Entah kenapa perasaanku saat itu tidak enak banget, akhirnya aku WA-an sama kawan dekatku, memintanya untuk meneleponku, biar aku ada alasan untuk pergi secepatnya, sebab dia minta ronde kedua untuk makan malam atau hangout di mall. HEI....bulan puasa kelles!! Alasan sholat tarawih aku ditepis dong! Kata dia tarawih itu kan sunnah, lah emang jalan ama dia wajib? Hoho.....secara tak terduga teman dekatku ternyata keguguran, jadi aku ada alasan darurat untuk pergi menjenguknya saat itu juga.
Di perjalanan pulang, aku tanya sama teman-teman yang lebih faham agama tentang do'a pengasih itu, ternyata menurut mereka itu do'a pelet. Innalillahi!! Langsung aku robek-robek dan buang deh kertas do'anya, sembari istighfar banyak-banyak, Aku infoin ke kakak sepupu yang ngejodohin, kalau aku ga mau sama dia dengan alasan Islamnya beda.
Belakangan aku tau pula bahwa dia hobi berjudi baik dalam level sabung ayam dalam negeri maupun di casino luar negeri. Serta kesehatannya memburuk akibat sering minum miras. Komplit sudah kebejatannya untuk tidak menjadi kriteria calon suami idamanku.
Tidak semua lelaki yang kutemu seaneh dia, diantara semuanya ada satu yang paling berkesan dalam hidupku, sebut saja dia TL. Perawakannya mungil untuk ukuran lelaki, hanya lebih tinggi sedikit dari aku. Kulitnya putih bersih khas suku Bugis, pembawaannya kalem, tidak bicara kalau tidak diajak ngobrol duluan. Aku tidak sengaja bertemu dengannya, gegara file CV yang lupa didelete saat ngetik di warnet (jadul banget kan ceritanya masih nemu warnet, haha). Dari CV itu dia tau nomor HP aku, dan karena melihat fotoku yang kala itu masih muda kinyis-kinyis jadi dia tertarik mau kenalan katanya. Kejadiannya saat tahun 2006, jauh sebelum ketemu cowok sesat maupun cowok sok alim yang aku ceritakan di atas.
Jadi dengan si TL ini aku punya cerita panjang yang manis saat dikenang, kami saling mengagumi dan menyayangi satu sama lain, hampir berujung dengan pernikahan. Tapi rupanya TL yang sangat pendiam itu dan aku yang sangat tidak peka ini ternyata saling memendam prasangka yang sama-sama sulit diungkapkan, aku ga ceritain detil masalah sama dia yaa...sedih kalau ingat itu. Intinya kita putus.
Bertahun tidak mendengar kabar TL, aku sudah bertemu dengan berbagai macam karakter Laki-laki. Tetiba ketemu TL lagi di rumah seorang kawan. Kami dekat lagi, bahkan makin dekat, sempat jalan bareng nonton bioskop dong! Akhwat gaul banget kan aku, hoho....saking bucinnya ama tuh orang. Kebaikannya dan kata-kata manisnya yang makin menjadi hampir membuatku GR dia bakal minta balikan, ternyata setahun kemudian malah ngasih undangan, hiks!. Di hari miris itu kami malah saling terbuka tentang masa lalu yang bikin kita pisah. Penyesalan, salah faham, hati yang perih. Kasih sayang yang masih ada terpaksa harus dimusnahkan seketika, kami sama-sama menangis. Hari itu banyak drama yang terjadi. Bahkan tidak hanya hari itu, kisahku dengannya memang bak drama yang tidak nyata.
Setelah TL, aku tidak pernah mudah tertarik dengan seorang laki-laki. Rasanya terlalu takut untuk jatuh cinta lagi lalu terluka lagi, tapi aku tidak pernah sekali pun menolak segala jenis perjodohan yang ditawarkan orang-orang di sekitarku meskipun masih saja berakhir dengan kegagalan. Sudah ikhtiar minta dido'akan di tanah suci berkali-kali (karena belum mampu pergi kesana sendiri), minta do'a para tetua dan orang-orang yang aku anggap shalih dan shalihah, pun do'a anak2 yatim dan dhuafa, tapi belum ada yang makbul do'anya, sedekah sebanyak-banyaknya yang hampir sebanyak penghasilanku yang seadanya pun belum manjur menampilkan hilalnya si jodoh itu. Sampai teman-teman menyarankan aku untuk diruqyah Syariah, sedih banget, ditolakin laki, dituduh ga normal, dicurigai kerasukan jin, hampir kehilangan pekerjaan, jomblo berkepanjangan, rasanya bak manusia yang gagal. Akhirnya tahun lalu aku ikut ruqyah Syar'iyyah. Ga ada salahnya lah, Namanya juga ikhtiar, ye kan? Tetap melakukan itu demi mengharap ridho Allah, semoga mencatat setiap ikhtiarku sebagai amal baik. Biar paling ngga ada kesuksesan untuk aku di akhirat kelak.
Hingga akhirnya semalam, seorang kawan dekat menawarkan proses ta'aruf untuk aku, dengan seorang duda cerai mati beranak dua. Pria itu sudah mapan. Menurut dia cocok denganku yang sudah matang, biasa dengan anak-anak dan sangat siap untuk diajak berumah tangga, padahal aku gentar dan minder, akibat kerap dijadikan nominasi tapi tak pernah lolos seleksi jadi calon istri.
Tapi niat baik tak boleh ditolak, perjodohan yang setelah iseng aku hitung sudah yang ke 18 kalinya ini aku terima, meski membuat traumaku muncul. Asal kalian tau....aku lebih sering ditolak daripada menolak. Sebagian besar sepertinya karena keberatan dengan posisiku yang menjadi tulang punggung keluarga, sebab beberapa pernah bertanya dulu kapan adik-adikku selesai sekolah? Alih-alih nikah denganku, para lelaki picik dan pengecut itu lebih memilih menikah dengan wanita yang wajahnya mirip denganku saja.
Aku menyiapkan diri untuk tidak trauma lagi jika ikhtiar kali ini pun gagal. Aku berharap jika lelaki itu tidak berminat denganku, dia putuskan saja dengan cepat prosesnya, jangan minta ketemuan dulu. Aku tuh, kalo ketemu sama lelaki baru rasanya kakiku melumer seperti pudding sutra, jantungku mau keluar dan tekanan darahku naik. Serangan panik, susah nafas dan keleyengan parah yang menyebabkan aku jadi gagap atau tidak fokus saat diajak bicara, sering dikira sombong karena ini. Pengalaman traumatis perjodohan telah menjadikanku sebagai perempuan yang pesimis. Tapi semuanya kehendak Allah. Aku bisa melaluinya dan mencoba lagi suatu hari nanti, jangan putus asa. Aku!.
Sekian ceritaku hari ini. Aku trauma semua itu. Kalau kamu trauma apa?