Mohon tunggu...
Dian
Dian Mohon Tunggu... Lainnya - Peternak

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ketimpangan Pajak antara Rakyat dan Pengusaha

26 Oktober 2024   12:38 Diperbarui: 26 Oktober 2024   12:38 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Namun korupsi yang dilakukan para oknum telah membuat kerugian negara karena jumlah penerimaan negara menjadi hilang. Kondisi ini berimbas pada macetnya pembangunan.

Baru-baru ini kita dikagetkan dengan kabar bocornya dana pajak ratusan triliun yang dilakukan oleh pengusaha pajak pengemplang pajak. Dana pajak yang bocor tersebut merupakan potensi penerimaan negara yang didapatkan dari perbaikan tata kelola dari sektor kelapa sawit. Para pengemplang pajak tidak kunjung membayar kewajiban pajaknya hingga 15 tahun sehingga terakumulasi dengan jumlah yang sangat besar.

Disamping itu kebocoran dana pajak juga telah dilakukan oleh para pengusaha nakal yang telah menyerobot jutaan hektare kawasan hutan untuk perkebunan sawit dengan melawan hukum. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Para pengusaha nakal ini sampai sekarang juga belum membayar pajaknya.

Ketimpangan akibat Kapitalisme

Mudahnya pengusaha menyerobot jutaan hektare lahan tanpa membayar pajak, hingga pengusaha selama 15 tahun bebas leluasa tidak membayar pajak, menunjukkan bahwa masih lemahnya hukum di negara kita.

Padahal kita tahu, banyaknya kemudahan-kemudahan yang diberikan negara kepada para pengusaha terkait pajak. Misalnya tax amnesty (amnesti pajak), yaitu pengampunan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan tanpa takut terkena pidana. Belum lagi adanya tax holiday yaitu pengurangan pajak atau subsisdi pajak. Ditambah lagi tax allowance, yaitu keringanan pajak berdasarkan jumlah investasi.

Sikap pemerintah ini berbeda sekali terhadap rakyat. Pemerintah seakan sangat keras terhadap rakyatnya mengenai pajak. Berbagai macam pajak diberikan  kepada rakyat. Masuk toilet, parkir, toko, pajak makanan dan masih banyak yang lain. Tarif pajak untuk semakin hari semakin mengalami kenaikan.

Dengan slogan " Orang Bijak Taat Pajak", rakyat telah dicekoki untuk taat membayar pajak. Jika melanggar akan diberi sanksi yang tegas. Hal ini akan berbanding terbalik jika pelakunya adalah pengusaha.

Ketimpangan yang terjadi saat ini sejatinya akibat sistem ekonomi kapitalisme yang ditetapkan di negara kita. Dimana sumber pembiayaan negara berasal dari pajak yang didapatkan dari menarik rakyat. Baik rakyat tersebut kaya maupun miskin, semuanya terkena wajib pajak. Namun sistem ini terlihat dengan jelas lebih condong kepada pengusaha. Karena dalam sistem kapitalisme, kemanfaatan dan untung rugi menjadi standar dalam perbuatan.

Pajak dalam Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, pendapatan negara bersumber dari baitu mal, zakat, kepemilikan umum seperti migas dan listrik, pertambangan, berasal dari sumber laut dan perairan, hutan dan padang rumput. Sumber yang lainnya juga didapatkan dari fai dan kharaj, status tanah dan jizyah.

Terkait sumber pendapatan dari harta kepemilikan umum seperti barang rambang, perairan dan sumber daya alam (SDA) lainnya negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada pengusaha (swasta), baik lokal maupun asing. Negara akan mengolahnya secara optimal untuk pembangunan dan kemaslahatan rakyat.

Pengelolaan hutan juga akan dilakukan oleh negara. Dengan pengelolaan sesuai syariat, hutan akan lestari, tidak akan ada alih fungsi hutan yang akan merusak hutan dan ekosistemnya. Hutan juga akan memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar dan bermanfaat bagi manusia.

Dengan sumber pemasukan negara yang banyak tersebut dan pengelolaan langsung oleh negara rakyat akan sejahtera tanpa harus membayar pajak. Infrastruktur dan fasilitas akan dibangun sesuai dengan kebutuhan rakyat.

Wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun