Di penghujung tahun 2023 ini, kasus perundingan (bullying) terus merebak bahkan menjadi salah satu persoalan yang butuh perhatian khusus. Pelakunya pun semakin muda dan tindakan yang dilakukan kian brutal. Baru-baru ini, FA (12) siswa kelas 6 SD di Bekasi mendapatkan perlakukan perundungan oleh lima rekan sekolahnya hingga salah satu kakinya diamputasi  dan berujung pada kematian. (suarabekaci.id, 7/12/23).
Beberapa bulan sebelumnya, media juga memberitakan seorang siswi kelas 2 SD di Gresik, Jawa Timur dicolok matanya menggunakan tusuk sate. Alhasil, dari perlakuan perundungan tersebut, pelajar berinisial SAH (8) ini harus mengalami kebutaan permanen. (detik.com, 17/9/23)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus perundungan di satuan pendidikan terhitung periode Januari - September 2023 mencapai 23 kasus. Dari 23 kasus tersebut, dua korban diantaranya meninggal dunia usai mengalami perundungan, ucap Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti.(kompas.com, 4/10/23)
Secara alami, manusia memang memiliki naluri mempertahan diri. Naluri tersebut akan muncul pada diri seseorang sebagai bentuk eksistensi dirinya berupa sifat marah, benci bahkan dorongan pada menghina atau menyakiti orang lain. Namun demikian, manusia juga dibekali akal untuk menimbang baik atau buruknya suatu perbuatan. Untuk menjadikan akal bisa membimbing naluri manusia ke jalan yang benar, maka butuh proses latihan dan didikan yang panjang.
Coba kita lihat kasus perundungan yang ada hingga saat ini, rasanya kian miris dan mengerikan dibuatnya. Oleh karenanya, banyak pihak yang berupaya mencari solusi dari kasus perundungan. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menyatakan pola pengasuhan yang positif dan komunikasi terbuka dengan anak menjadi kunci dalam mencegah anak terpapar perilaku negatif. Â
"Orang tua juga harus selalu memperhatikan perilaku anak serta lingkungan pertemanannya sehingga dapat dengan mudah mendeteksi adanya ketimpangan pada anak", imbuhnya. Selain itu, Kemen PPPA mendorong masyarakat yang menemukan kasus kekerasan untuk segera melaporkannya kepada Layanan SAPA 129 Kemen PPPA. (Antara News, 4/10/23).
Upaya lain yang berupa dilakukan untuk mengatasi kasus perundungan yaitu dengan pembentukan satgas di sekolah, pembentukan sekolah ramah anak, hingga penerbitan aturan Permendikbud Antikekerasan di sekolah. Akan tetapi, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menilai Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) dianggap belum efektif. (republika.com, 3/10/23).
Jika kita cermati seksama, semua upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Bahkan makin hari makin merajalela, baik di sekolah umum maupun di pondok pesantren. Lebih memprihatinkan lagi, tindakan tersebut dilakukan kepada teman sebaya.
Munculnya kasus perundungan yang berulang tentu ini banyak menimbulkan tanda tanya, mengapa sangat sulit untuk dibendung? Terlebih terkait dengan generasi bangsa. Jika sejak awal generasi muda ini sudah memiliki kepribadian buruk, bagaimana nasib bangsa ini pada masa depan nantinya?
Memang benar, salah satu penyebab maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Dimana orang tua disibukkan dengan pekerjaan hingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan maksimal. Selain itu juga karena anak - anak saat ini lebih mudah mengakses informasi internet tanpa ada penyaringan.
Akan tetapi jika kita kritisi bersama, sejatinya semuanya hanyalah dampak dan akar dari permasalahan yang ada sejatinya yaitu diterapkannya sistem sekuler kapitalis di negeri ini. Asas sekulerisme ini yang mampu mencabut nilai - nilai moral dan agama. Dengan adanya asas sekulerisme, mampu melahirkan ide liberalisme, dimana ide ini mengagung - agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku yang kian menjauhkan dari aturan agama.
Agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit untuk mendidik manusia. Negara yang ber-asas sekuler membolehkan agama mengatur hanya dalam urusan private, sedangkan dalam ruang publik peran agama sangatlah dibatasi. Inilah yang menjadi penyebab perundungan kian masif. Dimana manusia saat ini mengalami krisis moral karena kehidupan sekuler memberikan kebebasan berperilaku pada setiap individu. Kebebasan itulah yang membentuk mereka menjadi manusia yang bebas dalam artian jauh dari norma dan nilai-nilai agama, sehingga naluri mereka tidak terarah dan tidak terdidik dengan norma-norma agama.
Kian memperparah, sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya mampu mencetak peserta didik yang berkualitas. Nyatanya kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan---tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama---justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang erat dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar dalam maraknya kasus ini.
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, dalam sistem Islam (Khilafah)yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna dalam menyelesaikan permasalahan. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Namun, negara memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk dalam hal ini masalah perundungan.
Islam menuangkan aturannya dalam bentuk larangan dan perintah. Sebuah larangan dalam Islam akan bernilai dosa yang diancamkan siksaan di neraka. Sedangkan perintah dalam Islam bernilai pahala yang dijanjikan Allah SWT berupa surga. Perundungan (Bullying) di dalam Islam bisa dikategorikan sebagai perilaku yang dilarang atau diharamkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar)", (HR. Bukhori).
Oleh sebab itu, Islam dengan tegas melarang perbuatan perundungan. Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat manusia. Jaminan keamanan dan kesejahteraan akan didapatkan bagi semua umat manusia secara adil dan menyeluruh.
Dalam hal ini upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar yaitu,
Pertama, Islam mewujudkan ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini menjadi dasar bagi setiap individu agar terdorong untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Dalam lingkungan keluarga pun juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam. Karena dengan aturan inilah yang akan membentengi individu untuk melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Dengan adanya kontrol masyarakat mampu menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah masifnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan anak-anak termasuk kasus perundungan. Budaya ber-amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan celah sedikit pun dalam segala bentuk kemungkaran, sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.
Ketiga, peran negara. Negara Islam (Khilafah) wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam, sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya. Wallahu a'lam bis showab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H