Mohon tunggu...
Dianita Fatimah
Dianita Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejauh Mana Kapabilitas Indonesia Sebagai Ketua MIKTA 2023?

11 Juni 2023   19:40 Diperbarui: 11 Juni 2023   19:57 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MIKTA adalah forum beranggotakan lima negara, meliputi Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turkiye dan Australia. Mereka bergabung pada pertemuan informal Menteri Luar Negeri di forum G20 pada tahun 2012 di Los Cabos, Meksiko. Forum ini diresmikan pada tahun 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB Ke-68. Keketuaan MIKTA berotasi setiap setahun sekali, tepatnya di New Delhi, 2 Maret 2023 secara resmi Indonesia menerima estafet keketuaan MIKTA dari Turki (Kemlu, 2023). Tema keketuaan yang diusulkan adalah "Strengthening Multilateralism and Inclusive Digital Transformation to Achieve Sustainable Recovery" dengan tiga usulan isu prioritas yakni: Pemulihan Berkelanjutan, Penguatan Multilateralisme, dan Transformasi Digital Inklusif (Kemlu, 2023).

Pada kepemimpinannya kali ini Indonesia berfokus pada pemulihan yang inklusif di tengah kompleksitas tantangan global. Agenda untuk mencapai dan mewujudkan target-target Sustainable Development Goals (SDGs) akan menjadi agenda inti MIKTA yang diperkuat dengan dialog inklusif bersama mitra-mitranya. Hal ini berkaitan dengan  SDG-Push Scenario, bahwa negara-negara dan masyarakat internasional perlu untuk tidak hanya memusatkan perhatian pada upaya pemulihan dari kemunduran pembangunan manusia selama pandemi, tetapi perlu mengupayakan pendekatan/kerja sama pembangunan global yang secara khusus mengakselerasi capaian target-target SDGs terutamakemiskinan, ketersediaan nutrisi, layanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi layak bagi seluruh penduduk dunia tanpa terkecuali.

Dalam memperkuat MIKTA untuk mendorong keamanan, stabilitas, dan kemakmuran bersama, pemerintah Indonesia meyakini bahwa kerjasama multilateralisime adalah jalan terbaik untuk memastikan semua negara berada pada posisi yang sama dan setara tanpa dominasi dari negara hegemoni. Secara proporsi, jika dibandingkan dengan BRICS dan G7, MIKTA merupakan kemitraan dengan postur anggota yang relatif setara, konflik antar anggota yang relatif rendah, dan komposisi historis yang kaya. Di atas kertas, ini merupakan modalitas prospektif bagi kontribusi konstruktifnya di tengah tensi konflik geopolitik dan ekspansi teritorial yang meningkat. MIKTA merupakan kelompok negara menengah yang mendukung pentingnya multilateralisme global (UNDP, 2020). Dukungan MIKTA terhadap pendekatan multilateralisme bahkan tercermin dalam pernyataan visinya bahwa "the MIKTA countries are... like minded on many of the global challenges of our time and are active contributors in major international forums. We have both the will and the capability to contribute to protecting public goods and strengthening global governance" (UNDP, 2020). 

Indonesia sebagai koordinator MIKTA merupakan anggota tetap, partisipan aktif, dan kontributor penting sejumlah organisasi dan forum multilateral seperti Asia Pacific Economic Cooperation dan East Asia Summit. Di bawah keketuaan Indonesia, MIKTA berpeluang mendapatkan avenue multilateral alternatif yang penting. Ini dimungkinkan karena selain menjadi ketua MIKTA, di tahun yang sama, Indonesia memegang posisi kepemimpinan kunci dalam sejumlah organisasi multilateral. Pertama, sebagai anggota Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) PBB yang berlangsung sejak tahun 2021 dan berakhir di tahun 2023. Kedua, sebagai anggota Dewan Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) periode 2021-2024. Ketiga, sebagai anggota Dewan Organisasi Maritim Internasional (IMO) sejak tahun 2022 sampai 2023. Keempat, sebagai Ketua ASEAN tahun 2023. 

Prioritas ketiga, transformasi digital inklusif, digitalisasi dipandang sebagai sebuah urgensi untuk membuat masa depan ekonomi MIKTA lebih sejahtera. Digitalisasi akan mendorong lahirnya peluang-peluang besar untuk mengembangkan perekonomian. Secara umum, terkait transformasi digital, perhatian MIKTA telah mencakup sejumlah isu utama, seperti: (i) isu kesenjangan dan ketertinggalan digital; (ii) inklusi Big Data; (iii) dampak, peluang, dan tantangan dari teknologi digital baru terkait dengan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia; (iv) potensi transformasi teknologi digital untuk memajukan kesetaraan gender dengan menutup kesenjangan digital gender; (v) prospek Sustainable Development Goals (SDGs) di tengah era transformasi digital; (vi) pengembangan electronic commerce (E-Commerce); dan (vii) inovasi teknologi global (Kemlu, 2022).

Mengikuti tren perkembangan global, pandemi COVID-19 tampaknya menjadi momen akselerasi konektivitas digital bagi negara-negara MIKTA. Berikut, persen populasi yang terhubung dengan perangkat seluler maupun yang menjadi pengguna internet meningkat pesat dalam kurun 2020-2022. Pengecualian terjadi pada pengguna seluler di Turki dan Australia yang menunjukkan sedikit penurunan persentase terhadap populasi. Selebihnya, di semua negara MIKTA, persentase populasi yang terhubung dengan internet meningkat antara 2 hingga 10 persen (Kemlu, 2022). Peningkatan tertinggi diperoleh Indonesia yang mencatat kenaikan persen populasi yang terhubung internet sebesar 9,7% selama pandemi. Di tahun 2020, baru 64% dari total populasi Indonesia memiliki akses internet, kemudian memasuki tahun 2022 persentase meningkat menjadi 73,7%. Sayangnya, peningkatan persentase konektivitas digital penduduk tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas koneksi. 

Kontras dengan peningkatan kuantitas penggunanya, kualitas koneksi digital terkait aspek kecepatan justru mengalami penurunan. Peningkatan jumlah pengguna yang tidak diimbangi peningkatan kapasitas infrastruktur jaringan dapat menjadi salah satu alasannya. Di Indonesia konektivitas fixed-internet bertahan di kecepatan 20,1-20,13 mbps. Disparitas kecepatan internet di negara-negara MIKTA secara umum masih sangat lebar. Di titik tertinggi ada Korea Selatan dengan kecepatan internet tetap antara 144,4 mbps dan 98,86mbps, sementara di titik terendah ada Indonesia dengan rerata kecepatan internet tetap hanya berkisar 20,1 sampai 20,13 mbps (Kemlu, 2022). 

Indonesia memiliki kapabilitas yang cukup untuk memimpin dan memajukan agenda dialog dan peran MIKTA ke arah yang lebih konstruktif ke depan. Indonesia memiliki modal sebagai negara yang seringkali berinisiatif dan berkontribusi dalam organisasi multilateral sejak setelah Perang Dunia II. Indonesia memimpin MIKTA untuk menjembatani kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang agar bersama-sama melakukan pemulihan serta mencapai Pembangunan Berkelanjutan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun