Mohon tunggu...
Dianita Sahentendi
Dianita Sahentendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ingin meningkatkan kemampuan menulis saya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gelombang Pertama Feminisme

25 Februari 2024   15:43 Diperbarui: 25 Februari 2024   15:46 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Apa itu feminisme?

Feminisme merupakan sebuah kerangka berpikir dan gerakan yang menganalisis serta memperjuangkan hak-hak perempuan yang mengalami ketertindasan.[1]

Rosemarie P. Tong membagi feminisme dalam tiga (3) gelombang besar. Dimana ketiga gelombang besar feminisme ini memiliki ciri khasnya masing-masing, dengan titik berangkat yang berbeda dan mengikuti sejarah perkembangan pemikiran manusia.[2] Dalam tulisan ini, penulis akan menjabarkan secara singkat tentang feminisme gelombang pertama (untuk gelombang kedua dan ketiga nanti pada tulisan berikutnya).

Gelombang Pertama Feminisme 

Gelombang pertama feminisme memiliki kaitan dengan terjadinya Revolusi Prancis pada tahun 1789, dengan pemikir seperti Mary Wollstonecraft, Sejourner Truth, dan Elizabeth Cady Stanton.[3] Terdapat tiga paham feminisme yang mewarnai gelombang pertama ini, yaitu Feminisme Liberal, Feminisme Radikal dan Feminisme Marxis dan Sosialis.

Feminisme Liberal 

Liberalisme menjadi asal mula terbentuknya Feminisme Liberal.[4] Dimana Feminisme Liberal memiliki tujuan untuk menciptakan "masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang", dengan pemikiran seperti ini baik perempuan maupun laki-laki dapat mengembang diri.[5] Tuntutan yang diberikan oleh Feminisme Liberal adalah pendidikan yang setara, hak politik dan kesempatan ekonomi yang setara.[6] Feminis Liberal ingin agar perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama baik dalam pendidikan, politik maupun ekonomi. Dengan tercapainya hal tersebut, perempuan akan bisa terbebas dari peran gender yang opresif, yaitu peran yang membenarkan dan melanggengkan perempuan dalam tempat yang lebih rendah atau bahkan tidak memberikan tempat sama sekali terhadap perempuan dibidang pendidikan, politik dan ekonomi.[7]

 

Feminisme Radikal

Feminis Radikal memiliki keyakinan bahwa yang menjadi akar ketertindasan perempuan adalah sistem seks/gender.[8] Feminis Radikal berpandangan bahwa pada awalnya masyarakat patriarkal menggunakan fakta-fakta tertentu tentang fisiologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki entah itu kromosom, anatomi atau hormon, yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk identitas dan perilaku tertentu seperti "maskulin" dan "feminin" yang dimana identitas dan perilaku yang terbentuk tersebut dipakai untuk memberdayakan laki-laki dan melemahkan perempuan.  Penindasan menurut Feminisme Radikal adalah dominasi terhadap seksualitas perempuan.[9] Oleh karena itu Feminis Radikal memperjuangkan hak-hak reproduksi dan peran seksualitas.[10] Dengan adanya pengambilalihan atas dominasi tubuh perempuan, dari laki-laki terhadap perempuan sendiri, akan membuat perempuan semakin berani dalam menentukan pilihannya atas tubuhnya sendiri tanpa intervensi dari pihak lain. Dimana perempuan bisa menentukan secara bebas untuk tidak atau memiliki anak, berapa jumlah anak yang diinginkan, karena perempuanlah yang paling berhak menentukan apa yang ia inginkan atas tubuhnya.

 

Feminisme Marxis dan Sosialis 

Feminisme Marxis berpendapat bahwa kelasisme merupakan akar dari opresi perempuan.[11] Sedangkan Feminisme Sosialisme berpendapat bahwa opresi terhadap perempuan terjadi karena adanya keterkaitan rumit yang terjadi antara kapitalisme dan patriarki.[12] Feminisme Marxis dan Sosialis memiliki kesamaan pendapat, yaitu bahwa opresi yang terjadi terhadap perempuan bukanlah sebuah tindakan sengaja yang dilakukan oleh individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial dan ekonomi tempat dimana individu tersebut berada.[13] Oleh karena itu Feminisme Marxis berpendapat bahwa baik perempuan atau pun laki-laki berhak mendapat gaji yang setara atas setiap pekerjaan yang dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa terbentuknya paham baru Feminisme tidak terlepas dari kondisi masyarakat saat peham tersebut terbentuk dan sejarah pemikiran manusia. Berbagai ketimpangan yang terjadi terhadap perempuan dari zaman ke zaman melahirkan paham-paham baru yang digunakan untuk mengatasi ketimpangan atau ketertindasan yang dialami oleh perempuan.

Catatan Kaki

[1] Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis (Yayasan Jurnal Perempuan: Jakarta Selatan, 2018), 95.

[2] Ibid, 98.

[3] Ibid, 99.

[4] Rosemarie Putnam Tong, Feminis Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. (Jalasutra: Yogyakarta: 2009), 15

[5] Ibid, 18.

[6] Ibid, 22.

[7] Ibid, 48.

[8] Ibid, 68.

[9] Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, 117.

[10] Ibid, 118-123.

[11] Tong, Feminis Thought, 139.

[12] Ibid.

[13] Ibid.

Daftar Pustaka

Arivia, Gadis. Filsafat Berperspektif Feminis. Yayasan Jurnal Perempuan: Jakarta Selatan, 2018.

Tong, Rosemarie Putnam. Feminis Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Jalasutra: Yogyakarta: 2009.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun