Mohon tunggu...
Dianing Pratiwi
Dianing Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang

Jangan pernah takut gagal, karena keberhasilan bermula dari kegagalan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Postingan Akun Instagram BKKBN Gender Bias? Masa Sih?

10 April 2021   12:00 Diperbarui: 10 April 2021   12:25 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bias merupakan kondisi yang memihak atau merugikan. Sedangkan Gender bisa di bilang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang diatur oleh manusia (masyarakat) yang sudah dikonstruksikan secara sosial maupun budaya. Pembagian tugas ini sebenarnya tidak perlu dikategorikan antara laki-laki ataupun perempuan karena tugas gender kebanyakan bisa dilakukan oleh keduanya. Munculnya isu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini dilatarbelakangi karena adanya ketidakpuasan perlakuan terhadap kaum perempuan. Tidak jarang dijumpai kasus-kasus yang mendeskriditkan kaum perempuan, bahkan menghilangkan makna keberadaannya.

Gender bias sendiri adalah sebuah anggapan yang memihak salah satu jenis kelamin baik itu laki-laki maupun perempuan, sehingga mengalami ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan disini adalah apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias gender tersebut bisa saja terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi khususnya di Indonesia, bias gender ini lebih dirasakan oleh kaum perempuan. Semakin tingginya tuntutan, kesadaran, dan kebutuhan perempuan terhadap pengembangan diri, berakibat timbulnya konflik, karena perempuan membutuhkan kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Gender bias merupakan suatu hal yang sifatnya sensitif bagi sebagian orang, karena masih banyak masyarakat kita menganut nilai-nilai budaya patriarki yang menganggap posisi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Terlebih lagi jika topik tersebut beredar lewat media sosial sudah pasti jangkauan pembacanya pun akan jauh lebih luas dan responnya pun akan lebih beragam. Topik yang akan saya bahas kali ini menekankan pada penggunaan sosial media instagram sebagai media berbagi informasi mengenai kesetaraan gender dimana beberapa postingan dalam akun Instagram Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dianggap gender bias. Saya akan menelaah lebih dekat representasi wanita dalam postingan BKKBN.

Gambar di atas memperlihatkan unggahan akun Instagram @bkkbnofficial yang mengangkat topik "Ciri-ciri Suami Beruntung". Unggahan inilah yang menjadi perhatian netizen karena dianggap gender bias kepada perempuan. Poin-poin yang ada dalam unggahan tersebut merujuk pada pembagian peran seorang istri dalam berumah tangga, meskipun memiliki peran yang berbeda antara suami atau istri tetapi dalam berumah tangga tetap menjalaninya berdua/setara. Terlebih ada penggunaan kata "untung" dalam unggahan tersebut. Menjalin sebuah hubungan itu seharusnya dapat mengembangkan pribadi secara bersama-sama dan mengisi kekurangan satu sama lain, bukan untuk mencari sebuah keuntungan. Memutuskan segala hal secara bersama mungkin bisa menjadi salah satu pembuktian arti kata "setara" dalam berumah tangga. Lalu, pada poin keempat "memiliki istri yang mampu mendidik anak". Poin terebut terlihat menitik beratkan seolah-olah peran mendidik anak hanyalah tugas seorang istri, bukankah seharusnya merupakan tugas berdua antara suami dan istri. Urusan domestik rumah tidak melulu tugas seorang istri, itu tanggung jawab berdua karena yang menjalankan rumah tangga itu berdua bukan salah satunya, suami dan istri memiliki peran berbeda tetapi harus tetap setara di kehidupan berdua.

Dengan adanya unggahan BKKBN yang seperti ini membuat seolah-olah menjadi seorang istri harus memiliki kriteria seperti poin yang ada dalam unggahan tersebut. Lalu jika seorang istri tidak memenuhi kriteria seperti yang disebutkan, apakah bisa disebut suami tidak beruntung? Konstruksi semacam ini jika sudah diinternalisasi dalam kesadaran individu, akan timbul kecemasan-kecemasan tentang penilaian anggota masyarakat lain --terutama laki-laki-atas peran seorang istri dalam berumah tangga. Secara tidak sadar, budaya dan stereotip seperti itu bisa mengarahkan masyarakat untuk mengambil sisi feminis yang negatif.

Alih-alih mengedukasi dengan tujuan mempengaruhi opini, persepsi, atau perilaku masyarakat namun yang terjadi adalah opini, persepsi dan perilaku manusia pastinya beragam dalam memaknai sesuatu yang sangat luas. Kesalahan pemberian informasi akan mengakibatkan budaya buruk dimasyarakat terlebih dalam penggunaan new media. Oleh sebab itu, postingan BKKBN seharusnya lebih memperhatikan pembentukan pesan dan kesan dari pemilihan kata agar tidak menimbulkan miskonsepsi.

Daftar Pustaka
Pasaribu, Rotumiar. 2019. "IKLAN BKKBN: REPRESENTASI PERAN PEREMPUAN
DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT", Metacommunication; Journal Of
Communication Studies, Vol 4 No 1 Maret 2019 hlm 35-45.

Rahminawati, Nan. 2001. "ISU KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (BIAS
GENDER", Mimbar No. 3 Th.XVII Juli --September 2001 hlm 272-283.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun