Pembangunan ekonomi yang sudah dicanangkan dalam rangkaian program pemerintah sudah seharusnya bersifat inklusif dan berkelanjutan, agar manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.Â
Adanya Ekonomi inklusif  sebagai upaya jitu untuk menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah guna menyejahterakan masyarakat.
Menyoal upaya membangun ekonomi inklusif yang berkeadilan juga harus melibatkan para penyandang disabilitas. Hal ini menjadi topik hangat bertepatan dengan penyelenggaraan presidensi G20 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pemimpin 20 negara.
Isu terkait upaya penyandang disabilitas untuk menjamah kesetaraan dalam dunia kerja termasuk mendongkrak ketimpangan aksesibilitas yang masih terbatas di multisektor kini menjadi perhatian dunia.
Indonesia yang diwakili Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, termasuk Bank Indonesia di ajang perhelatan tersebut aktif menyuarakan dorongan untuk memperluas akses pasar kerja kepada penyandang disabilitas guna mewujudkan ekonomi inklusif di Indonesia.Â
Hal ini didasari akan peliknya stigma yang bermunculan menempatkan penyandang disabilitas dipandang sebagai anggota masyarakat tidak produktif, masyarakat kelas dua yang kemampuannya kurang 'terlihat' dan diperhitungkan. Tak heran, jika diskriminasi kerap terjadi walaupun sudah ada Undang-Undang yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas.
Perlu kita tekankan dan sadari, bahwa di dunia kerja disabilitas hanyalah keberagaman di tengah-tengah kita, bukan penghalang besar yang dapat menghentikan seseorang untuk berkarya dan mengaktualisasikan dirinya melalui kemandirian.Â
Maka dari itu, sudah sepatutnya prinsip berkeadilan diterapkan dan diberlakukan oleh institusi terkait untuk turut ambil andil dalam menyejahterakan dan meleburkan stigma negatif yang melekat pada penyandang disabilitas.
Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Dukung Upaya Menyejahterakan Penyandang Disabilitas
Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif tersebut digunakan secara langsung untuk mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia melalui aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari BAPPENAS, diketahui bahwa angka indeks terdiri dari tiga pilar.Â
Masing-masing pilar mendukung penerapan implementasi ekonomi inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk para penyandang disabilitas. Hal tersebut direalisasikan melalui program yang mendukung kesetaraan sekaligus melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Â Kesetaraan pun bukan hanya rencana belaka, namun yang diperlukan adalah aksi dan realisasi.
Mewujudkan Pilar Pertama Indeks Ekonomi Inklusif, Membuka Kesempatan Kerja dan Perbaikan Infrastruktur Ramah Disabilitas
Ketenagakerjaan menjadi bagian penting dan fundamental pada landasan pilar pertama indeks ekonomi inklusif. Jumlah ketersediaan lapangan kerja akan langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian bangsa.Â
Pemerataan kesempatan kerja juga bukan lagi dikhususkan untuk masyarakat yang sehat jasmani dan rohani saja, melainkan penyandang disabilitas juga membutuhkannya.
Dukungan untuk penyandang disabilitas sebenarnya sudah mulai digaungkan sejak tahun 2016, dengan ditetapkan regulasi terkait kesamaan hak yang diterima oleh penyandang disabilitas. Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada bagian keempat mengenai Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi.
Pada pasal 53 yang berbunyi :
- Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
- Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Dalam rangka menciptakan pembangunan ekonomi inklusif bagi penyandang disabilitas, tentunya berkaitan dengan kesempatan kerja dan infrastruktur khusus dalam lingkungan kerja. Kesempatan kerja juga perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang diikuti dengan panduan teknis yang ramah disabilitas sebagai daya dukung untuk memperlancar pencapaian output kerja.
Komitmen penyediaan infrastruktur yang dimaksud adalah perangkat dukungan yang dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan khusus penunjang kerja baik layanan dasar digital maupun lingkungan dan akses tempat kerja penyandang disabilitas.Â
Sebagai contoh, penyediaan website yang ramah disabilitas dengan adanya konversi tulisan menjadi suara untuk mempermudah kerja tuna netra, juru bahasa isyarat untuk tuna wicara, meja kantor yang ergonomis untuk tuna daksa ataupun toilet maupun jalur khusus penyandang disabilitas.
Memasuki era serba digital, info lowongan pekerjaan semakin mudah diakses. Namun, kebanyakan penyandang disabilitas lebih nyaman untuk bekerja di sektor informal, mengingat regulasi dan keterbatasan fasilitas yang tersedia.Â
Beberapa contoh pekerjaan informal yang banyak digeluti oleh penyandang disabilitas dan sering ditemui diantaranya pekerjaan di sektor pertanian, wirausaha, barista, admin, penjahit, atlet paragames, musisi, public speaker, seniman dan masih banyak lainnya.
Pada tahun 2021, diketahui sebanyak 1.271 penyandang disabilitas telah bekerja di 72 Badan Usaha Milik Negara dan 4.554 penyandang disabilitas telah bekerja di 588 perusahaan swasta. Walaupun di sektor formal lowongan pekerjaan khusus disabilitas  persaingannya ketat, seiring waktu jumlahnya semakin meningkat.Â
Sebut saja formasi khusus CPNS di beberapa kementerian yang  tersebar di seluruh Indonesia, dan di beberapa bidang di BUMN seperti PERTAMINA, Pegadaian, PNM, Perbankan seperti Mandiri, BNI, BRI yang sudah menyediakan akses infrastruktur yang mumpuni bagi penyandang disabilitas.Â
Pihak Swasta seperti Nestle, perusahaan cepat saji dan perusahaan lokal di beberapa daerah, pun juga sudah tampak memberdayakan penyandang disabilitas untuk bekerja.
Penguatan Pilar Kedua Indeks Ekonomi Inklusif, Dukung Upaya Peningkatan Taraf Hidup Penyandang Disabilitas
Tak bisa disangkal, kesenjangan yang dialami penyandang disabilitas turut ambil andil dalam menyumbang besarnya potensi penambahan angka pengangguran.Â
Dari data yang diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan, diketahui jumlah pengangguran terbuka penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 247.000 orang.Â
Sedangkan, dari jumlah tersebut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, mencatat penyandang disabilitas masuk usia produktif kerja (18-30 tahun) sebanyak 17,7 juta sementara yang masuk dunia kerja sebanyak 7,8 juta orang. Perbandingan yang cukup timpang, bukan?
Peningkatan taraf hidup selalu dikaitkan dengan pengentasan kemiskinan,  karena jika keduanya tidak dilakukan, maka pertumbuhan ekonomi  akan terus terhambat.Â
Di tahun 2020, tingkat kemiskinan penyandang disabilitas terbesar berada di Provinsi Papua yakni sebesar 20,62%, diikuti DIY (20,16%), dan NTT (20,02%), artinya 1 dari 5 penyandang disabilitas di tiga provinsi tersebut masuk dalam kategori kelompok miskin.
Tidak hanya bahaya laten pengangguran dan kemiskinan, para penyandang disabilitas rentan terindikasi kesenjangan pendidikan dan juga kesehatan. Nyatanya, kebanyakan disabilitas hanya mampu menyelesaikan pendidikan di jenjang Sekolah Dasar dan tidak memiliki jaminan kesehatan.Â
Untuk meningkatkan taraf hidup, diperlukan banyak dukungan dari berbagai stakeholder untuk mewujudkan rencana penguatan pilar kedua dengan memenuhi haknya terkait jaminan sosial pendidikan, kesehatan dan peningkatan kesejahteraan sosial.Â
Pemerintah pun memiliki pekerjaan rumah untuk merumuskan kebijakan dalam mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial para penyandang disabilitas tersebut.
Sama seperti pilar pertama, akses untuk mendapatkan kesempatan kerja yang setara bagi penyandang disabilitas merupakan kunci perbaikan taraf hidup serta poin penting pada presidensi G20 dalam mengurangi kesenjangan kesempatan bagi penyandang disabilitas.Â
Hal ini merupakan salah satu upaya efektif untuk mencapai distribusi pendapatan yang layak bagi penyandang disabilitas. Maka dari itu, pemerintah pusat dan di daerah perlu memperhatikan keterbukaan data dan akses penyerapan kesempatan kerja, khususnya diperuntukkan kepada penyandang disabilitas dengan kondisi ekonomi  menengah  ke  bawah,  sehingga  mampu menciptakan penyandang disabilitas yang berdaya dan mandiri.
Perwujudan Pilar Ketiga Terkait Perluasan Akses dan Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas
Implementasi di lapangan dari upaya perluasan akses dan kesempatan bekerja sudah mulai masif. Hal ini menjadi topik hangat di Presidensi G20, yang mana menegaskan bahwa Indonesia juga akan mendorong pengakuan sertifikasi keterampilan, meningkatkan infrastruktur ramah penyandang disabilitas di tempat kerja. Termasuk mempromosikan aksesibilitas fisik dan digital, serta memberikan mereka perlindungan sosial yang lebih mudah diakses di dunia kerja.
Contoh tindakan konkret pemerintah adalah dibangunnya balai rehabilitasi Mahatmiya Bali yang dikelola oleh Kementerian Sosial. Balai ini dikhususkan untuk penyandang disabilitas tuna netra usia produktif.Â
Balai pelatihan ini memberikan bermacam-macam variasi pelatihan mulai dari pelatihan pijat, spa, barista, hingga pemrograman bagi tuna netra. Dan sudah banyak gerakan sejenis yang dilakukan oleh komunitas, pemerintah daerah ataupun NGO lainnya yang memberikan pelatihan serta memberdayakan penyandang disabilitas untuk memperoleh keterampilan.
Selain balai rehabilitasi, kini pemanfaatan Website Application (Web Apps) yang Bernama Kerjabilitas.com dimanfaatkan sebagai jaringan sosial karir yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan penyedia kerja inklusi di Indonesia.Â
Dengan sistem informasi ini, penyandang disabilitas bisa menempatkan profil mereka sebagai pencari kerja dan mengakses informasi tentang kesempatan kerja yang tersedia untuk mereka. Cari kerja lebih mudah dan bisa satsetsatset via aplikasi.
Langkah penguatan pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh sejumlah penyandang disabilitas yang berdaya di tengah keterbatasan. Tak hanya menjadi pekerja, kini mereka membuka lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas lainnya.Â
Sejumlah pengusaha dan perusahaan lokal juga memberi kesempatan khusus bagi penyandang disabilitas untuk bekerja dengan sudah memberikan fasilitas yang mumpuni sebagai penunjang kerja mereka. Salut sekali!
Dalam perjalanannya, perbaikan taraf hidup penyandang disabilitas telah menghasilkan berbagai capaian sebagai komitmen pemerintah dalam memenuhi target presidensi G20Â untuk mewujudkan ekonomi inklusif.Â
Berangkat dari 3 pilar yang menaungi indeks pembangunan ekonomi inklusif yang berisikan upaya-upaya mendorong kesetaraan para disabilitas di multisektor, diharapkan tercapainya ekonomi inklusif bukan hanya angan-angan belaka.Â
Walaupun masih banyak aspek sosio-ekonomi yang belum terjamah dan masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama, mari kita bergandeng tangan dan kencangkan ikat pinggang untuk turut bangun kepedulian dalam memberantas diskriminasi dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan para penyandang disabilitas di Indonesia.
REFERENSI
http://inklusif.bappenas.go.id/indeks
http://smeru.or.id/sites/default/files/events/keynote_amalia_adininggar_widyasanti.pdf
https://www.merdeka.com/uang/menaker-ida-ada-247000-penyandang-disabilitas-menganggur.html
#Presidensi G20 #Bank Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H