Yang apabila diterjemahkan, artinya :
"Dalam hal pencurian, seorang sudra yang bersalah dihukum delapan kali lipat, waisya dengan enam belas kali lipat dan ksatria sebesar tiga puluh dua kali lipat."
Dalam ajaran Hindu, konstitusi yang berwenang dituntut untuk adil kepada para pelanggar hukum tanpa pandang bulu. Terutama pada kasus korupsi akan dihukum seadil-adilnya sesuai kasta sosial yang berlaku. Kasta sosial yang dimiliki seseorang menentukan tingkat keringanan hukuman, semakin tinggi akan semakin berat hukumannya. Mengapa demikian? Sebab semakin tinggi kastanya, akan dipandang sebagai seseorang yang memiliki derajat intelektual dan menjadi teladan bagi masyarakat setempat.
***
Mustahil membasmi korupsi hanya dengan pendekatan hukum pidana, jika tidak diimbangi dengan enkulturasi budaya masyarakat. Terlebih, peran enkulturasi ini dapat mengubah cara pandang dalam memaknai tindakan korupsi sebagai tindak kejahatan dan kecurangan. Sebab itu, kearifan lokal menjadi kunci dalam membangun sikap anti-korupsi dan memupuk nilai integritas di masyarakat.
Enkulturasi tradisi Matiti Suara di Bali menjadi salah satu wadah transmisi sikap anti-korupsi di masyarakat. Tradisi tersebut berisi petuah dengan nilai kebaikan, integritas dan keadilan untuk dijadikan pedoman masyarakat. Penanaman sikap anti korupsi lewat kearifan lokal seperti Matiti Suara dinilai efektif, karena  mampu membentengi pola pikir masyarakat untuk menjaga integritas dan menekan angka korupsi di daerah. Dengan demikian, masyarakat akan menyadari dalam mewujudkan negara maju dan bebas korupsi, kearifan lokal yang melekat erat dan syarat akan nilai-nilai luhur harus dijunjung tinggi.
*******
REFERENSI
https://geotimes.id/opini/korupsi-dalam-perspektif-budaya/
https://antikorupsi.org/id/tren-penindakan-kasus-korupsi-tahun-2023
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/booklet-anti-korupsi/