Pada acara pembekalan di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, Ahad 27 Oktober 2024, Bapak Presiden menyampaikan materi kepada peserta Retreat Kabinet Merah Putih diantaranya mengenai food estate. Menurut Wakil Menteri Pertanian Sudaryono saat berada di Magelang, Jawa Tengah, Presiden memprioritaskan swasembada pangan dan meminta Kementerian Pertanian untuk melanjutkan program food estate ini. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dimana semua kementerian diminta untuk mendukung semua yang dibutuhkan kementerian pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan 3-4 tahun ke depan.
Proyek food estate ini digadang-gadang mampu untuk menjamin ketahanan pangan di Indonesia. Tanah yang subur, curah hujan dan sinar matahari sepanjang tahun, masyarakat yang rajin menjadi alasan program ini akan sukses. Apalagi jumlah penduduk Indonesia yang semakin lama semakin bertambah. Untuk itu suka tidak suka, mau tidak mau program food estate harus dilakukan untuk ketahanan pangan negara.
Terbentur Masalah Lahan
Indonesia adalah negara agraris. Dalam program food estate ini, lahan yang subur dan luas menjadi alasan negara akan memindahkan pusat produksi pangan di Jawa ke luar Jawa. Namun ada kondisi dimana ada lahan yang tidak bisa ditanami tanaman pangan seperti di Jawa. Meskipun nantinya food estate tetap dilaksanakan di luar Jawa, akan membutuhkan waktu dalam pengolahan lahan, penyesuaian dengan kondisi dan kultur masyarakat juga anggaran yang besar untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan. Ditambah lagi sumber daya manusia yang harus dilatih supaya handal dan mampu berproduksi secara optimal.
Belum lagi pada pembukaan proyek ini akan terjadi masifnya alih fungsi lahan. Hal ini akan mengakibatkan bencana seperti kekeringan, kabut asap tebal yang berefek pada infeksi saluran pernafasan, merusak lingkungan dan alam, merusak hutan dan ladang gambut serta bencana banjir saat musim penghujan. Ditambah lagi kerugian petani saat proyek ini gagal panen karena lahan yang ditanami, tidak cocok dengan media yang ditanam.
Berulangkali Gagal
Proyek swasembada pangan ini sejatinya telah berusaha dilakukan sejak lama. Seperti proyek ketahanan pangan pada tahun 1990 yang diberi nama Mega Rice Project. Targetnya adalah mengubah satu juta hektare lahan gambut di Kalimantan Tengah menjadi pusat produksi beras. Akan tetapi Mega proyek ini gagal.
Presiden SBY juga pernah berusaha mewujudkan swasembada pangan dan energi melalui program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) pada 2010 lalu. Namun proyek ini gagal.
Pada tahun 2020 - 2024 ini, Presiden Jokowi meluncurkan proyek food estate yang masuk pada Proyek Strategis Nasional. Saat itu Presiden menargetkan untuk membangun lumbung pangan nasional di lahan seluas 165.000 hektare. Beberapa tempat yang dibidik untuk proyek ini adalah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, NTT, dan Papua. Tak tanggung- tanggung, pemerintah menganggarkan Rp108,8 triliun untuk ketahanan pangan, termasuk pembangunan food estate. Namun nyatanya program ini mendapat banyak kritikan dan terancam gagal seperti program sebelumnya.
Liberalisasi Pangan dan Cara Pandang Islam
Permasalahan ketahanan pangan di negara kita sejatinya adalah akibat sistem sekulerisme liberal yang diterapkan. Pada sistem ini peran pemerintah seakan hilang. Digantikan oleh dominasi swasta dan asing. Dengan dalih investasi dan utang, swasta menggarap proyek-proyek strategis terkait lahan dan pangan. Alih fungsi lahanpun dilakukan secara besar-besaran dan serampangan. Regulasi UU 41/2019 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diabaikan. Digantilah dengan UU Cipta Kerja yang memudahkan investor untuk menguasai lahan. Maka dengan sistem ini, ketahanan pangan hanya lah impian.