Mohon tunggu...
Dianita Sahentendi
Dianita Sahentendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ingin meningkatkan kemampuan menulis saya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Standar Ganda

27 Februari 2024   10:15 Diperbarui: 27 Februari 2024   11:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki dan perempuan sudah mendapat kesempatan yang sama dalam menempuh pendidikan. Tak bisa dipungkiri ada beberapa kasus dimana tidak semua orang bisa mendapat kesempatan pendidikan yang sama di seluruh Indonesia, entah karena akses pendidikan yang sulit dan ekonomi yang tidak mumpuni (dalam beberapa tradisi ada yang lebih mengutamakan pendidikan laki-laki dari pada perempuan).

Dari segi ekonomi dan politik juga demikian. Dengan terciptanya kesetaraan dalam mengenyam pendidikan, mendapat hak yg sama dalam segi ekonomi dan politik membawa individu ke arah yang lebih baik lagi. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa semakin banyak standar ganda yang tercipta dari itu semua.

Kecenderungan tiap orang dalam memanfaatkan secara berlebih nilai-nilai maskulinitas dan feminitas yang dimilikinya, malah semakin mengaburkan makna kesetaraan. Katanya setara dalam hal ekonomi, kenapa perempuan selalu disuruh mengalah untuk menjadi ibu yang "Baik" yang 24 jam selalu di rumah. Hal ini malah membuat skill perempuan dalam bekerja semakin berkurang. Katanya setara dalam ekonomi, kenapa banyak perempuan yang malah menjadi benalu dengan memanfaatkan pasangannya dalam hubungan berpacaran?

Agak menyedihkan melihat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Apalagi dalam kasus KDRT, karena yang paling dirugikan adalah istri. Kenapa tidak melapor saat mengalami KDRT? Secara fisik istri kalah dari suami, apalagi jika ditambah dengan istri yang tidak memiliki penghasilan sendiri. Istri akan lebih sulit melepaskan diri karena skill untuk bekerja menjadi semakin tumpul.

Begitu juga melihat, hubungan pacaran yang malah bukan saling memberi dan menerima, cuma jadi ajang untuk menerima tanpa ada kemauan untuk memberi. Terlalu banyak menuntut tanpa adanya usaha bersama.  Orang yang seharusnya belum menjadi tanggungjawab pacar malah meminta tanggungjawab sang pacar dalam memenuhi kebutuhan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun