secara berulang-ulang selama bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun, yang membuat (sebagian) bangsa kita ini menjadi seperti ini: konsumtif, materialistis, menganut seks bebas dan kebebasan yang kebablasan, malas berusaha, minder terhadap bangsa barat, semakin jauh dari agama, dan, yang membuat saya miris, semakin sulit membedakan yang benar dan yang salah, itulah yg jauh, jauh lebih berbahaya...

NB: jika merasa catatan ini bermanfaat, tolong dishare kan ya..

Link yang lain:  Melacur, adalah pilihan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun