Mohon tunggu...
Dian
Dian Mohon Tunggu... Lainnya - Peternak

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Listrik Merata dengan Islam

30 November 2024   21:46 Diperbarui: 30 November 2024   21:48 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada wacana yang menarik ketika cagub Jabar Dedi Mulyadi mengatakan bahwa dalam dua tahun pemerintahannya seluruh warga Jabar akan mendapatkan aliran listrik. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi bahwasanya aliran listrik saat ini belum merata pada rakyat Jawa Barat

Tidak hanya di Jawa Barat, ada sekitar 140 desa/kelurahan di Papua pernah triwulan I belum mendapatkan aliran listrik. Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu.

Dengan melihat fakta tersebut seolah membuka mata kita sebagai rakyat Indonesia bahwasanya di era digital ini, masih ada daerah yang belum mendapatkan aliran listrik. Entah berapa banyak daerah lagi yang belum teraliri listrik.

Liberalisasi Energi Listrik

Liberalisasi merupakan buah dari sistem kapitalisme sekuler. Dimana swasta memliki dominasi yang kuat dalam pengelolaan hajat hidup rakyat. Sedangkan negara hanya sebagai regulator antara swasta dan rakyat.

Pada tahun 1990 berdirilah Independen Power Producer (IPP) yang mengelola pembangkit listrik dengan menjual sebagian atau seluruh produksi listriknya ke PLN. Pada tahun tersebut terdapat perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) antara pemerintah dengan pihak swasta atau pengembang. Melalui kerjasama ini, PLN harus membeli listrik dengan harga yang mahal kepada IPP sebagai perusahaan pembangkit listrik swasta dengan harga berlipat.

Untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan listrik, maka negara harus membangun pembangkit listrik. Namun pembangunan ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut, negara bekerjasama dengan pihak swasta dalam hal ini IPP untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat. Negara lupa bahwa dengan langkah ini, berarti negara mengokohkan diri dalam liberalisasi listrik.

Untuk mempercepat pemerataan listrik di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah menerbitkan UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyediaan listrik dilakukan oleh negara, tetapi badan swasta atau asing tetap bisa berperan sebagai pihak penyedia energi listrik.

Liberalisasi kian menguat ketika pemerintah menerbitkan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian diganti dengan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja. Perppu tersebut memberi kemudahan dalam mengelola energi listrik yang dilakukan oleh investor swasta maupun asing.

Kementerian ESDM sebelumnya telah berencana membuka skema power wheeling dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU EBET ke DPR untuk dibahas. Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara atau PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi dan distribusi PLN.  Skema ini dinilai bisa menciptakan mekanisme Multi Buyer Multi Seller (MBMS) yang memungkinkan pihak swasta dan negara menjual energi listrik di pasar terbuka atau langsung ke konsumen akhir.  Namun, isu sentral ini mendapat banyak pertentangan dari publik, sehingga pemerintah kemudian mencabutnya dari DIM.

Dampak Liberalisasi Energi Listrik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun