Tanah pun juga akan sia-sisa lantaran dengan membuang makanan. Hal ini dikarenakan kita menyia-nyiakan tanah yang digunakan sebagai produksi, tetapi juga mengurangi lahan karena memerlukan tempat pembuangan sampah [6].
Dan dampak yang tidak kalah besar adalah membahayakan biodiversitas karena food waste dapat merusak ekosistem yang ada. Sebagai contoh, food loss akibat kurangnya infrastruktur untuk mengawetkan ikan membuat banyak ikan terbuang sia-sia, sehingga ikan akan terus diburu untuk memenuhi kebutuhan.
Hal tersebut jelas akan mengganggu ekosistem laut secara umum [6] . Kesadaran masyarakat yang masih minim, dan kurangnya kepedulian terhadap food waste ini disebabkan beberapa alasan seperti pengelolaan food waste terkesan kotor dan proses yang panjang serta tidak praktis. Namun, ternyata sudah banyak pengembangan komunitas dan perusahaan startup milenial yang aktif dalam mengelola food waste di Indonesia yang bergerak untuk  menciptakan lingkungan yang bebas sampah makanan.
Peran dan Keterlibatan Milenial dalam Pengelolaan Food Waste
Melihat peluang lapangan kerja yang cocok untuk digeluti oleh para milenial di ranah pekerjaan yang ramah lingkungan atau green jobs di Indonesia bisa menjadi momentum meningkatnya kesadaran milenial untuk mengambil andil dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.Â
Dengan demikian komitmen milenial untuk terjun langsung menciptakan Indonesia yang lebih bersih dapat direalisasikan. Lalu, komunitas dan Start Up apa sajakah yang sudah bergerak? Dan program apa saja yang telah mereka jalankan? Mari kita simak penjelasan di bawah ini.
Salah satunya ialah komunitas Food Cycle yang bekerjasama dengan Bridestory sejak 2017 menciptakan program bernama Blessing to Share. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi penyaluran kelebihan makanan 'yang belum tersentuh' dari pesta pernikahan dan perayaan lainnya lalu menyalurkannya ke penampungan anak jalanan, panti asuhan dan pengungsian. Komunitas yang rata-rata penggeraknya adalah milenial sejak November 2017 ini sudah mendistribusikan 1,6 ton makanan sisa dari 50 pesta pernikahan di Jakarta [7] .
Di tahun 2019, Food Cycle kembali membuat terobosan baru dengan berkolaborasi bersama Startup RuangGuru dalam menjalankan program Lunch Sharing. Program baru ini berusaha memaksimalkan makanan siang berlebih di kantor-kantor atau instansi, yang masih belum tersentuh dan disisihkan dari awal, untuk didistribusikan kembali kepada yayasan yang membutuhkan [8].Â
Dan pada tahun 2020 ini, dilansir pada website Kitabisa.com, Food Cycle bekerja sama dengan Start Up Kitabisa.com untuk menggalang dana yang akan digunakan untuk membangun berbagai fasilitas (gudang penyimpanan makanan, truk kulkas, tim operasional) guna menunjang pendistribusian makanan bagi mereka yang membutuhkannya.
Selain Food Cycle, adapula komunitas bank Food Bank Indonesia membagikan programnya di Instagram yang mengusung gerakan mengurangi food waste sambil melakukan aksi sosial. Salah satunya adalah menggalang dana untuk membantu para lansia yang kurang mampu melawan Covid-19.Â
Dan yang terbaru adalah kolaborasi Food Bank Indonesia bersama Bank DBS untuk bekerjasama untuk mendonasikan makanan kepada mereka yang membutuhkan seperti mereka yang terdampak Covid19, yang kehilangan pekerjaan, dan mereka yang butuh asupan vitamin dan makanan.
Perkembangan Aplikasi Food Recycle Semakin DiminatiÂ
Beberapa gerakan food recycle kini merambah ke dunia teknologi yang tentunya keuntungan yang diperoleh pun bertambah. Aplikasi smartphone Gifood yang dipelopori oleh para milenial adalah salah satu pionir food recycle dan menjadi platform penghubung orang-orang yang memiliki makanan berlebih dengan mereka yang membutuhkannya.Â